
Perjalanan Relawan CT Arsa ke Desa Terisolir di Bogor
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
18 January 2020 19:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Peristiwa longsor yang terjadi di Bogor pada awal tahun 2020 masih meninggalkan banyak pekerjaan rumah, baik untuk pemerintah daerah dan warga sekitar. Maka, sebagai upaya membantu para korban, CT Arsa Foundation melakukan kegiatan pendistribusian donasi di berbagai daerah terdampak.
CT Arsa Foundation bekerja sama dengan Transmedia mulai mendirikan posko induk utama di kawasan Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukmajaya, Bogor sejak Senin (13/1/2020). Lokasi posko berada tepat di lapangan besar di depan SMP Pasir Madang.
Nah, CNBC Indonesia berkesempatan untuk ikut dalam kegiatan pendistribusian donasi ke salah satu kampung yang masih terisolasi, yakni Kampung Ciberani pada Selasa (14/1/2020).
Bersama dengan 15 orang dari tim relawan CT Arsa, dan beberapa rekan media, perjalanan pendistribusian donasi mulai dilakukan sore. Adapun logistik yang dibawa berupa beras, mie instan, susu, perlengkapan bayi, barang-barang keperluan wanita, dan lainnya yang memiliki total 80 kilogram.
Pembawaan logistik dibagi menjadi empat bagian. Dua relawan membawa logistik dengan dua tas carrier, sisanya logistik dimasukan ke dalam karung dan dipanggul bergantian oleh sisa relawan lain.
"Dekat kok," ucap salah satu relawan kepada kami, sesaat sebelum memulai perjalanan.
Jika dilihat lewat Google Maps, memang perjalanan dari lokasi posko ke Kampung Ciberani hanya 4 menit jika mengendarai motor atau mobil, dan 21 menit dengan berjalan kaki. Namun nyatanya, kami harus menempuh 4 jam perjalanan untuk sampai ke sana.
Kami, beserta para relawan yang membawa logistik harus menuruni lembah sebagai jalan pintas, dan mendaki bukit-bukit untuk sampai ke lokasi. Medan yang dilalui pun cukup berat, karena banyaknya lumpur setinggi 5-10 cm dan bahkan ada yang setinggi betis orang dewasa.
Fokus dan keseimbangan tubuh menjadi hal yang sangat penting dalam perjalanan ini, sebab kami banyak melewati jalan dengan sisi kanan-kiri berupa jurang yang begitu dalam.
Dalam perjalanan tersebut, kami menemukan bekas longsor yang begitu parah, melihat batang-batang pohon yang tumpang tindih di bawah lembah, air tanah yang tidak berhenti mengalir, serta retakan-retakan yang cukup besar di jalan beraspal.
Walaupun begitu, sepanjang jalan kami disuguhkan oleh pemandangan terbaik ciptaan Tuhan. Cahaya matahari yang hangat, hamparan pohon hijau, serta kualitas udara yang segar. Ini semacam wisata bencana, namun bukan, tujuan kami melakukan perjalanan ini semata-mata untuk membantu distribusi logistik ke kampung yang masih terisolir.
Medan yang dilalui makin berat tatkala memasuki wilayah Kampung Ciberani. Kami harus menuruni jalan setapak beraspal yang cukup terjal. Sepanjang sisi kanan jalan tersebut, terdapat komplek kuburan warga lokal.
"Ini jalanannya baru banget selesai dibuat tahun lalu, Mbak," ucap salah satu warga yang ikut membantu pendistribusian logistik kepada CNBC Indonesia.
Jalan setapak beraspal tersebut bukan jalan utama menuju Kampung Ciberani. Jalan tersebut merupakan jalan alternatif keluar dari kampung, dan juga untuk memudahkan warga berkunjung atau nyekar ke komplek kuburan tersebut.
Sesampainya di bawah, medan yang harus dilalui masih berat. Kami harus menyeberang dengan melewati tumpukan bambu yang dijejerkan sedemikian rupa. Gunanya agar kaki tidak terjeblos ke dalam lumpur setinggi betis orang dewasa.
Tak sampai di situ, kami juga masih harus melewati jalanan kecil dengan sisi jurang untuk bisa sampai di Kampung Ciberani. Setelah perjalanan 4 jam, sampai lah kami di kampung Ciberani yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 301 orang.
Keadaan Ciberani bisa dikatakan parah, sebab longsornya mengelilingi kampung alias semua akses masuk dan keluar terputus. Akibat peristiwa tersebut, listrik pun terputus dan warga harus hidup dalam kegelapan.
