Awas! Virus Corona Bisa Buat Ekonomi Asia Sengsara
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
24 January 2020 15:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Virus corona yang merebak akhir-akhir ini China bagian tengah memang membuat dunia cemas. Penyebaran virus tak hanya membuat orang sakit, tapi ekonomi juga bisa sengsara.
Semua berawal di Desember 2019. Saat itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan virus corona jenis baru di China. Virus corona baru ini masih satu jenis dengan penyebab SARS di China pada 2002-2003.
Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, provinsi Hubei China bagian tengah. Awalnya ada lebih dari 50 orang yang tiba-tiba terkena penyakit misterius. Setelah itu jumlah kasus yang dilaporkan terus bertambah.
Kabar teranyar, saat ini jumlah kasus sudah mencapai 830 kasus. Sudah ada korban jiwa sebanyak 25 orang. Virus ini paling banyak ditemukan di Wuhan. Namun virus ini sudah menyebar ke berbagai negara lewat orang-orang yang pernah mengunjungi Wuhan.
Beberapa negara yang sudah melaporkan adanya kasus virus korona ini antara lain Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Vietnam hingga Amerika Serikat. Bahkan media lokal Jepang, Japan News baru-baru ini memberitakan ada kasus kedua virus korona.
Walaupun China sudah menyandang status darurat, WHO masih belum mendeklarasikan kejadian ini sebagai darurat global. Pemerintah China telah mengambil inisiatif dengan melakukan karantina terhadap Wuhan dan beberapa kota di sekitar Wuhan.
Mengutip surat kabar elektronik lokal Xinhuanet, kota Wenzhou yang dekat dengan Wuhan, sudah menunda keberangkatan kereta pada 11.20 waktu setempat hingga ada pengumuman lebih lanjut.
Nasib sama juga dialami oleh transportasi umum lain seperti bus dan kapal feri yang juga ditunda keberangkatannya sejak pukul 04.00 waktu setempat. Hal yang sama juga dilakukan di kota Huanggang. Langkah ini dilakukan agar virus ini tak terus menyebar.
Akibat virus ini, sektor transportasi di beberapa kota di provinsi Hubei terkena dampaknya. Apalagi virus ini merebak jelang libur tahun baru imlek yang harusnya jadi momentum untuk mendongkrak ekonomi melalui sektor konsumsi, perjalanan dan pariwisata.
Saat ini virus memang belum memberikan dampak yang sangat mengerikan seperti SARS 17-18 tahun silam. Namun jika melihat pesatnya wabah merebak tak menutup kemungkinan bisa meluas dan semakin parah. Amit-amit.
Jika pandemi seperti SARS kembali terjadi akibat virus korona baru ini, ekonomi China dan beberapa ekonomi kawasan Asia lainnya kena pukulan. Beberapa bisa K.O dibuatnya. Mari berkaca pada kasus SARS 2002-2003 lalu yang membuat ekonomi China dan kawasan Asia lainnya melambat.
Kala SARS melanda, pendapatan dari kunjungan turis di beberapa negara kawasan Asia anjlok. Pendapatan dari sektor pariwisata China pada 2003 turun 60%. Jumlah pelancong yang mengunjungi Hong Kong juga anjlok 60%. Singapura dan Korea Selatan masing-masing turun 40%. Sementara Thailand dan Malaysia juga turun lebih dari 30%.
Tingkat hunian hotel di Hong Kong langsung jatuh dari 79% di bulan Maret 2003 menjadi hanya 18% dua bulan setelahnya. Ribuan penerbangan dibatalkan karena lesunya permintaan.
Menurut kalkulasi para ekonom, wabah SARS itu telah menyebabkan ekonomi China melambat 1% - 2% dan 0,5% di kawasan Asia Tenggara. Riset lain Center for Internasional Development menyebut kerugian ekonomi yang ditanggung oleh China kala itu sudah mencapai US$ 25 miliar.
Kalau berkaca pada kasus SARS, maka apakah virus korona yang menyerang Wuhan saat ini memiliki dampak yang lebih membahayakan, tak ada bedanya atau kurang membahayakan dibanding SARS.
Dalam kajiannya, Citibank menyebutkan bahwa wabah yang merebak di Wuhan ini tak semengerikan SARS dulu. Citibank menjelaskan tiga alasannya. Pertama pemerintah China lebih terbuka dan tak menutup-nutupi kasus ini.
Faktor kedua adalah teknologi China yang semakin maju. Pengembangan alat diagnostik untuk virus ini jauh lebih cepat. Ketiga adalah tingkat fatalitasnya jauh lebih rendah daripada SARS. Perlu diketahui bersama tingkat fatalitas virus korona baru ini hanya 3% masih lebih rendah daripada SARS (9,6%) bahkan MERS (34,4%).
Lantas apakah dampak ekonominya akan signifikan?
Jawabannya tergantung dari seberapa parah virus ini merebak. Jika penyakit akibat infeksi virus ini terus meluas ke berbagai belahan dunia dan skalanya sebesar SARS, ini jelas membahayakan.
Menurut Center for Disease Control & Prevention (CDC) pada 2003 jumlah kasus SARS yang dilaporkan mencapai 8098 secara global. Jumlah korban meninggal kala itu mencapai 774. Hampir 700 orang yang meninggal karena SARS berasal dari Hong Kong dan China. Untuk saat ini, ekonomi yang terkena dampaknya adalah Wuhan dan kota di sekitarnya di provinsi Hubei. Menurut Citibank ekonomi kota Wuhan sendiri yang dihuni oleh lebih dari 10 juta orang menyumbang 1,6% dari total output perekonomian China. Namun jika ditambah dengan kota-kota lain di provinsi Hubei maka kontribusinya menjadi 4,6%.
Jadi seberapa parah dampaknya sangat tergantung dari seberapa mampu China mengkarantina virus ini agar tak keluar. Pada 2014 lalu virus korona juga merebak di Arab. Virus ini menyebabkan penyakit mirip SARS bernama MERS. Tingkat fatalitasnya juga jauh lebih tinggi dari SARS yang mencapai 34%. Namun tak begitu menyebabkan gejolak global karena virus ini berhasil ditangani dan dikarantina dengan baik.
“Jika virus ini sampai jadi pandemi (amit-amit) maka ekonomi yang paling merasakan pukulannya adalah Thailand, Hong Kong dan Singapura, karena ketiganya yang paling rentan. Sementara Korea Selatan, China dan Taiwan dampaknya tak terlalu signifikan” tulis Citibank dalam laporannya.
Citibank bahkan membuat indeks yang dinamai Indeks Kerentanan Ekonomi untuk mengidentifikasi negara mana yang akan paling kena dampaknya dan paling rentan terhadap perubahan pola perilaku menggunakan kasus SARS.
Walau Citibank menyebut dampaknya tak terlalu signifikan, merebaknya virus kala perekonomian China sedang lagi tak moncer seperti sekarang ini bukan hal yang bagus. Kajian lain yang dilakukan oleh Commerzbank, dampaknya terhadap ekonomi China juga harus diukur dari kontribusi sektor perjalanan & pariwisata serta konsumsi masyarakat yang berpotensi besar terimbas terhadap total perekonomian China.
Pada awal tahun 2000-an belanja konsumen China menyumbang pertumbuhan ekonomi Negeri Panda sebesar 40% hingga 50% . Akibat SARS turun menjadi 35%, anjlok lima persen poin. Saat ini kontribusi pos ini terhadap pertumbuhan ekonomi China sudah mencapai 60%. Bisa dibayangkan kalau virus ini jadi pandemi.
Kedua sektor transportasi perjalanan juga memiliki kontribusi yang lebih besar bagi ekonomi China. Dulu pada tahun 2003, kontribusi sektor perjalanan dan pariwisata hanya menyumbang 2% terhadap ekonomi China. Kini kontribusinya sudah mencapai 5%.
Kesimpulannya, seberapa parah ekonomi kena dampaknya gara-gara virus korona ini sangat tergantung dari apakah virus ini akan jadi pandemi atau tidak. Tergantung juga dari seberapa lama virus ini dapat bertahan. Tentu yang diharapkan adalah virus ini tak sampai menyebar ke berbagai penjuru dunia dan menyebabkan pandemi, karena kalau iya ekonomi ikut sengsara dibuatnya. Apalagi kondisi ekonomi belum pulih benar seperti sekarang ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article China Lockdown Jutaan Orang Gara-gara Kasus Covid Naik Lagi!
Semua berawal di Desember 2019. Saat itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan virus corona jenis baru di China. Virus corona baru ini masih satu jenis dengan penyebab SARS di China pada 2002-2003.
Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, provinsi Hubei China bagian tengah. Awalnya ada lebih dari 50 orang yang tiba-tiba terkena penyakit misterius. Setelah itu jumlah kasus yang dilaporkan terus bertambah.
![]() |
Beberapa negara yang sudah melaporkan adanya kasus virus korona ini antara lain Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Vietnam hingga Amerika Serikat. Bahkan media lokal Jepang, Japan News baru-baru ini memberitakan ada kasus kedua virus korona.
Walaupun China sudah menyandang status darurat, WHO masih belum mendeklarasikan kejadian ini sebagai darurat global. Pemerintah China telah mengambil inisiatif dengan melakukan karantina terhadap Wuhan dan beberapa kota di sekitar Wuhan.
Mengutip surat kabar elektronik lokal Xinhuanet, kota Wenzhou yang dekat dengan Wuhan, sudah menunda keberangkatan kereta pada 11.20 waktu setempat hingga ada pengumuman lebih lanjut.
Nasib sama juga dialami oleh transportasi umum lain seperti bus dan kapal feri yang juga ditunda keberangkatannya sejak pukul 04.00 waktu setempat. Hal yang sama juga dilakukan di kota Huanggang. Langkah ini dilakukan agar virus ini tak terus menyebar.
Akibat virus ini, sektor transportasi di beberapa kota di provinsi Hubei terkena dampaknya. Apalagi virus ini merebak jelang libur tahun baru imlek yang harusnya jadi momentum untuk mendongkrak ekonomi melalui sektor konsumsi, perjalanan dan pariwisata.
Saat ini virus memang belum memberikan dampak yang sangat mengerikan seperti SARS 17-18 tahun silam. Namun jika melihat pesatnya wabah merebak tak menutup kemungkinan bisa meluas dan semakin parah. Amit-amit.
Jika pandemi seperti SARS kembali terjadi akibat virus korona baru ini, ekonomi China dan beberapa ekonomi kawasan Asia lainnya kena pukulan. Beberapa bisa K.O dibuatnya. Mari berkaca pada kasus SARS 2002-2003 lalu yang membuat ekonomi China dan kawasan Asia lainnya melambat.
Kala SARS melanda, pendapatan dari kunjungan turis di beberapa negara kawasan Asia anjlok. Pendapatan dari sektor pariwisata China pada 2003 turun 60%. Jumlah pelancong yang mengunjungi Hong Kong juga anjlok 60%. Singapura dan Korea Selatan masing-masing turun 40%. Sementara Thailand dan Malaysia juga turun lebih dari 30%.
Tingkat hunian hotel di Hong Kong langsung jatuh dari 79% di bulan Maret 2003 menjadi hanya 18% dua bulan setelahnya. Ribuan penerbangan dibatalkan karena lesunya permintaan.
Menurut kalkulasi para ekonom, wabah SARS itu telah menyebabkan ekonomi China melambat 1% - 2% dan 0,5% di kawasan Asia Tenggara. Riset lain Center for Internasional Development menyebut kerugian ekonomi yang ditanggung oleh China kala itu sudah mencapai US$ 25 miliar.
Kalau berkaca pada kasus SARS, maka apakah virus korona yang menyerang Wuhan saat ini memiliki dampak yang lebih membahayakan, tak ada bedanya atau kurang membahayakan dibanding SARS.
Dalam kajiannya, Citibank menyebutkan bahwa wabah yang merebak di Wuhan ini tak semengerikan SARS dulu. Citibank menjelaskan tiga alasannya. Pertama pemerintah China lebih terbuka dan tak menutup-nutupi kasus ini.
Faktor kedua adalah teknologi China yang semakin maju. Pengembangan alat diagnostik untuk virus ini jauh lebih cepat. Ketiga adalah tingkat fatalitasnya jauh lebih rendah daripada SARS. Perlu diketahui bersama tingkat fatalitas virus korona baru ini hanya 3% masih lebih rendah daripada SARS (9,6%) bahkan MERS (34,4%).
Lantas apakah dampak ekonominya akan signifikan?
Jawabannya tergantung dari seberapa parah virus ini merebak. Jika penyakit akibat infeksi virus ini terus meluas ke berbagai belahan dunia dan skalanya sebesar SARS, ini jelas membahayakan.
Menurut Center for Disease Control & Prevention (CDC) pada 2003 jumlah kasus SARS yang dilaporkan mencapai 8098 secara global. Jumlah korban meninggal kala itu mencapai 774. Hampir 700 orang yang meninggal karena SARS berasal dari Hong Kong dan China. Untuk saat ini, ekonomi yang terkena dampaknya adalah Wuhan dan kota di sekitarnya di provinsi Hubei. Menurut Citibank ekonomi kota Wuhan sendiri yang dihuni oleh lebih dari 10 juta orang menyumbang 1,6% dari total output perekonomian China. Namun jika ditambah dengan kota-kota lain di provinsi Hubei maka kontribusinya menjadi 4,6%.
Jadi seberapa parah dampaknya sangat tergantung dari seberapa mampu China mengkarantina virus ini agar tak keluar. Pada 2014 lalu virus korona juga merebak di Arab. Virus ini menyebabkan penyakit mirip SARS bernama MERS. Tingkat fatalitasnya juga jauh lebih tinggi dari SARS yang mencapai 34%. Namun tak begitu menyebabkan gejolak global karena virus ini berhasil ditangani dan dikarantina dengan baik.
“Jika virus ini sampai jadi pandemi (amit-amit) maka ekonomi yang paling merasakan pukulannya adalah Thailand, Hong Kong dan Singapura, karena ketiganya yang paling rentan. Sementara Korea Selatan, China dan Taiwan dampaknya tak terlalu signifikan” tulis Citibank dalam laporannya.
Citibank bahkan membuat indeks yang dinamai Indeks Kerentanan Ekonomi untuk mengidentifikasi negara mana yang akan paling kena dampaknya dan paling rentan terhadap perubahan pola perilaku menggunakan kasus SARS.
![]() |
Pada awal tahun 2000-an belanja konsumen China menyumbang pertumbuhan ekonomi Negeri Panda sebesar 40% hingga 50% . Akibat SARS turun menjadi 35%, anjlok lima persen poin. Saat ini kontribusi pos ini terhadap pertumbuhan ekonomi China sudah mencapai 60%. Bisa dibayangkan kalau virus ini jadi pandemi.
Kedua sektor transportasi perjalanan juga memiliki kontribusi yang lebih besar bagi ekonomi China. Dulu pada tahun 2003, kontribusi sektor perjalanan dan pariwisata hanya menyumbang 2% terhadap ekonomi China. Kini kontribusinya sudah mencapai 5%.
Kesimpulannya, seberapa parah ekonomi kena dampaknya gara-gara virus korona ini sangat tergantung dari apakah virus ini akan jadi pandemi atau tidak. Tergantung juga dari seberapa lama virus ini dapat bertahan. Tentu yang diharapkan adalah virus ini tak sampai menyebar ke berbagai penjuru dunia dan menyebabkan pandemi, karena kalau iya ekonomi ikut sengsara dibuatnya. Apalagi kondisi ekonomi belum pulih benar seperti sekarang ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article China Lockdown Jutaan Orang Gara-gara Kasus Covid Naik Lagi!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular