Cadangan Batu Bara RI Naik, Tapi Please Jangan Serakah....

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 January 2020 11:58
Cadangan Batu Bara RI Naik, Tapi Please Jangan Serakah....
Ilustrasi Batu Bara (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan batu bara terbesar dunia. Namun negara-negara dengan cadangan yang lebih besar justru lebih tidak 'serakah' ketimbang Indonesia.

Mengutip BP Statistical Review, cadangan batu bara Indonesia pada 2018 adalah 37 miliar ton. Naik 63,73% dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam periode 2010-2018, rata-rata pertumbuhan cadangan mencapai 153,67%.



Tambahan cadangan yang gila-gilaan itu sedikit banyak menunjukkan bahwa Indonesia begitu bernafsu memburu batu bara. Kalau cadangan batu bara terus diburu sehingga tidak ada yang baru, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESM) memperkirakan cadangan akan habis pada 2040.


Di Asia-Pasifik, Indonesia menempati urutan keempat negara dengan cadangan batu bara terbesar pada 2018. Posisi puncak ditempati oleh Australia (147,43 miliar ton), disusul oleh China (138,82 miliar ton), dan India (101,14 miliar ton).

Australia dan China juga mengalami pertumbuhan cadangan batu bara. Namun dengan laju yang jauh lebih lambat ketimbang Indonesia.

Pada 2010-2018, cadangan batu bara Australia rata-rata bertambah 10,98% per tahun. Pertumbuhan di China lebih rendah lagi yaitu 7,78% per tahun.



Selama periode 2007-2017, produksi batu bara Indonesia rata-rata tumbuh 7,8% per tahun. Di level Asia-Pasifik, hanya Jepang yang memproduksi lebih banyak (pertumbuhan rata-rata 20,3% per tahun). Sementara produksi Australia dan China rata-rata naik hanya 2,8% dan 2% per tahun.


Mau bagaimana lagi, Indonesia memang sangat bergantung terhadap batu bara. Komoditas ini merupakan andalan ekspor Indonesia.

Pada Januari-Oktober 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor batu bara bernilai US$ 15,85 miliar. Menyumbang 12,31% terhadap ekspor non-migas dan berada di peringkat pertama.

BPS

Situasi ini belum berubah dari tahun ke tahun. Indonesia masih terus mengandalkan batu bara sebagai andalan ekspor. Bahkan pada 2014 ekspor batu bara sempat menyumbang 14% dari total ekspor non-migas.



Jadi agar batu bara tidak dieksploitasi 'ugal-ugalan' ya Indonesia harus berubah. Jangan lagi menggantungkan hidup dari ekspor komoditas, harus 'naik kelas' menjadi manufaktur.


Kebetulan sedang ada momentum yang tepat yaitu penguatan nilai tukar rupiah. Mata uang Tanah Air memang bergerak melemah dalam dua hari perdagangan terakhir, tetapi sebenarnya masih dalam tren menguat.

Secara year-to-date, rupiah masih menguat 1,8% terhadap dolar AS. Rupiah belum tergoyahkan dari singgasana mata uang terbaik Asia, bahkan dunia.

"Menurut kami, ekonomi Indonesia tidak seperti yang dinilai khalayak yaitu nilai tukar mata uang yang kuat membuat ekspor menjadi kurang kompetitif dan sebaliknya. Rupiah yang lebih kuat malah meningkatkan ekspor produk manufaktur seperti mesin (HS 84) dan peralatan listrik (HS 85) dengan korelasi 0,61. Sebab ekspor manufaktur terkait erat dengan kebutuhan impor bahan baku dan barang modal," papar Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, dalam risetnya.

Hal senada dikemukakan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo. saat rupiah menguat, impor bahan baku/penolong dan barang modal akan lebih murah sehingga akan meningkatkan produktivitas manufaktur. Diharapkan ekspor manufaktur akan meningkat.

"Ekspor komoditas senangnya (rupiah) melemah, tetapi ekspor komoditas tidak terlalu sensitif dengan pelemahan rupiah. Lebih ke permintaan dan harga komoditas," kata Perry.

So, mampukah Indonesia memanfaatkan peluang ini?




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular