Istana Jelaskan Soal 'Jokowi Setuju Koruptor Dihukum Mati'

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
12 December 2019 11:48
Demikian dijelaskan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono.
Foto: Presiden Joko Widodo (BPMI Setpres/Laily Rachev)
Jakarta, CNBC Indonesia - Istana Kepresidenan merespons dinamika di ranah publik selepas pernyataan yang dilontarkan Presiden Joko Widodo di SMKN 57, Jakarta, Senin (9/12/2019). Salah satu isu yang mengemuka adalah Jokowi setuju koruptor dihukum mati.

Merespons dinamika yang ada, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengatakan, Presiden menjelaskan dalam UU Tipikor hanya diatur hukuman mati bagi pelaku korupsi dalam kasus-kasus tertentu, yaitu bencana alam dan krisis ekonomi.

"Kemudian mengenai hukuman mati bagi koruptor di luar kasus-kasus tertentu tersebut, maksud dari jawaban Presiden "apabila rakyat menghendaki" adalah bahwa wacana hukuman mati untuk koruptor harus dibahas dalam proses legislasi yang melibatkan diskusi serta pembahasan antara DPR dan pemerintah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat," kata Dini dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (12/12/2019).

Di mana, lanjut dia, proses legislasi itu pasti akan dilakukan assessment atas hukuman mati untuk koruptor dengan memperhatikan pendapat masyarakat, efektivitas dari hukuman mati.

"Apakah betul bisa mengurangi tingkat korupsi secara signifikan, fungsi pemidanaan: semata mata punitif atau rehabilitatif, hak dasar manusia untuk hidup, tingkat akurasi penyelidikan dan penyidikan serta proses pemeriksaan dan pembuktian di pengadilan," ujar Dini.

"Harus dipikirkan juga kemungkinan adanya novum/barang bukti baru yang bisa mengubah putusan pengadilan. Bagaimana kalau orang yang bersangkutan ternyata tidak bersalah namun sudah terlanjur dihukum mati. Jadi ke situ arah jawaban Presiden dan beliau konsisten bahwa dalam segala hal unsur kemanusiaan harus tetap masuk ke dalam pertimbangan," katanya.

Polemik hukuman mati untuk koruptor bermula dalam acara di SMKN 57, Jakarta, Senin (9/12/2019). Dilaporkan CNN Indonesia, seorang siswa kelas 12 Jurusan Tata Boga SMKN 57, Harley Hermansyah, mempertanyakan ketegasan pemerintah dalam memberantas korupsi kepada Jokowi.

"Kenapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas? Kenapa tidak berani seperti di negara maju misalnya dihukum mati?," tanya Harley.

Jokowi langsung menjawab pertanyaan Harley.

"Ya kalau di undang-undangnya memang ada [aturan] yang korupsi dihukum mati, itu akan dilakukan," ujarnya.



Jokowi lalu bertanya ke Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang juga hadir di acara tersebut. Yasonna mengatakan hukuman mati menjadi salah satu ancaman dalam UU Tipikor.

"Kalau korupsi bencana alam dimungkinkan, kalau enggak [korupsi dana bencana alam hukuman mati] tidak [dikenakan]. Misalnya ada gempa, tsunami di Aceh atau di NTB, kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, duit itu dikorupsi, bisa [dituntut hukuman mati]," jelas Jokowi.

"Tapi sampai sekarang belum ada, tapi di luar bencana belum ada. Yang sudah ada saja belum pernah diputuskan hukuman mati. UU ada [aturannya], belum tentu diberi ancaman hukuman mati. Di luar [ketentuan] itu UU-nya belum ada," lanjut kepala negara.

Masalah ancaman pidana hukuman mati tertuang dalam UU Tipikor. "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," bunyi Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Pada bagian penjelasan UU Tipikor, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter."

Ditemui selepas acara, Jokowi menyebut hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) bisa saja diterapkan jika itu merupakan kehendak masyarakat.

Ia menyebut hukuman mati bagi koruptor dapat diakomodasi lewat revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU Pidana Tipikor [hukuman mati] itu dimasukkan," kata Jokowi. "Tapi sekali lagi juga termasuk [kehendak] yang ada di legislatif (DPR)," lanjutnya menambahkan.

Saat disinggung apakah akan ada inisiatif pemerintah untuk merevisi UU Tipikor agar hukuman mati masuk dalam salah satu pasal, Jokowi menyebut tergantung dari kehendak masyarakat.

"Ya bisa saja kalau jadi kehendak masyarakat," ujar eks Wali Kota Solo itu.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Jika Koruptor Dihukum Mati, Setuju?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular