
Eksklusif
Jangan Nyinyir! Ekonomi RI Kuat, Ini Pengakuan Sri Mulyani
Lidya Julita S & Pangeran Punce, CNBC Indonesia
13 January 2020 11:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia harus berbesar hati saat ekonominya tumbuh stabil di atas 5%. Pasalnya ekonomi global masih diterjang 'tsunami' yang cukup parah efeknya.
Kepada CNBC Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bicara soal dahsyatnya gejolak ekonomi global dan kemampuan Indonesia yang bertahan.
"Kalau kita lihat tahun 2019 yang baru saja kita tutup memang ciri khas dari tahun 2019 selain ketidakpastian yang terus berlangsung sejak tahun-tahun sebelumnya kita juga lihat bahwa imbas dari pelemahan ekonomi global sudah masuk ke Indonesia. Itu imbasnya bisa mulai masuk dari jalur keuangan, jalur capital inflow dan juga dari jalur sentimen," ungkapnya saat wawancara di Kantornya, Senin (13/1/2020).
Sri Mulyani mengungkapkan, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China membuat banyak pihak melakukan revisi dari proyeksi ekonomi dunia. Untuk tahun 2019 itu adalah pertumbuhan paling lemah dari global trade.
"Dan juga dari sisi global economy growth itu revisinya 5 kali dan sekarang pertumbuhannya mirip dengan Global financial Crisis. Nah oleh karena itu kita lihat dalam ekonomi Indonesia para pembayar pajak terutama korporasi juga mengalami imbas," tegasnya.
"Itu terlihat sekali sangat nyata dari pertama, impor barang modal dan bahan baku, walaupun kita impor naik menyebabkan trade balance maupun CAD kita mengalami kenaikan, namun itu menyebabkan juga kenaikan atau peningkatan terhadap atau penurunan terhadap kemungkinan produksi dari sektor manufaktur."
Sektor manufaktur, sambung Mantan Managing Director dan COO World Bank ini, terkena tekanan yang cukup besar baik untuk produksi dalam negeri maupun untuk ekspor. Sektor komoditas juga mengalami tekanan yang sangat besar, baik dari sisi harga karena ekonomi dunia melemah dan harga menurun maupun dari volume ekspornya.
"Untuk sektor komoditas ini untuk Indonesia tiga pukulan sebetulnya, harganya turun, ekspornya turun dan rupiah yang menguat dibandingkan asumsi APBN. Ini menyebabkan penerimaan dalam Rupiah kita dan dalam bentuk pajak kita menurun. Inilah yang menjadi bahan baku kita untuk membuat apa yang harus kita hadapi di tahun 2020," paparnya.
Kinerja APBN yang solid di 2019 di tengah gejolak ekonomi global menjadi salah satu kunci bertahannya ekonomi Indonesia di 5%. APBN menurut Sri Mulyani jadi tools untuk Indonesia tetap kuat.
"Pertama tentu APBN adalah tools atau alat, seperti saya sudah sebutkan instrumen untuk mendukung prioritas pembangunan Indonesia dan prioritas pembangunan seperti yang sudah disampaikan Presiden Jokowi adalah membangun SDM, membangun infrastruktur, transformasi ekonomi, birokrasi reform supaya lebih efisien dan simple regulation. Jadi, lima prioritas inilah yang harus ditopang oleh strategi APBN kita sebagai instrumen fiskal yang penting," terangnya.
Jika melihat penerimaan, Sri Mulyani menggarisbawahi penerimaan untuk pajak 2019. Yang positif adalah PPh 21 yang merupakan PPh karyawan itu masih tumbuh mendekati di atas 10%.
"Ini is a very healthy, disaat growth kita hanya sekitar 5%, inflasi kita di bawah 3%, namun PPh21 tumbuhnya diatas 10%, berarti karyawan kita penerima upah dan gaji masih baik," katanya.
Secara keseluruhan 2019, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu melambat hanya 5,05%. Angka itu di bawah target pertumbuhan ekonomi 2019 yang sebesar 5,3% dan realisasi 2018 lalu sebesar 5,17%.
