Ekonomi Lesu dan Penampakan Toko Elektronik yang Sepi

Efrem Limsan Siregar, CNBC Indonesia
11 November 2019 07:12
Ekonomi Lesu dan Penampakan Toko Elektronik yang Sepi
Jakarta, CNBC Indonesia - Barang-barang elektronik hanya menjadi pajangan di toko. Aktivitas jual-beli terpantau lengang atau sepi pembeli di tempat perbelanjaan Jakarta.

Sejumlah pedagang merasakan lengangnya kunjungan sejak tiga bulan terakhir. CNBC Indonesia pekan lalu menyambangi Pusat Grosir Cililitan (PGC), toko-toko elektronik di Pasar Kramat Jati, hingga Plaza di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur.


Sebagian besar pegawai toko gawai yang beradai di lantai 3 PGC hanya terlihat duduk menyaksikan layar gawai lantaran tak ada pengunjung yang mesti dilayani.

Lorong-lorong kecil yang menjadi jalan di antara deretan toko tak menampakan lalu lalang yang berarti, apalagi pelanggan yang berdesakan. Deretan bangku yang disediakan untuk pengunjung masih tertata rapi di depan etalase toko.

"Ini sepi. Pengunjung sekarang turun hampir 50 persen," kata Mia, pemilik toko HP Store kepada CNBC Indonesia, pekan lalu (6/11/2019).

Faris, promotor merek gawai yang bertugas di toko Asia Cellular mengaku hal ini sudah terjadi sejak sebulan terakhir. Tingkat kunjungan mulai naik saat akhir pekan. Namun, itu bukan sepenuhnya kabar menggembirakan.

"Pengunjung yang mampir saat akhir pekan juga hanya tanya-tanya, belum tentu membeli," ujar Faris.

Pedagang elektronik di kawasan Kramat Jati yang menjadi lokasi pasar tradisional dan ritel modern juga mengalami nasib serupa. Lalu-lalang orang di sana hanya menjadi tontonan Dedy, penjual produk elektronik di toko Kusuma Jaya.

Seorang pelanggan masuk ke tokonya sebelum kami berbincang dengan Dedi. Tatapi, kurang dari satu menit, calon pembeli itu beranjak keluar tanpa membeli apapun. Pelanggan semacam ini cukup jamak dihadapi Dedi.

"Penjualan mulai turun setelah bulan Juni mendekati memasuki sekolah, setelah itu pengunjung yang datang turun," kata Dedy yang menjual produk elektronik mulai dari AC, TV dan kulkas.

Pengelola ritel elektronik modern yang enggan namanya disebutkan mengalami nasib yang kurang lebih sama. Kalau pun ramai di akhir pekan, pelanggan sekadar melintas untuk 'cuci mata' melihat produk-produk elektronik yang dipajang.


Lesunya aktivitas perekonomian seperti pedagang elektronik di pasar, bersamaan dengan catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2019 yang hanya mampu bergerak di angka 5,02% atau dalam tren melambat.

Vice President Corporate Affair PT Samsung Electronics Indonesia (SEIN) Kang Hyun Lee termasuk mengakui kondisi ekonomi Indonesia di mata pengusaha memang sedang sulit, bahkan ia menggunakan istilah 'menderita' saat menjual produk elektronik saat ini di pasar domestik.

"Kondisi ekonomi Indonesia belakangan selama 3 tahun walaupun di atas 5% tumbuh, dari industri merasa tak begitu happy, karena daya beli cenderung turun, ini mungkin ada efek dari internasional. Di Indonesia sangat menderita untuk menjual lokal market," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/11/2019).

Pihak pengelola PGC, Ian Wisan mengatakan lengangnya pusat perbelanjaan adalah konsekuensi dari perubahan gaya berbelanja masyarakat dari fisik menuju online. Ia tak sependapat jika dikaitkan dengan ekonomi yang sedang melambat.

"Ekonomi tidak lesu, jadi shifting saja, orang biasa belanja ke mal, sekarang ke online. Pertumbuhan ekonomi 5,02 persen, hampir samalah [dengan periode sebelumnya], jadi switching saja," kata Ian kepada CNBC Indonesia.

[Gambas:Video CNBC]



Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) yang juga Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa juga menyampaikan pernyata senada dengan Ian. Daya beli masyarakat, menurutnya, cukup baik terlihat dari kenaikan UMP 2019.

Akan tetapi laju penjualan cenderung stagnan pada tahun ini. Ia menilai itu terjadi karena masyarakat enggan untuk berbelanja banyak dan faktor keamanan.

Masalah daya beli rendah juga ditepis Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Mande. Ia menegaskan persoalan bukan soal daya beli tapi soal konsumsi. Konsumsi masyarakat pada kuartal III-2019 masih tumbuh 5,5%.

"Ini bukan daya beli," katanya kepada CNBC Indonesia.

Ia menggarisbawahi bahwa yang terjadi saat ini adalah anomali atau peralihan cara berbelanja konsumen. Konsumen tak lagi berbelanja di toko-toko berukuran besar seperti masa lalu yang sempat jadi gaya hidup, sehingga peritel juga harus melakukan penyesuaian.

Roy berharap pemerintah harus menjaga konsumsi masyarakat antara lain menjaga indeks kepercayaan konsumen (IKK) tetap tinggi terutama soal kondisi politik. Selain, itu menjaga harga energi agar tak naik seperti BBM, gas, listrik, agar tak mempengaruhi konsumsi masyarakat.
(sef/sef) Next Article Ekonomi Lesu, Toko Elektronik Sepi Bak Kuburan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular