Sstt.. Ada yang Tak Percaya PDB RI Tumbuh 5,02%

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 November 2019 07:05
Sstt.. Ada yang Tak Percaya PDB RI Tumbuh 5,02% (2)
Foto: Lidya Kembaren
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri juga ikut bersuara perihal data yang dirilis BPS tersebut melalui akun twitternya @ChatibBasri.s.

Chatib memulainya dengan membedah beberapa indikator pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2019, yang semuanya mengalami perlambatan.

Chatib mengatakan, konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan III-2019, yang mana tumbuh 5,01%, atau turun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,17%.

Adapun, lanjut Chatib, sepanjang triwulan III-2019 investasi juga turun ke 4,21% dari 5,01%. Hal yang sama juga terjadi pada pengeluaran pemerintah yang turun dari 8,23% ke 0,98%.

"Lalu mengapa GDP growth hanya turun dari 5,05% ke 5,02%?," tuturnya seperti dikutip dalam akun twitternya, Rabu (6/11/2019).

Ekonomi Indonesia sepanjang triwulan III-2019 menurut Chatib sebenarnya tertolong karena net ekspor.

"Jika kita melihat angkanya penjelasannya adalah net export. Karena net export [ekspor-impor]. Export meningkat pertumbuhannya ke 0,02% dari -1,81%. Dan impor anjlok dari - 6,73% ke -8,61%," jelas dia.

"Penurunan impor yang tajam dan export yang stabil membuat net export tumbuh lebih baik di triwulan III. Akibatnya pertumbuhan berada pada kisaran 5.05%," kata Chatib melanjutkan.

Implikasi dari impor yang turun tajam itu, menurut Chatib akan terlihat pada penurunann investasi, terhitung 6 bulan dari sekarang.

Kendati demikian, Chatib pun melihat bahwa perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia sebaiknya perlu disikapi dengan serius.

"Diluar perdebatan soal angka itu, kita memang melihat bahwa perlambatan ekonomi melambat dan perlu antisipasi," ucapnya.

Senada, Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan bahwa, data yang ditampilkan BPS sudah pas.

Satria melihat bahwa, di China apabila ada kecurigaan perihal pertumbuhan ekonomi yang dimanipulasi, investor akan melihat ke 'Li Keqiang Index'. Di mana indikatornya berupa penjualan listrik, volume kargo, dan penjualan kredit.

"Kalau melihat dari indikator yang sama di Indonesia, sebenarnya cukup sesuai dengan data GDP 3Q19 yang dirilis BPS," tutur Satria. (sef/sef)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular