Bahaya, Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa di Bawah 5% Gegara Corona
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 January 2020 09:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun lalu, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China adalah risiko terbesar di perekonomian dunia. Sekarang risiko itu sudah reda, karena Washington-Beijing sudah 'rujuk', bahkan telah meneken kesepakatan damai dagang Fase I.
Memasuki 2020, risiko baru menghantui perekonomian global. Risiko tersebut adalah penyebaran virus Corona, yang awalnya berasal dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei (China).
Penyebaran virus ini sangat cepat, karena kebetulan datang kala musim liburan perayaan Tahun Baru Imlek di Negeri Tirai Bambu. Momen di mana mobilitas masyarakat sedang tinggi, musim mudik dan plesiran ke luar negeri.
Reuters mengabarkan, saat ini sudah ada 4.193 kasus virus Corona di China. Korban jiwa bertambah menjadi 106 orang.
Tidak hanya di China, kasus virus Corona juga telah terkonfrmasi di berbagai negara di Benua Asia, Amerika, hingga Eropa. Belum ada korban jiwa selain di China.
Sejak pekan lalu, pelaku pasar sudah khawatir dengan dampak virus Corona terhadap aktivitas ekonomi, terutama di China. Gara-gara virus Corona, perayaan Imlek di China menjadi gloomy. Bahkan Wuhan seolah menjadi kota mati, tidak ada aktivitas berarti saat semestinya warga bersuka cita menyambut tahun baru.
Imlek yang biasanya menjadi puncak konsumsi rumah tangga di Negeri Tirai Bambu berubah 180 derajat. Sepertinya dalam waktu dekat konsumsi rumah tangga masih belum bisa diandalkan sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain konsumsi, aktivitas dunia usaha juga tentu terganggu. Jadi investasi dan ekspor juga kemungkinan besar bakal melambat. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi China akan susah keluar dari jalur pelambatan.
Padahal China adalah pendorong pertumbuhan ekonomi Asia, bahkan dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi China tumbuh 6% pada 2020. Namun seiring kelesuan konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor akibat penyebaran virus Corona, maka angka tersebut jadi penuh tanda tanya.
"China adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi dunia. Jadi sepertinya kita tidak akan mendapatkan awal yang lebih buruk dari ini," kata Alec Young, Direktur Pelaksana FTSE Russell, seperti diberitakan Reuters.
Riset S&P menyebutkan, virus Corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sekitar 1,2 poin persentase. Jadi kalau pertumbuhan ekonomi China tahun ini diperkirakan 6%, maka virus Corona akan membuatnya melambat menjadi 4,8%.
Pertumbuhan ekonomi di bawah 5% adalah bencana bagi China. Kalau sampai kejadian, maka akan menjadi catatan terburuk setidaknya sejak 1992.
"Pada 2019, konsumsi menyumbang sekitar 3,5 poin persentase dari pertumbuhan ekonomi China yang sebesar 6,1%. Dengan perkiraan konsumsi domestik turun 10%, maka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan akan berkurang sekitar 1,2 poin persentase," sebut riset S&P.
Kalau ekonomi China melambat, maka Indonesia pasti bakal kena getahnya. Sebab, hubungan Indonesia dengan China begitu erat.
China adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia. Sepanjang 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas ke China bernilai US$ 25,85 miliar (16,68% dari total ekspor non-migas). China menduduki peringkat pertama.
China juga merupakan salah satu investor sektor riil terbesar di Indonesia. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) menyebutkan, nilai investasi China pada Januari-September 2019 adalah US$ 3,31 miliar. China berada di posisi kedua setelah Singapura.
Oleh karena, dapat dipastikan perlambatan ekonomi di China bakal memukul Indonesia. Berdasarkan kajian Bank Dunia, setiap perlambatan ekonomi China sebesar 1 poin persentase bakal mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 poin persentase.
Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengasumsikan pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,3%. Jadi kalau ekonomi China melambat 1,2 poin persentase gara-gara virus Corona, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berkurang menjadi 4,94%.
Seperti halnya di China, pertumbuhan ekonomi di bawah 5% juga bukan kabar gembira buat Indonesia. Jika terjadi, maka akan menjadi catatan terendah sejak 2016.
