
AS & Jepang 'Resesi' Seks karena Ekonomi, RI Bagaimana?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
03 November 2019 13:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Penurunan gairah seksual yang melanda negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang, memang patut menjadi perhatian. Pasalnya permasalahan ini bisa berdampak pada perlambatan ekonomi dalam jangka panjang.
Mengapa?
Hal ini dikarenakan 'resesi' seks yang dialami kaum milenial membuat generasi tersebut menunda aspek kedewasaan, seperti membangun rumah tangga, membeli rumah, mobil atau pengeluaran lainnya. Analisis ini dikemukakan oleh hasil penelitian dari analis politik dan ekonomi Jake Novak, pendiri Jake Novak News.
Ketika mayoritas populasi dari suatu generasi memilih untuk tidak menikah, maka jumlah bayi yang lahir juga akan menurun, di mana dalam jangka panjang ini akan berdampak pada penurunan usia produktif atau dengan kata lain, populasi suatu negara mayoritas berada di usia pensiun (aging population)
Apabila populasi orang tua meningkat pesat tentu akan menekan anggaran dana pensiun dan melesatnya biaya kesehatan.
Terlebih lagi, karena kebanyakan dari mereka sudah tidak dapat aktif menghasilkan pendapatan, maka jumlah produk atau jasa yang dihasilkan negara juga menurun yang berujung pada perlambatan laju ekonomi.
Lalu, bagaimana nasib dengan negara, seperti Indonesia, yang kondisinya bertolak belakang, di mana jumlah angkatan usia produktif terus meningkat alias sedang menikmati bonus demografi.
Apakah hal ini menjamin ekonomi Ibu Pertiwi tumbuh lebih pesat?
Sayangnya, bonus demografi yang tidak dibarengi dengan persiapan matang malah dapat menjadi pisau bermata dua, yakni saat pasar tenaga kerja tidak mampu menyerap dengan maksimal angkatan produktif dengan maksimal.
Tingkat pengangguran di Indonesia, mengacu data Trading Economics, memang terus menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun, di mana per Februari 2019 tercatat di level 5,01% dari 6,18% di tahun 2015. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan negara tetangga, masih menduduki posisi 3 teratas, kalah jauh dari Thailand dengan tingkat pengangguran hanya 1%.
Mengapa?
Hal ini dikarenakan 'resesi' seks yang dialami kaum milenial membuat generasi tersebut menunda aspek kedewasaan, seperti membangun rumah tangga, membeli rumah, mobil atau pengeluaran lainnya. Analisis ini dikemukakan oleh hasil penelitian dari analis politik dan ekonomi Jake Novak, pendiri Jake Novak News.
Apabila populasi orang tua meningkat pesat tentu akan menekan anggaran dana pensiun dan melesatnya biaya kesehatan.
Terlebih lagi, karena kebanyakan dari mereka sudah tidak dapat aktif menghasilkan pendapatan, maka jumlah produk atau jasa yang dihasilkan negara juga menurun yang berujung pada perlambatan laju ekonomi.
Lalu, bagaimana nasib dengan negara, seperti Indonesia, yang kondisinya bertolak belakang, di mana jumlah angkatan usia produktif terus meningkat alias sedang menikmati bonus demografi.
Apakah hal ini menjamin ekonomi Ibu Pertiwi tumbuh lebih pesat?
Sayangnya, bonus demografi yang tidak dibarengi dengan persiapan matang malah dapat menjadi pisau bermata dua, yakni saat pasar tenaga kerja tidak mampu menyerap dengan maksimal angkatan produktif dengan maksimal.
Tingkat pengangguran di Indonesia, mengacu data Trading Economics, memang terus menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun, di mana per Februari 2019 tercatat di level 5,01% dari 6,18% di tahun 2015. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan negara tetangga, masih menduduki posisi 3 teratas, kalah jauh dari Thailand dengan tingkat pengangguran hanya 1%.
Next Page
Sektor Informal Mendominasi
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular