
Kisah Jokowi Ngamuk Gegara Pacul Impor hingga Sekolah Ambruk
Ajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
09 November 2019 17:18

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil sejumlah hal mulai dari impor cangkul hingga sekolah ambruk. Dia menegaskan desain industri mikro dan menengah harus didesain dengan tepat, sehingga tidak perlu mengimpor alat-alat yang bisa diproduksi industri dalam negeri.
"Misalnya urusan pacul, cangkul, masak kita impor. Apakah tidak bisa didesain industri UMKM kita, buat pacul tahun depan saya beli ini puluhan ribu. Cangkul, pacul dibutuhkan masih impor. Apakah negara kita sebesar ini industrinya berkembang, bener pacul harus impor?," tanya Jokowi, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2019, awal pekan ini.
Jokowi mengaku jengkel dengan fakta yang didapatkan di lapangan. Padahal, rentetan impor yang terjadi selama ini telah membuat defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) membengkak.
"Enak banget itu negara yang di mana barang itu kita impor. Kita masih defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan. Impor yang seperti itu kita sambil tidur buat pacul," kata Jokowi.
Dia menegaskan impor memang mudah karena artinya yang mengimpor untung lebih besar, namun lapangan kerja jadi hilang. Jokowi mengaku tidak senang dengan kondisi ini.
Indonesia seharusnya tidak lagi melakukan rutinitas lama dengan terus-terusan mengimpor barang di tengah kondisi CAD yang memprihatinkan.
"Kita masih senang impor padahal neraca perdagangan kita deficit, CAD kita defisit; tapi kita hobi impor kebangetan banget. Uangnya pemerintah lagi. Kebangetan. Kalau itu masih diteruskan, kebangetan," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan tanggapan perihal kedongkolan Presiden Joko Widodo terkait impor cangkul.
"Cangkul itu teknis," ujar Airlangga, Kamis (7/11/2019).
industri dalam negeri bisa memproduksi cangkul dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah PT Barata Indonesia (Persero), badan usaha milik negara (BUMN).
"Tapi yang paling penting adalah off taker-nya, yang terserap itu kira-kira 500 ribu. Nanti akan kita tingkatkan lewat tim TKDN (tingkat komponen dalam negeri) itu user-nya ditambah," kata Airlangga.
Dia menyatakan industri dalam negeri bisa memproduksi cangkul dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah PT Barata Indonesia (Persero), badan usaha milik negara (BUMN).
"Tapi yang paling penting adalah off taker-nya, yang terserap itu kira-kira 500 ribu. Nanti akan kita tingkatkan lewat tim TKDN (tingkat komponen dalam negeri) itu user-nya ditambah," kata Airlangga.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menambahkan masalah cangkul ini membutuhkan kesadaran bersama baik dari pengguna hingga kementerian/lembaga. Kesadaran yang dimaksud bahwa produksi dalam negeri sudah siap dan bisa menyuplai kebutuhan cangkul yang ada di Indonesia.
"Ini saya kira tugasnya tim petugas TKDN. Sekarang yang akan kami dorong adalah mengkampanyekan produk-produk dalam negeri agar bisa diprioritaskan dalam belanja-belanja baik belanja modal maupun barang baik itu yang gunakan APBN dan belanja-belanja dilakukan lembaga-lembaga, perusahaan khususnya BUMN, itu kita akan secara masif lakukan kampanye. Kebetulan saya ketua TKDN," ujar Agus.
Berdasarkan data BPS, nilai cangkul impor Januari-Agustus 2019 senilai Rp 1,3 miliar, dan relatif besar dibandingkan yang lainnya. Impor cangkul/garpu cangkul mencapai US$ 93.155, dengan volume 210.575 Kg.
Sementara, impor cangkul sepanjang Januari-September 2019 senilai US$ 101,69 ribu dengan total berat 268.200 Kg, alias tak ada kenaikan yang signifikan. Negara pemasok terbesar China dan Jepang.
Impor cangkul fluktuatif, pada Januari 2019 terjadi impor US$ 8.376 dengan berat 51,6 ton, Februari senilai US$ 375 dengan berat 164 kg. Kemudian pada Maret tercatat nihil atau tidak ada impor sama sekali, sedangkan April melonjak menjadi 80,9 tol atau senilai US$ 48.128.
Pada Mei impor pacul tercatat senilai US$ 1.832 atau seberat 10,9 ton dan Juni tercatat senilai US$ 435 dengan berat 153 kg. Sedangkan pada Juli tercatat sebanyak 66,7 ton atau senilai US$ 33.944. Pada Agustus masuk lagi sebesar 7 kg atau US$ 65, dan pada September masuk lagi sebanyak 57,6 ton atau senilai US$ 8.539.
Jokowi juga menekankan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah agar proaktif mempercepat proses belanja anggaran untuk memberikan stimulus bagi perekonomian.
"Tadi saya masih lihat. Ini bulan apa? November. Masih ada e-tendering Rp 31 triliun, saya tadi lihat ditepuk tangan. Jangan lah kita ulang ulang. Ini sudah tinggal November. Masih e-tendering," kata Jokowi.
kecewa karena masih ada yang melakukan tender menjelang akhir tahun. Padahal, seharusnya proses tender bisa dilakukan di awal tahun sehingga bisa memberikan dampak bagi ekonomi.
"E-tendering bener, bisa cepet bener, Tapi ini urusan konstruksi. Mau manggil siapa kontraktornya. Coba maju sini, saya beri sepeda," katanya.
"Tinggal dua bulan masih urusan konstruksi, masih lelang konstruksi. Ini gak bisa diterus-teruskan. Saya ngalamin semua semuanya. Engga mungkin lah, lepas Agustus masih urusan konstruksi. Lelang kok gimana," lanjut Jokowi.
Dia menilai proses tender seringkali dilakukan di penghujung tahun pada akhirnya berimbas pada kualitas proyek yang buruk. Bahkan, kepala negara tak ragu menunjukkan berbagai contoh.
"Akhirnya apa? Ya, kualitasnya pasti jelek. Jembatan ambruk, kaya gini nih, November masih tender gimana, SD ada yang ambruk, gedung, karena apa? Ini, gini ini, kerja cepet cepetan," katanya.
"Dan pas kerja, pas bulannya basah, bulan hujan, ya sudah, ngertilah kita, enggak mungkinlah kita membuat konstruksi pekerjaannya pakai payung. Engga mungkin. Udah bohonglah kaya gitu," tambahnya.
Perilaku ini harus diubah, terutama di tengah berbagai ketidakpastian ekonomi global, belanja dari pemerintah pusat maupun daerah perlu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Mindset harus diubah. Mulai Januari, apa si bedanya, kita lakukan di Bulan September kejar-kejaran, sama bulan Januari ayo langsung main di tahun awal, kerja enak, kualitasnya pasti baik," katanya.
Dengan begitu kontraktor pun tidak perlu dikejar. Sehingga tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.
"Kenapa kita senang mengulang dengan hal yang sama. Itu jelek," jelas Jokowi.
(sef/sef) Next Article Jokowi Mangkel Gegara RI Masih Impor Pacul Hingga Cangkul
"Misalnya urusan pacul, cangkul, masak kita impor. Apakah tidak bisa didesain industri UMKM kita, buat pacul tahun depan saya beli ini puluhan ribu. Cangkul, pacul dibutuhkan masih impor. Apakah negara kita sebesar ini industrinya berkembang, bener pacul harus impor?," tanya Jokowi, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2019, awal pekan ini.
Jokowi mengaku jengkel dengan fakta yang didapatkan di lapangan. Padahal, rentetan impor yang terjadi selama ini telah membuat defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) membengkak.
Dia menegaskan impor memang mudah karena artinya yang mengimpor untung lebih besar, namun lapangan kerja jadi hilang. Jokowi mengaku tidak senang dengan kondisi ini.
Indonesia seharusnya tidak lagi melakukan rutinitas lama dengan terus-terusan mengimpor barang di tengah kondisi CAD yang memprihatinkan.
"Kita masih senang impor padahal neraca perdagangan kita deficit, CAD kita defisit; tapi kita hobi impor kebangetan banget. Uangnya pemerintah lagi. Kebangetan. Kalau itu masih diteruskan, kebangetan," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan tanggapan perihal kedongkolan Presiden Joko Widodo terkait impor cangkul.
"Cangkul itu teknis," ujar Airlangga, Kamis (7/11/2019).
industri dalam negeri bisa memproduksi cangkul dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah PT Barata Indonesia (Persero), badan usaha milik negara (BUMN).
"Tapi yang paling penting adalah off taker-nya, yang terserap itu kira-kira 500 ribu. Nanti akan kita tingkatkan lewat tim TKDN (tingkat komponen dalam negeri) itu user-nya ditambah," kata Airlangga.
Dia menyatakan industri dalam negeri bisa memproduksi cangkul dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah PT Barata Indonesia (Persero), badan usaha milik negara (BUMN).
"Tapi yang paling penting adalah off taker-nya, yang terserap itu kira-kira 500 ribu. Nanti akan kita tingkatkan lewat tim TKDN (tingkat komponen dalam negeri) itu user-nya ditambah," kata Airlangga.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menambahkan masalah cangkul ini membutuhkan kesadaran bersama baik dari pengguna hingga kementerian/lembaga. Kesadaran yang dimaksud bahwa produksi dalam negeri sudah siap dan bisa menyuplai kebutuhan cangkul yang ada di Indonesia.
"Ini saya kira tugasnya tim petugas TKDN. Sekarang yang akan kami dorong adalah mengkampanyekan produk-produk dalam negeri agar bisa diprioritaskan dalam belanja-belanja baik belanja modal maupun barang baik itu yang gunakan APBN dan belanja-belanja dilakukan lembaga-lembaga, perusahaan khususnya BUMN, itu kita akan secara masif lakukan kampanye. Kebetulan saya ketua TKDN," ujar Agus.
Berdasarkan data BPS, nilai cangkul impor Januari-Agustus 2019 senilai Rp 1,3 miliar, dan relatif besar dibandingkan yang lainnya. Impor cangkul/garpu cangkul mencapai US$ 93.155, dengan volume 210.575 Kg.
Sementara, impor cangkul sepanjang Januari-September 2019 senilai US$ 101,69 ribu dengan total berat 268.200 Kg, alias tak ada kenaikan yang signifikan. Negara pemasok terbesar China dan Jepang.
Impor cangkul fluktuatif, pada Januari 2019 terjadi impor US$ 8.376 dengan berat 51,6 ton, Februari senilai US$ 375 dengan berat 164 kg. Kemudian pada Maret tercatat nihil atau tidak ada impor sama sekali, sedangkan April melonjak menjadi 80,9 tol atau senilai US$ 48.128.
Pada Mei impor pacul tercatat senilai US$ 1.832 atau seberat 10,9 ton dan Juni tercatat senilai US$ 435 dengan berat 153 kg. Sedangkan pada Juli tercatat sebanyak 66,7 ton atau senilai US$ 33.944. Pada Agustus masuk lagi sebesar 7 kg atau US$ 65, dan pada September masuk lagi sebanyak 57,6 ton atau senilai US$ 8.539.
Jokowi juga menekankan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah agar proaktif mempercepat proses belanja anggaran untuk memberikan stimulus bagi perekonomian.
"Tadi saya masih lihat. Ini bulan apa? November. Masih ada e-tendering Rp 31 triliun, saya tadi lihat ditepuk tangan. Jangan lah kita ulang ulang. Ini sudah tinggal November. Masih e-tendering," kata Jokowi.
kecewa karena masih ada yang melakukan tender menjelang akhir tahun. Padahal, seharusnya proses tender bisa dilakukan di awal tahun sehingga bisa memberikan dampak bagi ekonomi.
"E-tendering bener, bisa cepet bener, Tapi ini urusan konstruksi. Mau manggil siapa kontraktornya. Coba maju sini, saya beri sepeda," katanya.
"Tinggal dua bulan masih urusan konstruksi, masih lelang konstruksi. Ini gak bisa diterus-teruskan. Saya ngalamin semua semuanya. Engga mungkin lah, lepas Agustus masih urusan konstruksi. Lelang kok gimana," lanjut Jokowi.
Dia menilai proses tender seringkali dilakukan di penghujung tahun pada akhirnya berimbas pada kualitas proyek yang buruk. Bahkan, kepala negara tak ragu menunjukkan berbagai contoh.
"Akhirnya apa? Ya, kualitasnya pasti jelek. Jembatan ambruk, kaya gini nih, November masih tender gimana, SD ada yang ambruk, gedung, karena apa? Ini, gini ini, kerja cepet cepetan," katanya.
"Dan pas kerja, pas bulannya basah, bulan hujan, ya sudah, ngertilah kita, enggak mungkinlah kita membuat konstruksi pekerjaannya pakai payung. Engga mungkin. Udah bohonglah kaya gitu," tambahnya.
Perilaku ini harus diubah, terutama di tengah berbagai ketidakpastian ekonomi global, belanja dari pemerintah pusat maupun daerah perlu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Mindset harus diubah. Mulai Januari, apa si bedanya, kita lakukan di Bulan September kejar-kejaran, sama bulan Januari ayo langsung main di tahun awal, kerja enak, kualitasnya pasti baik," katanya.
Dengan begitu kontraktor pun tidak perlu dikejar. Sehingga tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.
"Kenapa kita senang mengulang dengan hal yang sama. Itu jelek," jelas Jokowi.
(sef/sef) Next Article Jokowi Mangkel Gegara RI Masih Impor Pacul Hingga Cangkul
Most Popular