
Gara-gara Corona, China akan Guyur Perbankan Uang Rp 2.400 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral China atau People's Bank of China (PBOC), mengatakan akan menyuntikkan likuiditas senilai 1,2 triliun yuan atau US$ 173,8 miliar (sekitar Rp 2.400 triliun) ke pasar melalui operasi moneter reverse repo pada hari Senin (3/2/2020).
Upaya penyuntikan likuiditas itu dilakukan bertepatan dengan pembukaan kembali pasar pasca liburan tahun baru China atau Imlek dan dilakukan di tengah merebaknya wabah virus corona di negara itu.
PBOC mengatakan upaya itu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan likuiditas tetap cukup di pasar dan untuk mendukung perusahaan yang terkena dampak epidemi virus, sebagaimana dilaporkan Reuters, Minggu (2/2/2020).
Langkah PBOC ini akan meningkatkan total likuiditas dalam sistem perbankan menjadi 900 miliar yuan, lebih tinggi dari periode yang sama pada 2019 setelah bank menyuntikan dana.
Menurut perhitungan Reuters berdasarkan data resmi bank sentral, sebanyak 1,05 triliun yuan repo akan jatuh tempo pada hari Senin. Ini berarti, sekitar 150 miliar yuan kas bersih akan disuntikkan.
Komisi Regulasi Sekuritas China (CSRC) mengatakan mengambil keputusan tersebut setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk wabah virus corona yang mematikan. Lembaga itu juga mengatakan percaya dampak wabah pada pasar hanya bersifat "jangka pendek".
Lebih lanjut, CSRC mengatakan, untuk mendukung perusahaan-perusahaan yang terkena dampak epidemi, maka perusahaan-perusahaan yang memiliki perjanjian gadai saham yang kadaluarsa dapat mengajukan perpanjangan dengan perusahaan sekuritas. Lembaga itu juga mengatakan akan mendesak investor obligasi korporasi untuk memperpanjang tanggal jatuh tempo hutang.
CSRC juga mempertimbangkan untuk meluncurkan alat lindung nilai untuk pasar saham A-share untuk membantu mengurangi kepanikan pasar. Selain itu, CSRS akan menangguhkan sesi malam (evening sessions) perdagangan saham berjangka mulai hari Senin, katanya.
"Kami percaya bahwa pengenalan dan implementasi langkah-langkah kebijakan yang berurutan akan memainkan peran yang lebih baik dalam meningkatkan harapan pasar dan mencegah perilaku irasional," katanya kepada surat kabar People's Daily.
China saat ini sedang menghadapi tekanan dalam ekonominya pasca coronavirus asal Wuhan merebak di negara itu. Hingga Minggu ini, korban tewas akibat virus mirip SARS itu telah mencapai 305 orang dan menjangkiti 14.300 lebih orang di seluruh dunia.
(dob/dob) Next Article China Pangkas GWM (Lagi), Demi Gairah Ekonomi