
Mal Rugi, Pemilik Protes Diwajibkan Beri 20% Lapak ke UKM
Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
10 December 2019 16:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku ritel di DKI Jakarta merasa resah dengan kebijakan Pemprov DKI Jakarta. Semenjak Peraturan Daerah (Perda) No.2 Tahun 2018 tentang perpasaran yang berlaku 28 Mei 2018, pelaku ritel harus dihadapkan dengan kewajiban menyediakan tempat khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ketua Umum DPP APPBI A. Stefanus Ridwan S mengungkapkan penolakannya terkait Peraturan Daerah (Perda) No.2 Tahun 2018. Pada pasal 42 diatur jelas bahwa:
(1) Pengelola Pusat Perbelanjaan memiliki tanggung jawab untuk turut memberdayakan Pelaku Usaha UMKM/IKM melalui pola Kemitraan usaha.
(2) Kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan memilih 2 (dua) pola diantara pola Kemitraan usaha berikut:
a. penyediaan lokasi usaha;
b. penyediaan pasokan; dan/atau
c. penyediaan fasilitasi.
(3) Pola Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, bersifat wajib untuk dilaksanakan oleh pengelola Pusat Perbelanjaan.
(4) Dalam pola Kemitraan berupa penyediaan lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pengelola Pusat Perbelanjaan wajib menyediakan ruang usaha sebesar 20% (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan luas efektif lantai usaha Pusat Perbelanjaan yang dikelola.
Ridwan mengaku bahwa Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) tak mungkin menanggung biaya 20 % ruang usaha tersebut lantaran bisnis Pusat Belanja sedang tidak baik.
"Saya sudah memberitahukan kita menolak ini dan kita sudah beritahu bahwa kita akan lakukan Yudicial Review soal Perda No.2 ini. Jadi kita memang sekarang ini sering ketemu untuk membicarakan sebaiknya seperti apa tapi sampai saat ini mereka tetap bersikukuh pada peraturan Perda No.2 ini," kata Stefanus Ridwan saat di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2019).
Ia menuturkan bahwa saat ini juga banyak Pusat Belanja yang merugi. Bukan menutup mata, menurut Ridwan selama ini Pusat Perbelanjaan juga sudah menjalin kemitraan dengan UMKM.
Saat ini telah ada 42.828 tenant UMKM yang berada di 45 pusat belanja atau mal dari total 85 mal di Jakarta. Selain itu, sebanyak 762 kios UMKM yang sudah beroperasi di kantin-kantin karyawan mal.
"APPBI berpihak pada UMKM dan mendukung pengembangan industri UMKM. Pertama, jika digratiskan, pengelola mal tak mungkin menanggung biaya 20% yang diberikan untuk UMKM karena bisnis ini sedang tidak baik dan banyak merugi," katanya.
Padahal kontribusi Pusat Perbelanjaan dari sektor pajak juga terbilang signifikan, mulai dari pajak restoran (PB) 1/%, pajak bumi dan bangunan (PBB), Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Umum, hingga PPh 21 untuk seluruh karyawan di pusat perbelanjaan yang jumlahnya sangat besar.
"Jika banyak pusat perbelanjaan yang akhirnya tutup karena penerapan Perda ini tentu kontribusi pajak akan berkurang," ungkap Ridwan.
Sejalan dengan Stefanus Ridwan, Ketua DPD REI DKI Jakarta Amran Nukman menilai Perda No.2 Tahun 2018 tidak mungkin untuk dilaksanakan dan memberatkan dunia usaha.
Ini juga bisa berakibat pusat belanja akan tutup karena yang sukses pun baru bisa merasakan setelah 12 tahun.
"Sementara ingin memberikan space UMKM di pusat-pusat belanja tapi kami pengusaha pusat belanja nya juga butuh berbisnis yang wajar saja. Itu artinya ada investasi mendirikan bangunannya kita bukan cerita perolehan harga tanahnya tapi untuk mengembalikan modal yang kami tanam saja itu bisa 11-12 tahun bahkan lebih panjang," ujar Amran Nukman.