Oleh karena itu, Indonesia harus waspada. Pemerintah dan otoritas lain harus memastikan bahwa konsumsi domestik cukup kuat untuk membendung dampak eksternal dari perlambatan ekonomi China.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Memasuki 2020, risiko baru menghantui perekonomian global. Risiko tersebut adalah penyebaran virus Corona, yang awalnya berasal dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei (China).
Penyebaran virus ini sangat cepat, karena kebetulan datang kala musim liburan perayaan Tahun Baru Imlek di Negeri Tirai Bambu. Momen di mana mobilitas masyarakat sedang tinggi, musim mudik dan plesiran ke luar negeri.
Tidak hanya di China, kasus virus Corona juga telah terkonfrmasi di berbagai negara di Benua Asia, Amerika, hingga Eropa. Belum ada korban jiwa selain di China.
Sejak pekan lalu, pelaku pasar sudah khawatir dengan dampak virus Corona terhadap aktivitas ekonomi, terutama di China. Gara-gara virus Corona, perayaan Imlek di China menjadi gloomy. Bahkan Wuhan seolah menjadi kota mati, tidak ada aktivitas berarti saat semestinya warga bersuka cita menyambut tahun baru.
Imlek yang biasanya menjadi puncak konsumsi rumah tangga di Negeri Tirai Bambu berubah 180 derajat. Sepertinya dalam waktu dekat konsumsi rumah tangga masih belum bisa diandalkan sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain konsumsi, aktivitas dunia usaha juga tentu terganggu. Jadi investasi dan ekspor juga kemungkinan besar bakal melambat. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi China akan susah keluar dari jalur pelambatan.
Padahal China adalah pendorong pertumbuhan ekonomi Asia, bahkan dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi China tumbuh 6% pada 2020. Namun seiring kelesuan konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor akibat penyebaran virus Corona, maka angka tersebut jadi penuh tanda tanya.
![]() |
"China adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi dunia. Jadi sepertinya kita tidak akan mendapatkan awal yang lebih buruk dari ini," kata Alec Young, Direktur Pelaksana FTSE Russell, seperti diberitakan Reuters.
Riset S&P menyebutkan, virus Corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sekitar 1,2 poin persentase. Jadi kalau pertumbuhan ekonomi China tahun ini diperkirakan 6%, maka virus Corona akan membuatnya melambat menjadi 4,8%.
Pertumbuhan ekonomi di bawah 5% adalah bencana bagi China. Kalau sampai kejadian, maka akan menjadi catatan terburuk setidaknya sejak 1992.
"Pada 2019, konsumsi menyumbang sekitar 3,5 poin persentase dari pertumbuhan ekonomi China yang sebesar 6,1%. Dengan perkiraan konsumsi domestik turun 10%, maka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan akan berkurang sekitar 1,2 poin persentase," sebut riset S&P.
Kalau ekonomi China melambat, maka Indonesia pasti bakal kena getahnya. Sebab, hubungan Indonesia dengan China begitu erat.
China adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia. Sepanjang 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas ke China bernilai US$ 25,85 miliar (16,68% dari total ekspor non-migas). China menduduki peringkat pertama.
![]() |
China juga merupakan salah satu investor sektor riil terbesar di Indonesia. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) menyebutkan, nilai investasi China pada Januari-September 2019 adalah US$ 3,31 miliar. China berada di posisi kedua setelah Singapura.
![]() |
Oleh karena, dapat dipastikan perlambatan ekonomi di China bakal memukul Indonesia. Berdasarkan kajian Bank Dunia, setiap perlambatan ekonomi China sebesar 1 poin persentase bakal mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 poin persentase.
Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengasumsikan pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,3%. Jadi kalau ekonomi China melambat 1,2 poin persentase gara-gara virus Corona, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berkurang menjadi 4,94%.
Seperti halnya di China, pertumbuhan ekonomi di bawah 5% juga bukan kabar gembira buat Indonesia. Jika terjadi, maka akan menjadi catatan terendah sejak 2016.
Oleh karena itu, Indonesia harus waspada. Pemerintah dan otoritas lain harus memastikan bahwa konsumsi domestik cukup kuat untuk membendung dampak eksternal dari perlambatan ekonomi China.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular