
Jadi Jawara, Ini Resep Ekonomi China yang Perlu Ditiru RI
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 December 2019 16:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat ini dunia sedang menyorot China sebagai raksasa ekonomi planet bumi yang menantang hegemoni Paman Sam. Transformasi ekonomi Negeri Panda yang dilakukan kurang lebih empat dekade terakhir telah membuat Tiongkok jadi ekonomi terbesar kedua di dunia seperti sekarang ini.
Dunia mengenal China dengan berbagai produk teknologinya yang murah sehingga mampu bersaing dengan Jepang dan Amerika. Sebut saja merek HP Xiaomi. Sejak 2013, merek yang terkenal dengan harga miringnya tersebut mampu mengambil hati para pengguna smartphone global.
Xiaomi berhasil jadi penantang baru merek-merek terkemuka seperti Samsung dan Apple. Berdasarkan dataStatista, pada kuartal 2 tahun 2013, pangsa pasarXiaomi hanya 2,1% saja. Kini pangsapasarnya hampir 10%. Sungguh pesat kan pertumbuhannya?
Popularitas China semakin naik ketika negara yang dihuni oleh 1,4 miliar penduduk itu terlibat perang dagang dengan Amerika Serikat. Dalam kurun waktu 18 bulan terakhir berbagai aksi retaliasi penerapan bea masuk terhadap berbagai produk impor bernilai ratusan miliar dolar dilakukan oleh kedua belah pihak.
Dari sudut pandang AS, Presiden Donald Trump menuduh China melakukan praktik dagang yang curang dan mencuri hak atas kekayaan intelektual. Sementara Tiongkok menganggap AS berusaha mengurangi kekuatan China sebagai kekuatan ekonomi baru di kancah global.
Apa pun alasannya, keberhasilan China dalam membangun perekonomiannya perlu diacungi jempol. Pasalnya, tiga puluh tahun lalu China belumlah menjadi raksasa seperti sekarang ini. Pada tahun 1980-an, Shang Hai dan Beijing masih bisa dibilang sebagai kota yang kumuh.
Orang-orang yang tinggal di Beijing dan Shang Hai tak semuanya memiliki perabot rumah tangga dasar seperti TV, mesin cuci dan fasilitas air panas. Namun sekarang kota-kota tersebut menjelma menjadi kota megapolitan dengan teknologi canggih.
Kini jika berkunjung ke berbagai kota di China, turis dipermudah dengan adanya metode pembayaran elektronik untuk berbagai macam transaksi, mulai dari berbelanja, memesan tiket pesawat hingga bayar parkir. Canggih bukan?
Transformasi ekonomi jadi kunci utama keberhasilan China memoles wajahnya. Kesuksesan China ini berawal diawali dengan serangkaian reformasi ekonomi di era Deng Xiaoping (1978-1989). Reformasi telah membawa perekonomian China yang dulu terisolasi menjadi lebih terbuka. Semenjak saat itu ekonomi China tumbuh 10% rata-rata per tahun.
Laju pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat tersebut membuat China berhasil menyalip Jepang pada 2010. Setelah berhasil menggeser Negeri Sakura pada 2010, sampai saat ini China masih bertengger sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Bahkan beberapa ekonom meramal China akan mengungguli rivalnya yaitu AS pada 2030 jika laju pertumbuhan ekonomi China terus menerus fantastis.
Kebangkitan ekonomi China tak terlepas dari industrialisasi dalam empat dekade terakhir serta peranannya dalam aktivitas perdagangan dan investasi. China memiliki jaringan pabrik yang luas dan memproduksi berbagai macam barang mulai dari mainan hingga ponsel pintar. Karenanya China dijuluki sebagai pusat manufaktur alias pabriknya dunia.
Masuknya China ke organisasi perdagangan dunia (WTO) pada 2001 semakin mengukuhkan posisi China sebagai bagian dari pusat manufaktur dan perdagangan dunia. Menurut studi yang dilakukan oleh lembaga konsultan manajemen globalMcKinsey yang menganalisis 186 negara, China menjadi destinasi ekspor terbesar 33 negara dan sumber impor terbesar bagi 65 negara.
Kendaraan lain yang membuat China semakin kuat posisinya adalah investasi. China terus tumbuh dan menjadi salah satu pemain global dalam aliran investasi. Dalam periode 2015-2017, China telah menjadi sumber investasi terbesar kedua di dunia dan menjadi penerima aliran investasi terbesar kedua di dunia, menurut McKinsey.
