
BI: Dampak Konflik AS-Iran ke RI Jangka Pendek
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
10 January 2020 14:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menyatakan meningkatnya konflik geopolitik antara Amerika Serikat dengan Iran hanya berpengaruh dalam jangka pendek ke Indonesia. Tekanan tersebut tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi makro ekonomi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, ada beberapa alasan kenapa dampak meningkatnya ketegangan gepolitik AS-Iran tidak terlalu berdampak. Pertama, dari nilai tukar Rupiah yang bergerak menguat sesuai dengan mekanisme pasar.
"Kami tidak melihat dampak secara signifikan terhadap kondisi makro ekonomi, stabilitas eksternal dan nilai tukar Rupiah," kata Perry Warjiyo di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (10/1/2020).
Tidak hanya itu, lanjut Perry, premi risiko credit default swap (CDS) juga tetap terjaga rendah di level 61,3 basis poin dan ada kecenderungan premis risiko terus menurun.
Bila pun ada tekanan di pasar keuangan, kata Perry, hal itu hanya memberikan pengaruh dalam jangka pendek. "Jangak pendek risiko geopolitik pengaruh, tapi secara fundamental kami pandang tidak pengaruh besar," jelasnya lagi.
Meski demikian, otoritas moneter akan terus memantau perkembangan global. Salah satunya, yang sedang ditunggu-tunggu pelaku pasar adalah negosiasi perdagangan fase pertama antara Amerika Serikat dengan China yang akan diteken dalam waktu dekat ini.
Perry melanjutkan, kesepakatan itu akan memberikan persepsi yang positif bagi perekonomian global.
"Itu memberikan persepsi positif, bahwa ekonomi dunia tahun ini tumbuh sekitar 3%-3,1% meningkat dari 2,9%," ungkapnya lagi.
Dengan demikian, katalis positif tersebut juga memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor, mendukung pertumbuhan ekonomi dan mendorong aliran modal asing masuk.
(dru) Next Article RI Lakukan 'Capital Control' Pakai Perppu? BI: Tidak Benar!
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, ada beberapa alasan kenapa dampak meningkatnya ketegangan gepolitik AS-Iran tidak terlalu berdampak. Pertama, dari nilai tukar Rupiah yang bergerak menguat sesuai dengan mekanisme pasar.
"Kami tidak melihat dampak secara signifikan terhadap kondisi makro ekonomi, stabilitas eksternal dan nilai tukar Rupiah," kata Perry Warjiyo di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (10/1/2020).
Meski demikian, otoritas moneter akan terus memantau perkembangan global. Salah satunya, yang sedang ditunggu-tunggu pelaku pasar adalah negosiasi perdagangan fase pertama antara Amerika Serikat dengan China yang akan diteken dalam waktu dekat ini.
Perry melanjutkan, kesepakatan itu akan memberikan persepsi yang positif bagi perekonomian global.
"Itu memberikan persepsi positif, bahwa ekonomi dunia tahun ini tumbuh sekitar 3%-3,1% meningkat dari 2,9%," ungkapnya lagi.
Dengan demikian, katalis positif tersebut juga memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor, mendukung pertumbuhan ekonomi dan mendorong aliran modal asing masuk.
(dru) Next Article RI Lakukan 'Capital Control' Pakai Perppu? BI: Tidak Benar!
Most Popular