Hanya baru ada satu genset yang dapat digunakan, itupun hanya untuk menerangi posko dan rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat mengungsi dan dapur darurat.
Menurut data yang dihimpun CNBC Indonesia, Kampung Ciberani memiliki jumlah 218 rumah keseluruhan, dengan rumah rusak berat sebanyak 24 rumah, rumah rusak ringan 4 rumah, dan yang terdampak bencana sebanyak 190 rumah.
Dengan data tersebut, orang akan membayangkan warga yang terkena bencana akan bersedih, tetapi tidak. Kedatangan kami disambut oleh senyuman dan kehangatan warga. Anak-anak bahkan terlihat masih aktif bermain.
Ajaibnya, rasa lelah yang kami rasakan selama 4 jam perjalanan, menguap begitu melihat tawa dan senyuman warga, terutama dari anak-anak tersebut.
Sesampainya di posko Ciberani, kelompok relawan CT Arsa langsung memberikan dan mendata logistik yang dibawa. Kemudian kami beristirahat sejenak sembari menunggu adzan Maghrib untuk melakukan perjalanan kembali ke posko utama.
Namun sebelum kami pulang, ternyata warga menyediakan makan malam berupa nasi, ikan asin, sayur asem, dengan mentimun dan kerupuk. Kami diminta untuk makan malam guna mengisi tenaga sebelum pulang.
Setelah selesai makan malam, kami izin pamit dengan warga yang masih berada di posko. Perjalanan pulang ke posko utama terbilang cukup singkat, sekitar 2 jam. Medan yang dilalui masih sama seperti tadi, bedanya hanya tidak ada penerangan dari alam.
Selepas perjalanan ini, lusanya pada Kamis (16/1/2020), sebanyak 12 orang relawan CT Arsa kembali melakukan perjalanan ke Kampung Ciberani dengan membawa tiga genset, 400 meter kabel, 60 lampu, bensin Pertalite 40 liter, dan sisa logistik sembako.
Dalam perjalanan menuju Kampung Ciberani saat itu, kami bertemu dengan beberapa warga. Salah satunya adalah pasutri Lia dan Ajuk serta anak perempuannya. Keluarga kecil itu ingin kembali ke Kampung Ciberani karena anaknya tidak tahan tinggal di pengungsian di daerah Ciputih.
"Ini anak nangis mau pulang terus, takut juga makanya nangis terus," ujar Ajuk, dengan anak perempuannya yang masih berusia sekitar 4 tahun, duduk di atas punggung Ajuk.
Selain berpapasan dengan Lia dan Ajuk, kami juga bertemu dengan bapak anak Anan dan Atina yang pergi ke arah sebaliknya. Anan menuturkan bahwa ia sedang mengantarkan anaknya, Atina yang masih berusia 15 tahun ke pengungsian agar dapat bersekolah esok harinya.
"Mau cari tempat pengungsian karena sudah dua minggu tidak sekolah," ujar Atina yang saat ini masih duduk dibangku kelas 10 SMA.
Atina yang saat ini masih berusia 15 tahun menuturkan bahwa masih banyak teman-teman sebayanya yang belum bersekolah kembali pasca longsor. "Ini jadi jalan satu-satunya menuju kesana. Memang sulit banget sampai kaki sakit, tapi cuma ini satu-satunya jalan ke sekolah," tambahnya.
Selain mereka, masih banyak warga, khususnya warga laki-laki yang pulang-pergi ke posko utama dan kembali ke kampungnya yang masih terisolir untuk membawa kebutuhan mereka. Di tengah-tengah perjalanan, kami bertemu dengan sekelompok bapak-bapak yang kemudian membantu membawakan sembako yang relawan bawa.
Saat pulang dari Kampung Ciberani pun, ada dua warga laki-laki yang mengawal perjalanan kembali kami. Salah satunya menyeletuk ingin kembali ke posko utama karena rindu dengan istri dan anaknya.
Selain pendistribusian donasi, CT Arsa Foundation juga melakukan kegiatan dukungan psikososial kepada anak-anak korban longsor di posko utama. CT Arsa Foundation merupakan yayasan sosial non-profit yang didirikan oleh Chairul Tanjung dan Anita Ratnasari Tanjung sejak tahun 2005.