Di tengah kondisi global yang berubah karena perkembangan teknologi, China juga semakin memantapkan posisinya dengan ambil andil sebagai pemain di sektor tersebut. Raksasa-raksasa teknologi China telah berperan dalam mengubah kehidupan umat manusia.Contoh nyatanya adalah produk ponsel pintar sepertu Xiaomi, Huawei, OPPO dan Vivo hingga perusahaan e-commerce Alibaba.
Kesuksesan China harusnya jadi inspirasi negara berkembang lain. Indonesia salah satunya. Berkaca dari China industrialisasi memainkan peranan penting. Secara struktural ekonomi Indonesia saat ini bertumpu pada sektor manufaktur dengan kontribusi hingga 19%. Pertumbuhan sektor manufaktur harus perlu digenjot jika ingin pertumbuhan ekonomi RI melesat dan tak hanya mentok di angka 5%.
Lantas sektor industri apa yang perlu digerakkan? Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Apa yang Indonesia tak punya? Bisa dikatakan kita hampir punya segalanya mulai dari sumber daya alam di sektor pertanian maupun pertambangan.
Saking kayanya sampai-sampai Koes Plus menuliskannya dalam lirik lagu kolam susu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Jadi hilirisasi industri produk pertanian dan pertambangan mutlak diperlukan. Karena sektor manufaktur memberikan manfaat langsung terhadap perekonomian dan menyerap banyak tenaga kerja (padat karya).
Untuk mewujudkannya, pemerintah masih punya seabrek PR. Pertama adalah menyediakan iklim investasi yang kondusif. Artinya memberikan kemudahan bagi berbagai pihak yang ingin berinvestasi di Indonesia. Pemangkasan birokrasi yang berbelit-belit serta memberikan kepastian hukum adalah kunci utamanya.
Poin kedua adalah menarik investasi ke sektor padat karya. Menurut data BKPM, investasi saat ini lebih banyak mengalir ke sektor tersier yaitu seperti perdagangan dan jasa yang notabene padat modal. Ke depan pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang mampu mendorong investasi ke sektor manufaktur sehingga serapan tenaga kerja dapat lebih banyak dan dampak ke sektor real lebih terasa.
Ketiga adalah pembangunan infrastruktur. Indonesia dinilai kurang kompetitif karena masalah infrastruktur terutama terkait konektivitas yang masih rendah. Sehingga biaya logistik menjadi mahal. Soal infrastruktur memang sudah terlihat adanya kemajuan.
Keempat tentu adalah sinkronisasi kebijakan di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan. Kebijakan ini sebisa mungkin dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia. Saat ini produktivitas tenaga kerja Indonesia masih lebih rendah dibanding negara-negara tetangga.
Well, tahun 2019 akan segera berakhir. Kalender baru 2020 sudah banyak disebar. Tentu kita semua berharap ekonomi Indonesia tahun depan dapat bangkit. Ke depan kita semua juga berharap bahwa apa yang didengungkan selama ini bahwa Indonesia akan jadi raksasa ekonomi dunia pada 2045 akan terwujud. Semoga....Amiiinnn....
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Duh, Pemerintah China Investigasi Alibaba, Ada Apa?
Dunia mengenal China dengan berbagai produk teknologinya yang murah sehingga mampu bersaing dengan Jepang dan Amerika. Sebut saja merek HP Xiaomi. Sejak 2013, merek yang terkenal dengan harga miringnya tersebut mampu mengambil hati para pengguna smartphone global.
Xiaomi berhasil jadi penantang baru merek-merek terkemuka seperti Samsung dan Apple. Berdasarkan dataStatista, pada kuartal 2 tahun 2013, pangsa pasarXiaomi hanya 2,1% saja. Kini pangsapasarnya hampir 10%. Sungguh pesat kan pertumbuhannya?
Global Smartphone Market Share ![]() |
Dari sudut pandang AS, Presiden Donald Trump menuduh China melakukan praktik dagang yang curang dan mencuri hak atas kekayaan intelektual. Sementara Tiongkok menganggap AS berusaha mengurangi kekuatan China sebagai kekuatan ekonomi baru di kancah global.
