Isu Korupsi Rp 10 T, Pengawasan Asabri Bukan di OJK

Monica Wareza, CNBC Indonesia
13 January 2020 13:43
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan pengawasan terhadap asuransi sosial PT Asabri (Persero) tak dilakukan oleh pihaknya.
Foto: Ilustrasi Gedung Asabri (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan pengawasan terhadap asuransi sosial PT Asabri (Persero) tak dilakukan oleh pihaknya. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102 Tahun 2015.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya tak termasuk dalam lembaga dan kementerian yang ikut mengawasi Asabri. Namun demikian, OJK tetap melakukan koordinasi untuk menyelesaikan masalah tersebut kendati tak dapat memberikan rekomendasi apapun.

"Ini ditunggu saja, tentunya sedang kita bekerja bersama lembaga terkait yang mengawasi Asabri. Jadi, ini ada PP yang melakukan pengawasan eksternalnya dilakukan oleh beberapa instansi, OJK tidak termasuk dalam melakukan pengawasan sebagai pengawas eksternalnya Asabri," kata Wimboh di Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Berdasarkan PP Nomor 102, disebutkan dalam pasal 54 bahwa pengawasan Asabri dilakukan baik secara internal maupun eksternal.



Adapun pengawasan eksternal asuransi ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertahanan, Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri dan TNI; Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta auditor independen.

Perlu diketahui, dugaan korupsi di perusahaan yang mengelola dana proteksi finansial bagi prajurit TNI, anggota Polri dan PNS Kementerian Pertahanan ini mencapai Rp 10 triliun.

Dari kompilasi 15 data saham Asabri yang sahamnya sempat dimiliki periode Desember 2018 hingga Desember 2019, nilai investasi Asabri di 12 perusahaan berpotensi turun hingga mencapai Rp 7,47 triliun (80,23%) yaitu menjadi Rp 1,84 triliun dari awal penghitungan Rp 9,31 triliun.

Ke-12 perusahaan yang sempat dimiliki Asabri adalah PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Indofarma Tbk (INAF), PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL), PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR), dan PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE).



Perusahaan lain adalah PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT SMR Utama Tbk (SMRU), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU), dan PT Island Concepts Indonesia Tbk (ICON).

Saham-saham tersebut sering mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi tanpa disertai fundamental yang jelas. Otoritas bursa bursa pun pernah memasukkan saham tersebut ke dalam deretan saham berkategori tidak wajar atau Unusual Market Activity (UMA).

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, hanya empat saham yang pergerakan sahamnya tidak pernah mendapat predikat tidak wajar dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni: BBYB, MYRX, HRTA, dan SDMU.

Sedangkan 8 kode saham lainnya pernah masuk list UMA yakni: IIKP, INAF, NIKL, PCAR, FIRE, SMRU, KEAF, dan ICON. Dengan demikian sebagian besar saham-saham tersebut pernah bergerak tidak wajar dan berpotensi dilabeli saham gorengan.



[Gambas:Video CNBC]




(dru) Next Article Tok! Begini Nasib Barang Sitaan Korupsi Asabri & Jiwasraya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular