JK: Mafia-mafia Impor Minyak Itu Memang Susah!
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
11 December 2019 15:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu-isu seputar mafia impor minyak dan gas kembali menguak. Ini setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekesalannya, karena selama 30 tahun Indonesia tak kunjung mempunyai kilang minyak baru.
Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), mengatakan ada lobi-lobi dari importir minyak agar Indonesia tidak membangun kilang minyak dan terus mengimpor.
JK mengatakan, kilang terakhir yang dibangun Indonesia adalah kilang Balongan pada 1995. Sejak saat itu, memang susah sekali membangun kilang di negeri ini. Selain ulah importir minyak yang mengganggu, ada juga permasalahan lainnya yang membuat pembangunan kilang ini terhambat.
"Dana juga masalah, tapi yang paling penting itu ya tekadnya untuk selesaikan itu. Mafia-mafia impor itu memang susah," kata JK di kantor CNBC Indonesia, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Seperti diketahui, sejak 2011, Indonesia mengidap penyakit kronis yang bernama defisit transaksi berjalan (CAD). Defisit paling parah tercatat di 2018 yang mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB). Kondisi ini membuat nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Penyebab penyakit tersebut apalagi kalau bukan impor minyak yang jor-joran. Keran impor minyak yang terbuka lebar membuat neraca migas Indonesia terus mencatatkan defisit.
Pemerintah harus serius menangani masalah ini. Pasalnya lifting minyak terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi minyak terus meningkat. Umur sumur dan lapangan minyak serta infrastruktur yang semakin tua menyebabkan lifting menjadi semakin kecil.
Lifting atau produksi minyak Indonesia tercatat terus turun. Dari rata-rata 829 ribu barel per hari di 2016 menjadi 745 ribu barel per hari di 2019. Lifting tertinggi tercatat di 2010 sebesar 953,9 ribu barel per hari.
Berikut video saat Jokowi kesal soal tingginya impor migas di Indonesia:
Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Oktober 2019 angka impor migas Indonesia mencapai US$ 17,617 miliar atau Rp 246,6 triliun turun tipis dari periode yang sama tahun lalu US$ 24,97 miliar. Sementara ekspor migas Indonesia pada periode yang sama tercatat US$ 10,347 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,152 miliar.
Impor minyak mentah Januari-Oktober 2019 tercatat US$ 4,343 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 7,832 miliar. Sementara impor hasil minyak termasuk BBM tercatat US$ 11,195 miliar atau sekitar Rp 156,7 triliun, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,575 miliar.
Menariknya, angka impor tersebut setara dengan membangun satu kilang, bahkan lebih.
Untuk pembangunan kilang Tuban misalnya, PT Pertamina menggaet investor minyak asal Rusia, Rosneft. Proyek ini membutuhkan nilai investasi mencapai Rp 199 triliun. Kilang Tuban ditargetkan mulai beroperasi pada 2024.
Sementara untuk proyek Grass Root lain yaitu di Kilang Bontang nilai investasinya mencapai Rp 197, 6 triliun dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2025. Skema pendanaan untuk proyek ini pun sama yaitu kerja sama PT Pertamina (Persero) dengan swasta.
Jadi dengan nilai uang Rp 200 triliun, RI bisa bangun kilang yang bermanfaat untuk menekan impor atau terus-terusan mengucurkan duit negara dan tergantung dengan impor minyak.
(wed/wed) Next Article Jokowi Mau Ganggu Orang yang Bikin RI Doyan Impor Migas
Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), mengatakan ada lobi-lobi dari importir minyak agar Indonesia tidak membangun kilang minyak dan terus mengimpor.
JK mengatakan, kilang terakhir yang dibangun Indonesia adalah kilang Balongan pada 1995. Sejak saat itu, memang susah sekali membangun kilang di negeri ini. Selain ulah importir minyak yang mengganggu, ada juga permasalahan lainnya yang membuat pembangunan kilang ini terhambat.
Seperti diketahui, sejak 2011, Indonesia mengidap penyakit kronis yang bernama defisit transaksi berjalan (CAD). Defisit paling parah tercatat di 2018 yang mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB). Kondisi ini membuat nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Penyebab penyakit tersebut apalagi kalau bukan impor minyak yang jor-joran. Keran impor minyak yang terbuka lebar membuat neraca migas Indonesia terus mencatatkan defisit.
Pemerintah harus serius menangani masalah ini. Pasalnya lifting minyak terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi minyak terus meningkat. Umur sumur dan lapangan minyak serta infrastruktur yang semakin tua menyebabkan lifting menjadi semakin kecil.
Lifting atau produksi minyak Indonesia tercatat terus turun. Dari rata-rata 829 ribu barel per hari di 2016 menjadi 745 ribu barel per hari di 2019. Lifting tertinggi tercatat di 2010 sebesar 953,9 ribu barel per hari.
Berikut video saat Jokowi kesal soal tingginya impor migas di Indonesia:
Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Oktober 2019 angka impor migas Indonesia mencapai US$ 17,617 miliar atau Rp 246,6 triliun turun tipis dari periode yang sama tahun lalu US$ 24,97 miliar. Sementara ekspor migas Indonesia pada periode yang sama tercatat US$ 10,347 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,152 miliar.
Impor minyak mentah Januari-Oktober 2019 tercatat US$ 4,343 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 7,832 miliar. Sementara impor hasil minyak termasuk BBM tercatat US$ 11,195 miliar atau sekitar Rp 156,7 triliun, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,575 miliar.
Menariknya, angka impor tersebut setara dengan membangun satu kilang, bahkan lebih.
Untuk pembangunan kilang Tuban misalnya, PT Pertamina menggaet investor minyak asal Rusia, Rosneft. Proyek ini membutuhkan nilai investasi mencapai Rp 199 triliun. Kilang Tuban ditargetkan mulai beroperasi pada 2024.
Sementara untuk proyek Grass Root lain yaitu di Kilang Bontang nilai investasinya mencapai Rp 197, 6 triliun dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2025. Skema pendanaan untuk proyek ini pun sama yaitu kerja sama PT Pertamina (Persero) dengan swasta.
Jadi dengan nilai uang Rp 200 triliun, RI bisa bangun kilang yang bermanfaat untuk menekan impor atau terus-terusan mengucurkan duit negara dan tergantung dengan impor minyak.
(wed/wed) Next Article Jokowi Mau Ganggu Orang yang Bikin RI Doyan Impor Migas
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular