PR Ahok di Pertamina Berat, Beresin Impor hingga Mafia Migas

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
24 November 2019 13:30
Akhir pekan ini Menteri BUMN Erick Thohir menetapkan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok menjadi Komisaris Utama (Komut)
Foto: Menteri BUMN Erick Thohir dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (Dok. Kementerian BUMN)
Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir pekan ini Menteri BUMN Erick Thohir menetapkan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok menjadi Komisaris Utama (Komut). Hal tersebut sudah atas persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Insya Allah saya rasa sudah putus dari beliau (Presiden Joko Widodo selaku ketua Tim Penilai Akhir). Pak Basuki akan menjadi komisaris utama Pertamina," ujar Erick, di Istana Negara Kemarin, Jumat (22/11/2019).


Namun, ada banyak yang mempertanyakan kompetensi Ahok terutama soal perminyakan, yang menjadi bisnis utama BUMN tersebut. Mulai dari politisi, Fadli Zon, hingga musisi lawas Tanah Air, Iwan Fals.

Terlepas dari pertentangan beberapa pihak, tugas menjadi komut Pertamina tidaklah mudah. Salah satu tugas berat yang harus diselesaikan Ahok yang adalah terkait impor minyak dan gas (migas).

"Bagaimana kurangi impor migas harus tercapai, bukan berarti anti impor tapi mengurangi. Proses-proses dari refinery juga sangat berat, karena itulah kemarin kita perlu orang yang pendobrak," jelas Erick.

Seperti diketahui, hingga detik ini, Indonesia masih menjadi negara net importir migas. Hal ini dapat terlihat dari data neraca perdagangan migas yang masih menunjukkan angka defisit, atau dengan kata lain nilai impor lebih tinggi dari ekspor.

Melansir publikasi ekspor-impor Badan Pusat Statistik pada Oktober 2019, ekspor migas bulan lalu tercatat sebesar US$ 926,1 juta dan impor migas di periode yang sama sebesar US$ 1,76 miliar. Ini berarti pada bulan Oktober defisit neraca migas Ibu Pertiwi sebesar US$ 829,2 juta atau setara Rp 11,69 triliun (asumsi kurs RP 14.100/US$).

Angka defisit neraca migas tersebut merupakan yang tertinggi sejak Juni 2019. Namun, untuk periode Januari-Oktober 2019, defisit neraca migas Indonesia tercatat menurun 32,84% secara tahunan, dari US$ 10,82 miliar menjadi US$ 7,27 miliar.



Tekornya neraca dagang di sektor migas adalah persoalan besar yang harus segera diselesaikan karena ini menjadi salah satu faktor yang turut berkontribusi pada defisit neraca berjalan (current account deficit).

Andai defisit neraca migas Indonesia perlahan berkurang, maka CAD juga akan turun dan hal ini adalah berita baik bagi rupiah.


Pasalnya, dengan CAD yang menipis, berarti cadangan devisa menjadi lebih besar dan amunisi untuk Bank Indonesia untuk melakukan intervensi demi memperkuat rupiah di pasar valuta asing menjadi lebih banyak.

Lebih lanjut, sejatinya tugas rumah Ahok juga tidak hanya soal impor minyak yang relatif tinggi, tapi juga terkait masalah pemasukan negara dari sektor migas yang mencatatkan penurunan pada tahun ini.

Merujuk pada keterbukaan informasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara per November 2019, jumlah penerimaan negara bukan pajak dari sektor migas dalam 10 bulan pertama tahun ini turun 10,42% secara tahunan menjadi Rp 100,5 triliun.

Nilai tersebut juga baru setara 62,9% dari target penerimaan bukan pajak APBN 2019 yang sejumlah Rp 159,78 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa) Next Article Heboh! Ahok Bongkar Persoalan BUMN di Pertamina dan Peruri

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular