Lagi, Bantahan untuk Sri Mulyani Soal Keberadaan 'Desa Setan'

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 November 2019 16:25
Kali ini bantahan disampaikan Kementerian Dalam Negeri.
Foto: CNBC Indonesia/Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa telah merampungkan investigasi tentang keberadaan desa fiktif alias 'desa setan'.

Keberadaan desa itu yang diduga mendapatkan aliran dana desa memang sempat dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan sempat diperbincangkan jajaran menteri hingga publik.

Beberapa waktu lalu, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar sempat membantah keras tudingan Sri Mulyani perihal keberadaan desa tak berpenghuni yang mendapatkan aliran dana desa.

Lantas, bagaimana hasil investigasi yang dilakukan otoritas pemerintah daerah?

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Kemendagri di Kabupaten Konawe - salah satu yang disebut desa fiktif - empat desa di wilayah tersebut dinyatakan tidak fiktif keberadaannya.

"Tidak fiktif, kita garis bawahi tidak fiktif, desa tersebut ada," kata Direktur Jenderal Bina Pemerintah Desa Nata Irawan melalui keterangan tertulis, Senin (18/11/2019).

Meski demikian, pemerintah tak memungkiri tata kelola pemerintahan di empat desa tersebut tidak optimal karana cacat hukum. Namun, Nata membantah keras bahwa desa di wilayah Konawe fiktif.

"Kami lihat di lapangan, desa tersebut ada dan tidak fiktif. Hasil temuan yang kami dapat, ternyata desa tersebut ada tetapi tidak berjalan tata kelola pemerintahannya secara optimal," kata Nata.

Hasil verifikasi kondisi riil di lapangan baik secara historis dan sosiologis dipastikan bahwa 56 desa tersebut ada.

Namun tim investigasi mendapatkan data dan informasi penetapan Peraturan Daerah (Perda) 7/2011 Tentang Perubahan atas Perda Kabupaten Konawe 2/2011 Tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-Desa dalam Wilayah Kabupatan Konawe tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD.

"Kami sepakat betul perda yang dilakukan Bupati Konawe cacat hukum karena tidak melalui mekanisme dari DPRD. Oleh karenanya harus kita perbaiki, benahi administrasinya," ujarnya.

Register perda di Sekretariat DPRD Kabupaten Konawe, yakni Perda Nomor 7 tahun 2011 tersebut adalah Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010.

Oleh karena itu, 56 desa yang tercantum dalam perda tersebut secara yuridis dikatakan cacat hukum dan diduga bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Atas temuan tersebut, maka 56 desa yang dimaksud baik kepala desa maupun perangkat desa telah dimintai keterangan dan didalami lebih lanjut oleh pihak yang berwajib, yaitu Polda Sulawesi Tenggara.

"Sesuai MoU antara Mendagri dan Kapolri, kalau menyangkut aspek hukum, maka akan dilakukan proses hukum," kata Nata. Kalau dalam waktu 60 hari telah ditangani APIP, seandainya ada cacat hukum dan administrasi maka sepenuhnya atas izin Mendagri, Aparat Penegak Hukum (APH) dapat mengambil langkah," lanjutnya.

Fakta yang didapatkan dari klarifikasi dan pendalaman keterangan dari pihak yang berwajib terdapat 34 desa memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai desa, selanjutnya 18 desa masih perlu pembenahan dalam aspek administrasi dan kelembagaan serta kelayakan sarana dan prasaran desa.

Sedangkan empat desa, yaitu Desa Arombu Utama Kecamatan Latoma, Desa Lerehoma Kecamatan Anggaberi, Desa Wiau Kecamatan Routa, dan Desa Napooha Kecamatan Latoma ditemukan dalam proses pendalaman hukum lebih lanjut dikarenakan empat desa tersebut terdapat inkonsistensi data jumlah penduduk dan luas wilayah desa.

Hasil kelanjutan pendalaman dari empat desa tersebut, dua desa yaitu Desa Wiau Kecamtan Routa dan Desa Napooha Kecamatan Latoma masih perlu dilakukan pendalaman secara intensif.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Kemenkeu Tanpa Pegawai Baru 5 Tahun ke Depan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular