
Iuran Naik, Bos BPJS Janji Tak Boncos Lagi 5 Tahun ke depan
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
01 November 2019 13:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan aturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Iuran BPJS Kesehatan naik 100%.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris berjanji tidak akan ada lagi defisit BPJS dalam lima tahun ke depan. "Selesai lima tahun ke depan tidak ada defisit lagi," ungkapnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPJS Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Terkait kenaikan iuran ini, pihaknya menegaskan nominalnya masih lebih rendah dari perhitungan para ahli. Misalnya untuk kelas 1 melalui Perpres Rp 160 ribu, padahal seharusnya Rp 274 ribu. Pemerintah hanya mematok Rp 160 ribu karena masih ada subsidi.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, publik perlu memahami bahwa pernyataan pemerintah dzolim itu tidak benar. Baginya pemerintah tidak membuat masyarakat semakin menderita, justru pemerintah hadir memberikan jaminan kesehatan.
"Iuran itu ada research, masih terjangkau. Kelas 1 kira-kira Rp 5.000 - 6.000 per hari, kelas 2 Rp 3.000 - 4.000 per hari, dan kelas 3 kurang dari Rp 2.000 per hari. Ini kemudian yang dikonstruksikan sampai lima tahun ke depan," imbuhnya.
Pihaknya telah bekerjasama hampir dengan semua Pemda mengintegrasikan program. Tepatnya, ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD.
Menurutnya dengan adanya Perpres ini, tidak ada pengaruhnya terhadap masyarakat miskin atau tidak mampu. "Karena dijamin, tidak keluar Rp 1 rupiah pun. Segmen masyarakat miskin ditanggung pemerintah daerah dan pemerintah pusat," imbuhnya.
Bicara layanan BPJS yang antriannya panjang, Fahmi mengatakan saat ini pihaknya tengah mengembangkan sistem antrian online. Antrian yang membludak menurutnya karena orang datang di jam yang sama pada situasi pelayanan yang terbatas.
"Bisa buka mobile JKN anda bisa datang pada waktu tidak semua orang berkumpul di jam yang sama," terangnya.
Fahmi juga menyampaikan, jumlah Rumah Sakit (RS) sejak program ini berjalan terus bertambah. BPJS akan memastikan sistem rujukan antrian online akan berjalan, sehingga peserta akan terdistribusi ke RS sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
"Dengan adanya rasionalisasi iuran itu kita ingin memastikan bahwa defisit selesai, cash flow RS terjamin. Sehingga RS bisa memprediksi mempersiapkan mengembangkan kapasitasnya itu dengan lebih baik ini akan berpengaruh pada layanan untuk mengurai antrian," paparnya.
(dob/dob) Next Article Duh, Defisit BPJS Kesehatan Bisa Rp 28 T
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris berjanji tidak akan ada lagi defisit BPJS dalam lima tahun ke depan. "Selesai lima tahun ke depan tidak ada defisit lagi," ungkapnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPJS Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Terkait kenaikan iuran ini, pihaknya menegaskan nominalnya masih lebih rendah dari perhitungan para ahli. Misalnya untuk kelas 1 melalui Perpres Rp 160 ribu, padahal seharusnya Rp 274 ribu. Pemerintah hanya mematok Rp 160 ribu karena masih ada subsidi.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, publik perlu memahami bahwa pernyataan pemerintah dzolim itu tidak benar. Baginya pemerintah tidak membuat masyarakat semakin menderita, justru pemerintah hadir memberikan jaminan kesehatan.
"Iuran itu ada research, masih terjangkau. Kelas 1 kira-kira Rp 5.000 - 6.000 per hari, kelas 2 Rp 3.000 - 4.000 per hari, dan kelas 3 kurang dari Rp 2.000 per hari. Ini kemudian yang dikonstruksikan sampai lima tahun ke depan," imbuhnya.
Pihaknya telah bekerjasama hampir dengan semua Pemda mengintegrasikan program. Tepatnya, ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD.
Menurutnya dengan adanya Perpres ini, tidak ada pengaruhnya terhadap masyarakat miskin atau tidak mampu. "Karena dijamin, tidak keluar Rp 1 rupiah pun. Segmen masyarakat miskin ditanggung pemerintah daerah dan pemerintah pusat," imbuhnya.
Bicara layanan BPJS yang antriannya panjang, Fahmi mengatakan saat ini pihaknya tengah mengembangkan sistem antrian online. Antrian yang membludak menurutnya karena orang datang di jam yang sama pada situasi pelayanan yang terbatas.
"Bisa buka mobile JKN anda bisa datang pada waktu tidak semua orang berkumpul di jam yang sama," terangnya.
Fahmi juga menyampaikan, jumlah Rumah Sakit (RS) sejak program ini berjalan terus bertambah. BPJS akan memastikan sistem rujukan antrian online akan berjalan, sehingga peserta akan terdistribusi ke RS sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
"Dengan adanya rasionalisasi iuran itu kita ingin memastikan bahwa defisit selesai, cash flow RS terjamin. Sehingga RS bisa memprediksi mempersiapkan mengembangkan kapasitasnya itu dengan lebih baik ini akan berpengaruh pada layanan untuk mengurai antrian," paparnya.
(dob/dob) Next Article Duh, Defisit BPJS Kesehatan Bisa Rp 28 T
Most Popular