Selamat Bertugas Dirjen Pajak Baru, PR Berat Menantimu!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 November 2019 10:25
Selamat Bertugas Dirjen Pajak Baru, PR Berat Menantimu!
Foto: Suryo Utomo (Dok. Kemenkeu)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sah! Menteri Keuangan RI Sri Mulyani pagi ini melantik Suryo Utomo menjadi Direktur Jenderal Pajak yang baru menggantikan Robert Pakpahan yang memasuki masa pensiun.

Menjabat sebagai Dirjen Pajak, tugas berat menanti pria berusia 50 tahun tersebut. Terkait urusan perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak memiliki tantangan besar ke depannya.

Direktorat Jenderal Pajak yang dipimpinnya dituntut mampu menyelesaikan masalah perpajakan yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Ada dua poin penting yang jadi masalah utama perpajakan di Indonesia.

Selamat Bertugas Dirjen Pajak Baru, Tugas Berat Menantimu!Foto: Infografis/ Suryo Utomo Bos Pajak Baru Pilihan Jokowi-Sri Mulyani/Aristya Rahadian krisabella


Pertama, realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan yang tidak tercapai. Pada 2019, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.577,56 triliun. Namun hingga Agustus lalu penerimaan negara dari pajak baru mencapai Rp 920,2 triliun atau 50,78% dari target APBN.

Robert Pakpahan pendahulunya, menyampaikan target penerimaan pajak 2019 masih berat dan berpotensi untuk shortfall .

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Yon Arsal mengatakan shortfall atau kekurangan penerimaan pajak tahun ini masih sekitar Rp 140 triliun.



Walaupun persentase realisasi penerimaan pajak dari 2016-2018 terus mengalami perbaikan, tetapi realisasi selalu meleset dari target. Terakhir di tahun 2018, capaian penerimaan pajak mencapai Rp 1.313,51 triliun dari Rp 1.424 triliun atau setara dengan 92,24%.



Selain itu, rasio pajak terhadap PDB Indonesia trennya terus menurun sejak 2010-2017. Di tahun 2010 rasio pajak pusat+SDA terhadap PDB mencapai 12,9%. Namun rasio tersebut turun menjadi 10,7% di tahun 2017. Dalam kurun waktu tersebut, rasio pajak terhadap PDB Indonesia tertinggi ada di tahun 2012 yang mencapai 14%. 
Selamat Bertugas Pak Suryo Utomo, Tugas Berat Menantimu!Sumber : Direktorat Jenderal Pajak
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB Indonesia juga tergolong lebih rendah dari rata-rata Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang berada di tingkat 34,2%. Bahkan rasio penerimaan pajak Indonesia terhadap PDB masih lebih rendah dibanding negara lain seperti Amerika Latin, Afrika, Thailand, Malaysia dan Filiphina.
Selamat Bertugas Pak Suryo Utomo, Tugas Berat Menantimu!Sumber : OECD

[Gambas:Video CNBC]

Realisasi penerimaan pajak yang meleset dari target menyebabkan defisit APBN menjadi melebar. Tercatat defisit APBN pada 2018 mencapai lebih dari 2%. Ditambah penerimaan negara terbesar masih bersumber dari pajak. Lebih dari 70% penerimaan negara ditopang oleh penerimaan pajak.

Tentu ini jadi PR besar untuk Suryo Utomo selaku Direktur Jenderal Pajak sekarang ini. Tantangan yang dihadapi oleh Dirjen Pajak baru ini tentunya adalah mengambil kebijakan perpajakan yang pro growth.

Untuk mengambil langkah tersebut, perlu adanya kejelasan aturan dan yang terpenting adalah konsistensi kebijakan. Kejelasan aturan dan konsistensi tersebut diperlukan terutama dalam mengambil kebijakan insentif pajak yang sudah dilakukan sebelumnya.


Saat ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Pajak sedang merancang Undang – Undang (UU) perpajakan yang mengamandemen beberapa UU sekaligus atau yang dikenal dengan omnibus law.

Kebijakan perpajakan yang baru ditempuh dengan tujuan untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, mendorong pertumbuhan ekonomi serta mendorong kepatuhan suka rela wajib pajak.

Salah satu hukum perpajakan yang menjadi sorotan adalah insentif pajak yang diberikan untuk peningkatan pendanaan investasi.

Peningkatan pendanaan investasi dilakukan dengan pengaturan tarif PPh, yaitu dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara bertahap dari 25% menjadi 22% di Tahun Pajak 2021 dan Tahun Pajak 2022 serta menjadi 20% mulai Tahun Pajak 2023.

Masih ada beberapa aturan pajak lain yang ada di draft omnibus law tersebut. Namun, sekali lagi untuk urusan perpajakan ini yang terpenting adalah mengambil kebijakan yang pro growth dengan jelas dan konsisten agar dampaknya lebih terasa untuk perekonomian Indonesia.



TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Sri Mulyani ke Bos Pajak Suryo Utomo: Penerimaan Berat!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular