
Ekonomi Dunia Kena 'Anemia', Waspada RI Terkena!
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 November 2019 16:56

Lebih ngeri lagi, ternyata negara-negara di atas merupakan negara mitra dagang sekaligus investor strategis Indonesia. Ketika perekonomian suatu negara mengalami turbulensi, guncangan ini akan dirasakan oleh negara lain juga karena perekonomian global dihubungkan oleh aktivitas perdagangan dan investasi.
Amerika Serikat, Jepang, China, Singapura, dan Jerman merupakan mitra dagang utama Indonesia. Pada 2018, nilai perdagangan Indonesia dengan keempat negara tersebut mencapai US$ 179,838 miliar. Namun akibat perlambatan ekonomi yang terjadi, aktivitas perdagangan terancam seret.
Sejak 2017-2018, ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut tumbuh lebih rendah dibanding impornya. Perlu diketahui, nilai ekspor Indonesia ke AS tumbuh 3,6% sedangkan impor AS melesat hingga 25,3%. Pada periode yang sama ekspor Indonesia ke Jepang hanya tumbuh 9,4% sementara nilai impornya tumbuh 18%.
Impor China apalagi. Ketika nilai ekspor Indonesia ke China tumbuh mencapai 17,5%, impornya tumbuh lebih tinggi mencapai 27,3%. Nilai ekspor Indonesia ke Singapura cuma tumbuh 2,1%, tetapi di saat yang sama impor mencapai 26,9%.Tak jauh berbeda, ekspor Indonesia ke Jerman hanya tumbuh 1,6%, tetapi impor malah naik 12,3%.
Ini lah yang membuat neraca dagang Indonesia terancam. Pada periode 2017-2018, surplus neraca dagang Indonesia AS turun 14,7% dari US$ 9,67 miliar menjadi US$ 8,25 miliar. Surplus neraca dagang Indonesia dengan Jepang pun turun lebih tajam hingga 41,3% dari US$ 2,56 miliar menjadi hanya US$ 1,50 miliar pada periode yang sama.
Indonesia malah tekor dagang dengan Jerman, Singapura, dan China. Pada 2017, Indonesia defisit US$ 12,68 miliar kala berdagang dengan China. Jumlah tersebut melebar menjadi US$ 18,41 miliar pada 2018.
Tak jauh berbeda dengan China, hubungan dagang Indonesia-Jerman juga bikin tekor. Tercatat defisit dagang dengan Negeri Panser pada 2017 mencapai US$ 869,9 juta. Jumlah tersebut melebar menjadi US$ 1,26 miliar.
Penurunan surplus dan pelebaran defisit neraca dagang ini tak bisa terus dibiarkan. Di tengah isu perlambatan ekonomi global pemerintah perlu membatasi impor barang non-modal yang membanjiri Indonesia.
Karena kalau dibiarkan akan terus menekan neraca dagang dan ujung-ujungnya berakibat pada transaksi berjalan yang semakin tertekan dan membuat ekonomi menjadi semakin loyo. Pemerintah perlu memprioritaskan impor barang modal yang berorientasi ekspor.
Dari sisi ekspor, Indonesia juga masih bertumpu pada ekspor komoditas yang harganya berfluktuasi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas terbesar ekspor Indonesia adalah batu bara dan minyak sawit. Impor komoditas tersebut berkontribusi lebih dari seperempat total impor sepanjang Januari-Oktober 2019 ini.
Ekspor batu bara menyumbang sekitar 14,53% dari total ekspor Indonesia. Saat ini harga batu bara yang terpuruk seolah memberikan pukulan keras untuk perekonomian Indonesia. Sejak awal tahun hingga pekan kemarin, harga batu bara telah terkoreksi sebesar 32,3%.
(twg/twg)
Amerika Serikat, Jepang, China, Singapura, dan Jerman merupakan mitra dagang utama Indonesia. Pada 2018, nilai perdagangan Indonesia dengan keempat negara tersebut mencapai US$ 179,838 miliar. Namun akibat perlambatan ekonomi yang terjadi, aktivitas perdagangan terancam seret.
Sejak 2017-2018, ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut tumbuh lebih rendah dibanding impornya. Perlu diketahui, nilai ekspor Indonesia ke AS tumbuh 3,6% sedangkan impor AS melesat hingga 25,3%. Pada periode yang sama ekspor Indonesia ke Jepang hanya tumbuh 9,4% sementara nilai impornya tumbuh 18%.
Ini lah yang membuat neraca dagang Indonesia terancam. Pada periode 2017-2018, surplus neraca dagang Indonesia AS turun 14,7% dari US$ 9,67 miliar menjadi US$ 8,25 miliar. Surplus neraca dagang Indonesia dengan Jepang pun turun lebih tajam hingga 41,3% dari US$ 2,56 miliar menjadi hanya US$ 1,50 miliar pada periode yang sama.
Indonesia malah tekor dagang dengan Jerman, Singapura, dan China. Pada 2017, Indonesia defisit US$ 12,68 miliar kala berdagang dengan China. Jumlah tersebut melebar menjadi US$ 18,41 miliar pada 2018.
Tak jauh berbeda dengan China, hubungan dagang Indonesia-Jerman juga bikin tekor. Tercatat defisit dagang dengan Negeri Panser pada 2017 mencapai US$ 869,9 juta. Jumlah tersebut melebar menjadi US$ 1,26 miliar.
Penurunan surplus dan pelebaran defisit neraca dagang ini tak bisa terus dibiarkan. Di tengah isu perlambatan ekonomi global pemerintah perlu membatasi impor barang non-modal yang membanjiri Indonesia.
Karena kalau dibiarkan akan terus menekan neraca dagang dan ujung-ujungnya berakibat pada transaksi berjalan yang semakin tertekan dan membuat ekonomi menjadi semakin loyo. Pemerintah perlu memprioritaskan impor barang modal yang berorientasi ekspor.
Dari sisi ekspor, Indonesia juga masih bertumpu pada ekspor komoditas yang harganya berfluktuasi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas terbesar ekspor Indonesia adalah batu bara dan minyak sawit. Impor komoditas tersebut berkontribusi lebih dari seperempat total impor sepanjang Januari-Oktober 2019 ini.
Ekspor batu bara menyumbang sekitar 14,53% dari total ekspor Indonesia. Saat ini harga batu bara yang terpuruk seolah memberikan pukulan keras untuk perekonomian Indonesia. Sejak awal tahun hingga pekan kemarin, harga batu bara telah terkoreksi sebesar 32,3%.
(twg/twg)
Pages
Most Popular