CT Arsa Foundation membuka bantuan sebesar-besarnya berupa tenaga, dana maupun barang kebutuhan para korban longsor. Donasi dapat ditransfer melalui nomor rekening 01.074.00.11.42100.0 Bank Mega a/n Yayasan CT Arsa Foundation. Untuk informasi lebih lanjut, calon donatur bisa menghubungi narahubung 082308239898 (Elsa).
(hps/hps) Next Article Jokowi 'Blusukan' ke Pusat Bibit Rumpin, Target 16 Juta Pohon
CT Arsa Foundation bekerja sama dengan Transmedia mulai mendirikan posko induk utama di kawasan Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukmajaya, Bogor sejak Senin (13/1/2020). Lokasi posko berada tepat di lapangan besar di depan SMP Pasir Madang.
Nah, CNBC Indonesia berkesempatan untuk ikut dalam kegiatan pendistribusian donasi ke salah satu kampung yang masih terisolasi, yakni Kampung Ciberani pada Selasa (14/1/2020).
Pembawaan logistik dibagi menjadi empat bagian. Dua relawan membawa logistik dengan dua tas carrier, sisanya logistik dimasukan ke dalam karung dan dipanggul bergantian oleh sisa relawan lain.
"Dekat kok," ucap salah satu relawan kepada kami, sesaat sebelum memulai perjalanan.
![]() |
Jika dilihat lewat Google Maps, memang perjalanan dari lokasi posko ke Kampung Ciberani hanya 4 menit jika mengendarai motor atau mobil, dan 21 menit dengan berjalan kaki. Namun nyatanya, kami harus menempuh 4 jam perjalanan untuk sampai ke sana.
Kami, beserta para relawan yang membawa logistik harus menuruni lembah sebagai jalan pintas, dan mendaki bukit-bukit untuk sampai ke lokasi. Medan yang dilalui pun cukup berat, karena banyaknya lumpur setinggi 5-10 cm dan bahkan ada yang setinggi betis orang dewasa.
Fokus dan keseimbangan tubuh menjadi hal yang sangat penting dalam perjalanan ini, sebab kami banyak melewati jalan dengan sisi kanan-kiri berupa jurang yang begitu dalam.
Dalam perjalanan tersebut, kami menemukan bekas longsor yang begitu parah, melihat batang-batang pohon yang tumpang tindih di bawah lembah, air tanah yang tidak berhenti mengalir, serta retakan-retakan yang cukup besar di jalan beraspal.
Walaupun begitu, sepanjang jalan kami disuguhkan oleh pemandangan terbaik ciptaan Tuhan. Cahaya matahari yang hangat, hamparan pohon hijau, serta kualitas udara yang segar. Ini semacam wisata bencana, namun bukan, tujuan kami melakukan perjalanan ini semata-mata untuk membantu distribusi logistik ke kampung yang masih terisolir.
Medan yang dilalui makin berat tatkala memasuki wilayah Kampung Ciberani. Kami harus menuruni jalan setapak beraspal yang cukup terjal. Sepanjang sisi kanan jalan tersebut, terdapat komplek kuburan warga lokal.
"Ini jalanannya baru banget selesai dibuat tahun lalu, Mbak," ucap salah satu warga yang ikut membantu pendistribusian logistik kepada CNBC Indonesia.
Jalan setapak beraspal tersebut bukan jalan utama menuju Kampung Ciberani. Jalan tersebut merupakan jalan alternatif keluar dari kampung, dan juga untuk memudahkan warga berkunjung atau nyekar ke komplek kuburan tersebut.
Sesampainya di bawah, medan yang harus dilalui masih berat. Kami harus menyeberang dengan melewati tumpukan bambu yang dijejerkan sedemikian rupa. Gunanya agar kaki tidak terjeblos ke dalam lumpur setinggi betis orang dewasa.
Tak sampai di situ, kami juga masih harus melewati jalanan kecil dengan sisi jurang untuk bisa sampai di Kampung Ciberani. Setelah perjalanan 4 jam, sampai lah kami di kampung Ciberani yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 301 orang.
Keadaan Ciberani bisa dikatakan parah, sebab longsornya mengelilingi kampung alias semua akses masuk dan keluar terputus. Akibat peristiwa tersebut, listrik pun terputus dan warga harus hidup dalam kegelapan.
Hanya baru ada satu genset yang dapat digunakan, itupun hanya untuk menerangi posko dan rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat mengungsi dan dapur darurat.
![]() |
Menurut data yang dihimpun CNBC Indonesia, Kampung Ciberani memiliki jumlah 218 rumah keseluruhan, dengan rumah rusak berat sebanyak 24 rumah, rumah rusak ringan 4 rumah, dan yang terdampak bencana sebanyak 190 rumah.