"Dari kondisi itu pada 2019 lingkungan makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berubah dari target 5,3% mungkin realisasi 5,05%," kata Sri Mulyani.
(dru/dru) Next Article Sri Mulyani: Ketidakpastian Terus Muncul, Waspada!
Kepada CNBC Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bicara soal dahsyatnya gejolak ekonomi global dan kemampuan Indonesia yang bertahan.
"Kalau kita lihat tahun 2019 yang baru saja kita tutup memang ciri khas dari tahun 2019 selain ketidakpastian yang terus berlangsung sejak tahun-tahun sebelumnya kita juga lihat bahwa imbas dari pelemahan ekonomi global sudah masuk ke Indonesia. Itu imbasnya bisa mulai masuk dari jalur keuangan, jalur capital inflow dan juga dari jalur sentimen," ungkapnya saat wawancara di Kantornya, Senin (13/1/2020).
![]() |
"Dan juga dari sisi global economy growth itu revisinya 5 kali dan sekarang pertumbuhannya mirip dengan Global financial Crisis. Nah oleh karena itu kita lihat dalam ekonomi Indonesia para pembayar pajak terutama korporasi juga mengalami imbas," tegasnya.
"Itu terlihat sekali sangat nyata dari pertama, impor barang modal dan bahan baku, walaupun kita impor naik menyebabkan trade balance maupun CAD kita mengalami kenaikan, namun itu menyebabkan juga kenaikan atau peningkatan terhadap atau penurunan terhadap kemungkinan produksi dari sektor manufaktur."
Sektor manufaktur, sambung Mantan Managing Director dan COO World Bank ini, terkena tekanan yang cukup besar baik untuk produksi dalam negeri maupun untuk ekspor. Sektor komoditas juga mengalami tekanan yang sangat besar, baik dari sisi harga karena ekonomi dunia melemah dan harga menurun maupun dari volume ekspornya.
"Untuk sektor komoditas ini untuk Indonesia tiga pukulan sebetulnya, harganya turun, ekspornya turun dan rupiah yang menguat dibandingkan asumsi APBN. Ini menyebabkan penerimaan dalam Rupiah kita dan dalam bentuk pajak kita menurun. Inilah yang menjadi bahan baku kita untuk membuat apa yang harus kita hadapi di tahun 2020," paparnya.
Kinerja APBN yang solid di 2019 di tengah gejolak ekonomi global menjadi salah satu kunci bertahannya ekonomi Indonesia di 5%. APBN menurut Sri Mulyani jadi tools untuk Indonesia tetap kuat.
"Pertama tentu APBN adalah tools atau alat, seperti saya sudah sebutkan instrumen untuk mendukung prioritas pembangunan Indonesia dan prioritas pembangunan seperti yang sudah disampaikan Presiden Jokowi adalah membangun SDM, membangun infrastruktur, transformasi ekonomi, birokrasi reform supaya lebih efisien dan simple regulation. Jadi, lima prioritas inilah yang harus ditopang oleh strategi APBN kita sebagai instrumen fiskal yang penting," terangnya.
Jika melihat penerimaan, Sri Mulyani menggarisbawahi penerimaan untuk pajak 2019. Yang positif adalah PPh 21 yang merupakan PPh karyawan itu masih tumbuh mendekati di atas 10%.
"Ini is a very healthy, disaat growth kita hanya sekitar 5%, inflasi kita di bawah 3%, namun PPh21 tumbuhnya diatas 10%, berarti karyawan kita penerima upah dan gaji masih baik," katanya.
Secara keseluruhan 2019, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu melambat hanya 5,05%. Angka itu di bawah target pertumbuhan ekonomi 2019 yang sebesar 5,3% dan realisasi 2018 lalu sebesar 5,17%.
"Dari kondisi itu pada 2019 lingkungan makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berubah dari target 5,3% mungkin realisasi 5,05%," kata Sri Mulyani.
(dru/dru) Next Article Sri Mulyani: Ketidakpastian Terus Muncul, Waspada!
Most Popular