Apa pun alasannya, keberhasilan China dalam membangun perekonomiannya perlu diacungi jempol. Pasalnya, tiga puluh tahun lalu China belumlah menjadi raksasa seperti sekarang ini. Pada tahun 1980-an, Shang Hai dan Beijing masih bisa dibilang sebagai kota yang kumuh.
Orang-orang yang tinggal di Beijing dan Shang Hai tak semuanya memiliki perabot rumah tangga dasar seperti TV, mesin cuci dan fasilitas air panas. Namun sekarang kota-kota tersebut menjelma menjadi kota megapolitan dengan teknologi canggih.
Kini jika berkunjung ke berbagai kota di China, turis dipermudah dengan adanya metode pembayaran elektronik untuk berbagai macam transaksi, mulai dari berbelanja, memesan tiket pesawat hingga bayar parkir. Canggih bukan?
Transformasi ekonomi jadi kunci utama keberhasilan China memoles wajahnya. Kesuksesan China ini berawal diawali dengan serangkaian reformasi ekonomi di era Deng Xiaoping (1978-1989). Reformasi telah membawa perekonomian China yang dulu terisolasi menjadi lebih terbuka. Semenjak saat itu ekonomi China tumbuh 10% rata-rata per tahun.
![]() |
![]() |
Masuknya China ke organisasi perdagangan dunia (WTO) pada 2001 semakin mengukuhkan posisi China sebagai bagian dari pusat manufaktur dan perdagangan dunia. Menurut studi yang dilakukan oleh lembaga konsultan manajemen globalMcKinsey yang menganalisis 186 negara, China menjadi destinasi ekspor terbesar 33 negara dan sumber impor terbesar bagi 65 negara.
![]() |
![]() |
Kesuksesan China harusnya jadi inspirasi negara berkembang lain. Indonesia salah satunya. Berkaca dari China industrialisasi memainkan peranan penting. Secara struktural ekonomi Indonesia saat ini bertumpu pada sektor manufaktur dengan kontribusi hingga 19%. Pertumbuhan sektor manufaktur harus perlu digenjot jika ingin pertumbuhan ekonomi RI melesat dan tak hanya mentok di angka 5%.
Lantas sektor industri apa yang perlu digerakkan? Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Apa yang Indonesia tak punya? Bisa dikatakan kita hampir punya segalanya mulai dari sumber daya alam di sektor pertanian maupun pertambangan.
Saking kayanya sampai-sampai Koes Plus menuliskannya dalam lirik lagu kolam susu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Jadi hilirisasi industri produk pertanian dan pertambangan mutlak diperlukan. Karena sektor manufaktur memberikan manfaat langsung terhadap perekonomian dan menyerap banyak tenaga kerja (padat karya).
Untuk mewujudkannya, pemerintah masih punya seabrek PR. Pertama adalah menyediakan iklim investasi yang kondusif. Artinya memberikan kemudahan bagi berbagai pihak yang ingin berinvestasi di Indonesia. Pemangkasan birokrasi yang berbelit-belit serta memberikan kepastian hukum adalah kunci utamanya.
Poin kedua adalah menarik investasi ke sektor padat karya. Menurut data BKPM, investasi saat ini lebih banyak mengalir ke sektor tersier yaitu seperti perdagangan dan jasa yang notabene padat modal. Ke depan pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang mampu mendorong investasi ke sektor manufaktur sehingga serapan tenaga kerja dapat lebih banyak dan dampak ke sektor real lebih terasa.
Ketiga adalah pembangunan infrastruktur. Indonesia dinilai kurang kompetitif karena masalah infrastruktur terutama terkait konektivitas yang masih rendah. Sehingga biaya logistik menjadi mahal. Soal infrastruktur memang sudah terlihat adanya kemajuan.
Keempat tentu adalah sinkronisasi kebijakan di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan. Kebijakan ini sebisa mungkin dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia. Saat ini produktivitas tenaga kerja Indonesia masih lebih rendah dibanding negara-negara tetangga.
Well, tahun 2019 akan segera berakhir. Kalender baru 2020 sudah banyak disebar. Tentu kita semua berharap ekonomi Indonesia tahun depan dapat bangkit. Ke depan kita semua juga berharap bahwa apa yang didengungkan selama ini bahwa Indonesia akan jadi raksasa ekonomi dunia pada 2045 akan terwujud. Semoga....Amiiinnn....
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Duh, Pemerintah China Investigasi Alibaba, Ada Apa?
Most Popular