(hoi/hoi) Next Article Wagub DKI Bicara Mal Kelas Atas Sepi, Ternyata Ini Sebabnya
Ketua Umum DPP APPBI A. Stefanus Ridwan S mengungkapkan penolakannya terkait Peraturan Daerah (Perda) No.2 Tahun 2018. Pada pasal 42 diatur jelas bahwa:
(1) Pengelola Pusat Perbelanjaan memiliki tanggung jawab untuk turut memberdayakan Pelaku Usaha UMKM/IKM melalui pola Kemitraan usaha.
(2) Kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan memilih 2 (dua) pola diantara pola Kemitraan usaha berikut:
a. penyediaan lokasi usaha;
b. penyediaan pasokan; dan/atau
c. penyediaan fasilitasi.
(3) Pola Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, bersifat wajib untuk dilaksanakan oleh pengelola Pusat Perbelanjaan.
(4) Dalam pola Kemitraan berupa penyediaan lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pengelola Pusat Perbelanjaan wajib menyediakan ruang usaha sebesar 20% (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan luas efektif lantai usaha Pusat Perbelanjaan yang dikelola.
"Saya sudah memberitahukan kita menolak ini dan kita sudah beritahu bahwa kita akan lakukan Yudicial Review soal Perda No.2 ini. Jadi kita memang sekarang ini sering ketemu untuk membicarakan sebaiknya seperti apa tapi sampai saat ini mereka tetap bersikukuh pada peraturan Perda No.2 ini," kata Stefanus Ridwan saat di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2019).
Ia menuturkan bahwa saat ini juga banyak Pusat Belanja yang merugi. Bukan menutup mata, menurut Ridwan selama ini Pusat Perbelanjaan juga sudah menjalin kemitraan dengan UMKM.
Saat ini telah ada 42.828 tenant UMKM yang berada di 45 pusat belanja atau mal dari total 85 mal di Jakarta. Selain itu, sebanyak 762 kios UMKM yang sudah beroperasi di kantin-kantin karyawan mal.
"APPBI berpihak pada UMKM dan mendukung pengembangan industri UMKM. Pertama, jika digratiskan, pengelola mal tak mungkin menanggung biaya 20% yang diberikan untuk UMKM karena bisnis ini sedang tidak baik dan banyak merugi," katanya.
Padahal kontribusi Pusat Perbelanjaan dari sektor pajak juga terbilang signifikan, mulai dari pajak restoran (PB) 1/%, pajak bumi dan bangunan (PBB), Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Umum, hingga PPh 21 untuk seluruh karyawan di pusat perbelanjaan yang jumlahnya sangat besar.
"Jika banyak pusat perbelanjaan yang akhirnya tutup karena penerapan Perda ini tentu kontribusi pajak akan berkurang," ungkap Ridwan.
Sejalan dengan Stefanus Ridwan, Ketua DPD REI DKI Jakarta Amran Nukman menilai Perda No.2 Tahun 2018 tidak mungkin untuk dilaksanakan dan memberatkan dunia usaha.
Ini juga bisa berakibat pusat belanja akan tutup karena yang sukses pun baru bisa merasakan setelah 12 tahun.
"Sementara ingin memberikan space UMKM di pusat-pusat belanja tapi kami pengusaha pusat belanja nya juga butuh berbisnis yang wajar saja. Itu artinya ada investasi mendirikan bangunannya kita bukan cerita perolehan harga tanahnya tapi untuk mengembalikan modal yang kami tanam saja itu bisa 11-12 tahun bahkan lebih panjang," ujar Amran Nukman.
(hoi/hoi) Next Article Wagub DKI Bicara Mal Kelas Atas Sepi, Ternyata Ini Sebabnya
Most Popular