Awas! Tsunami PHK Otomotif Global Bisa Menghantam RI

Suhendra, CNBC Indonesia
12 December 2019 15:10
Tsunami PHK otomotif di Indonesia masih bisa terjadi, kok bisa?
Foto: Mobil ekspor di pelabuhan IPCC, Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri otomotif Indonesia berjalan di tengah ancaman 'tsunami' PHK yang menghantam sektor otomotif global saat ini dan beberapa tahun mendatang.

Laporan South China Morning Post, memprediksi akan ada 80.000 pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan dalam beberapa tahun ke depan di sektor otomotif. Sulitnya perekonomian, penjualan melemah, tergerusnya laba, hingga tren beralih ke mobil listrik menjadi sebagian penyebabnya. Selain itu, faktor berkembangnya bisnis digital ride hailing atau ride sharing macam transportasi online turut menjadi pemicu.

Di Indonesia, bukan berarti tanpa tersentuh sama sekali, tsunami PHK tersebut. Akhir Juli 2019 lalu,  Nissan di Indonesia mem-PHK ratusan karyawan di Indonesia sebanyak 830 pekerja. Ini bagian dari rencana PHK 12.500 karyawannya di seluruh dunia.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto, menceritakan soal yang terjadi pada Nissan di Indonesia. Ia bilang proses yang terjadi pada Nissan adalah efisiensi di seluruh dunia tanpa kecuali di Indonesia.



PHK juga terjadi dengan pekerja General Motors (GM) di Indonesia, setelah mereka memutuskan hengkang dengan mengakhiri penjualan kendaraan di Indonesia mulai Maret 2020.

"Yang saya tahu, kalau GM, mereka mengaku terus merugi," kata Jongkie kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/12)

Apakah tsunami PHK otomotif global membesar sampai ke Indonesia tahun depan?

Jongkie bilang, selama penjualan mobil tetap tumbuh atau setidaknya stagnan untuk pasar domestik, risiko PHK bisa dihindari. Namun, lain cerita bila, penjualan mobil domestik tahun depan turun sangat tajam sampai 800.000 ribu unit, maka risiko itu akan ada. Tahun ini, Gaikindo memang menargetkan penjualan hanya 1 juta unit, turun sekitar 10% dari 2018 yang sempat 1,151 juta unit.

"Yang bahaya itu kalau sampai penjualan hanya 800 ribu, itu baru bahaya," katanya.

Namun, kata Jongkie untuk mencapai titik kritis semacam itu bisa terjadi bila kondisinya sangat kritis. Ia mengakui faktor eksternal seperti perang dagang punya efek meski tak signifikan. 

Menurutnya sektor produksi otomotif saat ini menyerap sekitar 60 ribu tenaga kerja. Sedangkan yang terbesar justru sektor komponen yang bisa mencapai 300 ribu orang.

"Kita tetap optimistis tapi realistis," katanya

Jongkie bilang Gaikindo mematok penjualan mobil 2020 bisa tumbuh 5% dari target 2019 sebesar 1 juta unit menjadi 1.050.000 unit.

Gaikindo memang boleh saja optimistis, karena pada tahun lalu mereka sempat menargetkan penjualan mobil begitu optimistis 1,1 juta unit pada 2019, tapi akhirnya direvisi hanya jadi 1 juta unit. Perhelatan Pemilu selama 6 bulan turun punya andil signifikan membuat penjualan mobil loyo.

Namun, Jongkie bilang target 2020 didorong dengan semakin membaiknya pembangunan infrastruktur yang diyakini dapat memberi dampak pada naiknya kebutuhan ragam jenis kendaraan. Selain itu turunnya tingkat suku bunga dan uang muka juga bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan pembelian kendaraan. Juga proyeksi target pemerintah perekonomian tumbuh 5,3% di tahun depan.

"Meski di global terjadi penurun, tapi di Indonesia mudah-mudah tidak kena dampak begitu besar," katanya.


[Gambas:Video CNBC]


(hoi/hoi) Next Article Live! Industri Otomotif Lesu, Perusahaan Ban PHK Pekerja

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular