
Horor! Kerugian Akibat Virus Corona Bisa Capai Rp 7.787 T
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
22 January 2020 14:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah perang dagang AS-China, konflik yang melibatkan senjata antara Amerika Serikat (AS)-Iran, kini publik dihebohkan dengan serangan virus corona jenis baru yang menyerang China.
Virus corona baru ditemukan akhir Desember 2019 ketika puluhan orang di Wuhan terserang penyakit mirip SARS tersebut. Dalam waktu singkat, di awal Januari, China melaporkan adanya 59 kasus dan 7 di antaranya tergolong ke dalam kasus serius.
Saat ini, dilaporkan sudah ada 300 orang yang terinfeksi virus ini di kota itu. Hal itu diungkapkan langsung oleh Zhao Xianwang selaku Wali Kota Wuhan.
Bukan hanya Wuhan, virus ini bahkan sudah menyebar ke Hong Kong yang menyebabkan 30 orang dirawat. Macau juga melaporkan satu orang asal Wuhan, terinfeksi virus ini saat berwisata ke kota itu.
Tak hanya China saja, virus ini juga sudah menjangkiti beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Thailand hingga AS. Karenanya, dunia kini meningkatkan pengawasan pada kedatangan asal China untuk mengantisipasi penyebaran virus.
Virus corona ini menyerang manusia dan menyebabkan penyakit dengan gejala demam, batuk, sesak nafas hingga pneumonia, yang berujung pada kematian.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus corona yang ditemukan di Wuhan ini merupakan jenis yang baru. Virus itu masih termasuk dalam kelompok yang sama dengan virus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang sempat jadi pandemi pada 2002 lalu.
SARS yang merebak 18 tahun lalu, juga berasal dari China. Namun wabah tersebut menyebar ke penjuru dunia dan menjadi pandemi pada 2002-2003.
Setidaknya ada 8.098 kasus dilaporkan, termasuk 774 orang meninggal, pada periode tersebut. Sejak 2004 kasus SARS tidak ditemukan lagi di dunia. Namun pada 2012, wabah mirip SARS kembali muncul, di semenanjung Arab.
Berbagai wabah telah berkali-kali menjangkiti planet bumi. Penyakit yang disebabkan oleh virus hingga parasit sempat menggemparkan dunia dan berdampak signifikan terhadap perekonomian.
Kajian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan bahwa kondisi saat ini sangatlah rentan dengan penyebaran wabah. Dampak ekonominya pun bukan main-main.
Menurut kajian IMF tersebut ongkos yang ditanggung akibat adanya pandemi flu hampir setara dengan ongkos akibat perubahan iklim. Nilai kerugian yang harus ditanggung mencapai US$ 570 miliar (Rp 7.787,45 triliun dengan kurs saat ini) tiap tahunnya. Sebagai perbandingan, angka tersebut lebih dari setengah output perekonomian Indonesia tahun 2018.
Tak bisa dipungkiri dengan adanya wabah, ekonomi jadi terkena imbasnya. Ketika seseorang terkena penyakit maka produktivitas-nya menurun. Bayangkan jika penyakit ini menular dan orang yang terjangkit menjadi banyak. Akibatnya sekolah dan perkantoran jadi diliburkan. Kalau ini terjadi maka sektor transportasi dan perdagangan juga ikut terhambat.
Apalagi sekarang semua sudah serba terkoneksi. Adanya transportasi pesawat terbang memungkinkan orang untuk menjelajahi dunia dalam waktu singkat. Penerbangan paling jauh pun misal dari Indonesia ke AS membutuhkan waktu kurang dari 36 jam.
Hal ini menyebabkan wabah semakin cepat menyebar dan menyebabkan pandemi. Kalau sudah menyebar ke berbagai negara, maka sektor transportasi dan pariwisata juga tertekan karena kunjungan ke negara sumber wabah jadi menurun drastis.
Jika terus terjadi dampaknya juga akan dirasa di sektor perdagangan ekspor-impor. Bukan tak mungkin ada larangan pembelian barang dari negara yang sedang terkena wabah oleh negara lain sebagai upaya untuk mencegah wabah menyebar luas.
Jadi dampak ekonominya memang sangat signifikan dan tak bisa diremehkan. Dengan adanya isu perubahan iklim seperti sekarang membuat penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk, seperti zika, jadi mudah menyebar. Pertumbuhan populasi yang pesat juga turut memudahkan penyebaran penyakit terjadi.
Masalahnya masih ada berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh patogen dalam belum ditemukan obatnya. IMF menyebut setidaknya ada 9 jenis penyakit yang belum ada obatnya dan perlu penelitian lebih lanjut.
Penyakit yang disebabkan oleh virus corona masuk di dalamnya yaitu SARS dan MERS (yang menjangkiti Arab). Tak hanya itu, jenis penyakit lain yang juga membutuhkan atensi khusus di antaranya ebola dan zika.
Virus ebola merupakan jenis virus yang menyebabkan demam berdarah (hemorhagic fever) dengan tingkat mortalitas lebih dari 90%. Wabah ini pertama kali ditemukan 40 tahun lalu dekat Sungai Ebola di Republik Demokratik Kongo.
Kemudian virus itu menyebar ke negara-negara Afrika Tengah lain seperti Gabon dan Kongo. Tak sampai di situ saja wabah juga menyebar ke negara Afrika bagian barat seperti Guyana, Liberia, Senegal hingga Pantai Gading.
Wabah itu juga menjangkiti Eropa dan Amerika. Di Eropa, ebola menjangkiti Italia, Inggris dan Spanyol. Masing-masing negara melaporkan adanya satu kasus saat wabah tersebut menyebar pada 2014-2016. Tak ada orang yang meninggal.
Sementara di AS kala itu dilaporkan ada empat kasus dan terkonfirmasi keempat-empatnya. Ebola menyebabkan satu kematian di AS. Total kematian yang tercatat kala itu mencapai 11.325 orang dari yang dilaporkan terjangkit sebanyak 28.625 orang. Kematian terbanyak dijumpai di negara-negara Afrika Barat.
Virus lain yang juga sempat menggemparkan dunia adalah zika. Virus ini ditransmisikan dari nyamuk jenis Aedes. Virus ini juga dapat ditransmisikan dari ibu hamil ke anaknya maupun melalui hubungan seksual tanpa pengaman.
Virus zika tak menyebabkan penyakit yang parah pada umumnya. Namun jika menginfeksi ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
Wabah penyakit akan terus berkembang dan menghantui manusia. Tindakan yang harus diambil bukan hanya tindakan kuratif saja. Di tengah masifnya pertumbuhan populasi dan perubahan iklim yang terjadi, tindakan preventif untuk mencegah merebaknya wabah mutlak diperlukan.
Menurut kajian IMF beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah penyakit dapat dilakukan dengan tiga langkah. Pertama dengan perbaikan sanitasi, penyediaan air bersih dan perbaikan infrastruktur urban. Kedua membangun sistem kesehatan nasional yang baik dan menyediakan nutrisi yang mencukupi untuk kebutuhan masyarakat.
Terakhir, meningkatkan pengawasan terhadap penyakit dan berkolaborasi dengan institusi kesehatan maupun elemen lainnya bahkan di tingkat
negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Panas! China Balas Kritik WHO soal Data Covid
Virus corona baru ditemukan akhir Desember 2019 ketika puluhan orang di Wuhan terserang penyakit mirip SARS tersebut. Dalam waktu singkat, di awal Januari, China melaporkan adanya 59 kasus dan 7 di antaranya tergolong ke dalam kasus serius.
Saat ini, dilaporkan sudah ada 300 orang yang terinfeksi virus ini di kota itu. Hal itu diungkapkan langsung oleh Zhao Xianwang selaku Wali Kota Wuhan.
Tak hanya China saja, virus ini juga sudah menjangkiti beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Thailand hingga AS. Karenanya, dunia kini meningkatkan pengawasan pada kedatangan asal China untuk mengantisipasi penyebaran virus.
Virus corona ini menyerang manusia dan menyebabkan penyakit dengan gejala demam, batuk, sesak nafas hingga pneumonia, yang berujung pada kematian.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus corona yang ditemukan di Wuhan ini merupakan jenis yang baru. Virus itu masih termasuk dalam kelompok yang sama dengan virus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang sempat jadi pandemi pada 2002 lalu.
SARS yang merebak 18 tahun lalu, juga berasal dari China. Namun wabah tersebut menyebar ke penjuru dunia dan menjadi pandemi pada 2002-2003.
Setidaknya ada 8.098 kasus dilaporkan, termasuk 774 orang meninggal, pada periode tersebut. Sejak 2004 kasus SARS tidak ditemukan lagi di dunia. Namun pada 2012, wabah mirip SARS kembali muncul, di semenanjung Arab.
Berbagai wabah telah berkali-kali menjangkiti planet bumi. Penyakit yang disebabkan oleh virus hingga parasit sempat menggemparkan dunia dan berdampak signifikan terhadap perekonomian.
Kajian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan bahwa kondisi saat ini sangatlah rentan dengan penyebaran wabah. Dampak ekonominya pun bukan main-main.
Menurut kajian IMF tersebut ongkos yang ditanggung akibat adanya pandemi flu hampir setara dengan ongkos akibat perubahan iklim. Nilai kerugian yang harus ditanggung mencapai US$ 570 miliar (Rp 7.787,45 triliun dengan kurs saat ini) tiap tahunnya. Sebagai perbandingan, angka tersebut lebih dari setengah output perekonomian Indonesia tahun 2018.
![]() |
Tak bisa dipungkiri dengan adanya wabah, ekonomi jadi terkena imbasnya. Ketika seseorang terkena penyakit maka produktivitas-nya menurun. Bayangkan jika penyakit ini menular dan orang yang terjangkit menjadi banyak. Akibatnya sekolah dan perkantoran jadi diliburkan. Kalau ini terjadi maka sektor transportasi dan perdagangan juga ikut terhambat.
Apalagi sekarang semua sudah serba terkoneksi. Adanya transportasi pesawat terbang memungkinkan orang untuk menjelajahi dunia dalam waktu singkat. Penerbangan paling jauh pun misal dari Indonesia ke AS membutuhkan waktu kurang dari 36 jam.
Hal ini menyebabkan wabah semakin cepat menyebar dan menyebabkan pandemi. Kalau sudah menyebar ke berbagai negara, maka sektor transportasi dan pariwisata juga tertekan karena kunjungan ke negara sumber wabah jadi menurun drastis.
Jika terus terjadi dampaknya juga akan dirasa di sektor perdagangan ekspor-impor. Bukan tak mungkin ada larangan pembelian barang dari negara yang sedang terkena wabah oleh negara lain sebagai upaya untuk mencegah wabah menyebar luas.
Jadi dampak ekonominya memang sangat signifikan dan tak bisa diremehkan. Dengan adanya isu perubahan iklim seperti sekarang membuat penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk, seperti zika, jadi mudah menyebar. Pertumbuhan populasi yang pesat juga turut memudahkan penyebaran penyakit terjadi.
Masalahnya masih ada berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh patogen dalam belum ditemukan obatnya. IMF menyebut setidaknya ada 9 jenis penyakit yang belum ada obatnya dan perlu penelitian lebih lanjut.
Penyakit yang disebabkan oleh virus corona masuk di dalamnya yaitu SARS dan MERS (yang menjangkiti Arab). Tak hanya itu, jenis penyakit lain yang juga membutuhkan atensi khusus di antaranya ebola dan zika.
![]() |
Virus ebola merupakan jenis virus yang menyebabkan demam berdarah (hemorhagic fever) dengan tingkat mortalitas lebih dari 90%. Wabah ini pertama kali ditemukan 40 tahun lalu dekat Sungai Ebola di Republik Demokratik Kongo.
Kemudian virus itu menyebar ke negara-negara Afrika Tengah lain seperti Gabon dan Kongo. Tak sampai di situ saja wabah juga menyebar ke negara Afrika bagian barat seperti Guyana, Liberia, Senegal hingga Pantai Gading.
Wabah itu juga menjangkiti Eropa dan Amerika. Di Eropa, ebola menjangkiti Italia, Inggris dan Spanyol. Masing-masing negara melaporkan adanya satu kasus saat wabah tersebut menyebar pada 2014-2016. Tak ada orang yang meninggal.
Sementara di AS kala itu dilaporkan ada empat kasus dan terkonfirmasi keempat-empatnya. Ebola menyebabkan satu kematian di AS. Total kematian yang tercatat kala itu mencapai 11.325 orang dari yang dilaporkan terjangkit sebanyak 28.625 orang. Kematian terbanyak dijumpai di negara-negara Afrika Barat.
![]() |
Virus lain yang juga sempat menggemparkan dunia adalah zika. Virus ini ditransmisikan dari nyamuk jenis Aedes. Virus ini juga dapat ditransmisikan dari ibu hamil ke anaknya maupun melalui hubungan seksual tanpa pengaman.
Virus zika tak menyebabkan penyakit yang parah pada umumnya. Namun jika menginfeksi ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
Wabah penyakit akan terus berkembang dan menghantui manusia. Tindakan yang harus diambil bukan hanya tindakan kuratif saja. Di tengah masifnya pertumbuhan populasi dan perubahan iklim yang terjadi, tindakan preventif untuk mencegah merebaknya wabah mutlak diperlukan.
Menurut kajian IMF beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah penyakit dapat dilakukan dengan tiga langkah. Pertama dengan perbaikan sanitasi, penyediaan air bersih dan perbaikan infrastruktur urban. Kedua membangun sistem kesehatan nasional yang baik dan menyediakan nutrisi yang mencukupi untuk kebutuhan masyarakat.
Terakhir, meningkatkan pengawasan terhadap penyakit dan berkolaborasi dengan institusi kesehatan maupun elemen lainnya bahkan di tingkat
negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Panas! China Balas Kritik WHO soal Data Covid
Most Popular