Dengan data tersebut, orang akan membayangkan warga yang terkena bencana akan bersedih, tetapi tidak. Kedatangan kami disambut oleh senyuman dan kehangatan warga. Anak-anak bahkan terlihat masih aktif bermain.
Ajaibnya, rasa lelah yang kami rasakan selama 4 jam perjalanan, menguap begitu melihat tawa dan senyuman warga, terutama dari anak-anak tersebut.
Sesampainya di posko Ciberani, kelompok relawan CT Arsa langsung memberikan dan mendata logistik yang dibawa. Kemudian kami beristirahat sejenak sembari menunggu adzan Maghrib untuk melakukan perjalanan kembali ke posko utama.
Namun sebelum kami pulang, ternyata warga menyediakan makan malam berupa nasi, ikan asin, sayur asem, dengan mentimun dan kerupuk. Kami diminta untuk makan malam guna mengisi tenaga sebelum pulang.
Setelah selesai makan malam, kami izin pamit dengan warga yang masih berada di posko. Perjalanan pulang ke posko utama terbilang cukup singkat, sekitar 2 jam. Medan yang dilalui masih sama seperti tadi, bedanya hanya tidak ada penerangan dari alam.
Selepas perjalanan ini, lusanya pada Kamis (16/1/2020), sebanyak 12 orang relawan CT Arsa kembali melakukan perjalanan ke Kampung Ciberani dengan membawa tiga genset, 400 meter kabel, 60 lampu, bensin Pertalite 40 liter, dan sisa logistik sembako.
Dalam perjalanan menuju Kampung Ciberani saat itu, kami bertemu dengan beberapa warga. Salah satunya adalah pasutri Lia dan Ajuk serta anak perempuannya. Keluarga kecil itu ingin kembali ke Kampung Ciberani karena anaknya tidak tahan tinggal di pengungsian di daerah Ciputih.
"Ini anak nangis mau pulang terus, takut juga makanya nangis terus," ujar Ajuk, dengan anak perempuannya yang masih berusia sekitar 4 tahun, duduk di atas punggung Ajuk.
Selain berpapasan dengan Lia dan Ajuk, kami juga bertemu dengan bapak anak Anan dan Atina yang pergi ke arah sebaliknya. Anan menuturkan bahwa ia sedang mengantarkan anaknya, Atina yang masih berusia 15 tahun ke pengungsian agar dapat bersekolah esok harinya.
"Mau cari tempat pengungsian karena sudah dua minggu tidak sekolah," ujar Atina yang saat ini masih duduk dibangku kelas 10 SMA.
Atina yang saat ini masih berusia 15 tahun menuturkan bahwa masih banyak teman-teman sebayanya yang belum bersekolah kembali pasca longsor. "Ini jadi jalan satu-satunya menuju kesana. Memang sulit banget sampai kaki sakit, tapi cuma ini satu-satunya jalan ke sekolah," tambahnya.
![]() |
Selain mereka, masih banyak warga, khususnya warga laki-laki yang pulang-pergi ke posko utama dan kembali ke kampungnya yang masih terisolir untuk membawa kebutuhan mereka. Di tengah-tengah perjalanan, kami bertemu dengan sekelompok bapak-bapak yang kemudian membantu membawakan sembako yang relawan bawa.
Saat pulang dari Kampung Ciberani pun, ada dua warga laki-laki yang mengawal perjalanan kembali kami. Salah satunya menyeletuk ingin kembali ke posko utama karena rindu dengan istri dan anaknya.
Selain pendistribusian donasi, CT Arsa Foundation juga melakukan kegiatan dukungan psikososial kepada anak-anak korban longsor di posko utama. CT Arsa Foundation merupakan yayasan sosial non-profit yang didirikan oleh Chairul Tanjung dan Anita Ratnasari Tanjung sejak tahun 2005.
CT Arsa Foundation membuka bantuan sebesar-besarnya berupa tenaga, dana maupun barang kebutuhan para korban longsor. Donasi dapat ditransfer melalui nomor rekening 01.074.00.11.42100.0 Bank Mega a/n Yayasan CT Arsa Foundation. Untuk informasi lebih lanjut, calon donatur bisa menghubungi narahubung 082308239898 (Elsa).
(hps/hps) Next Article Jokowi 'Blusukan' ke Pusat Bibit Rumpin, Target 16 Juta Pohon
Most Popular