
Anies Bilang e-Budgeting DKI Belum Cerdas, Benarkah?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
31 October 2019 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Menyusul adanya kontroversi anggaran pendidikan yang janggal sebesar Rp 82 miliar untuk pembelian lem Aibon, Gubernur DKI Jakarta Anies menyalahkan sistem e-Budgetting warisan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Bahkan Anies menegaskan tidak akan mewariskan sistem ini ke penerusnya.
"Kan ditemukan juga di era-era sebelumnya, selalu seperti ini. Oleh karenanya, menurut saya, saya tidak akan meninggalkan ini ke gubernur sesudahnya," teas Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (30/10) kemarin.
Sementara Ahok menyebutkan sistem e-Budgetting berjalan baik jika tidak ada niat melakukan korupsi. "Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat mark up, apalagi maling. Untuk mencegah korupsi, hanya ada satu kata, transparansi sistem yang ada," ucap Ahok seperti dikutip dari detikcom, Kamis (31/10/2019).
Sistem e-budgetting digagas saat Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai gubernur DKI. Penerapan sistem e-Budgetting diharapkan dapat meningkatkan kontrol terhadap pelaksanaan anggaran. Sistem e-Budgetting DKI Jakarta diterapkan mulai dari perencanaan, penganggaran, hingga pengecekan harga.
Menurut studi yang dilakukan oleh Bank Dunia, langkah e-Government atau tata laksana pemerintahan dengan bantuan sistem digital ditempuh berbagai pemerintah di dunia untuk mencapai misinya. Mulai dari membuat tujuan administratif yang terukur sampai peningkatan pelayanan publik.
Dari pengambilan keputusan berbasis data hingga kebijakan yang berbasis bukti. Dari memastikan akuntabilitas dan transparansi hingga membangun kepercayaan publik.
Bank Dunia menyoroti tiga karakteristik layanan publik melalui e-Gov. Pertama dari segi konteks, dengan transformasi digital ini pelayanan publik dapat mengandalkan data yang diperoleh untuk mengidentifikasi kebutuhan layanan masyarakat. Sehingga diharapkan mampu memberikan layanan yang efektif.
Kedua, layanan kontekstual tidak mampu terwujud tanpa adanya keterbukaan data. Data yang terkoordinasi membuat layanan yang efektif dapat terwujud.
Poin yang terakhir adalah tentang kognisi. Artinya tugas-tugas yang sebelumnya dikerjakan oleh manusia dapat didelegasikan ke mesin-mesin melalui teknologi yang dinamakan kecerdasan buatan. Aspek kognisi ini diciptakan untuk meminimalkan bias maupun aspek human error.
Kalau dilihat-lihat sistem e-Budgetting yang sekarang diimplementasikan Pemda DKI rasanya tidak jauh berbeda dari karakteristik tersebut. Namun sistem yang sekarang bukan berarti sudah sempurna.
Jika memang kasus anggaran lem Aibon sebesar Rp 82 miliar tersebut murni kesalahan manual, maka menunjukkan aspek kelemahan sistem e-Budgetting ada di aspek kognisi. Ke depan Gubernur Anies berencana untuk memperbaiki sistem ini agar menjadi sistem yang "cerdas" sehingga jika ada anggaran yang janggal langsung kelihatan. Selain itu Anies juga harus memastikan bahwa perbaikan sistem juga tidak memberi celah untuk perilaku seperti mark up anggaran atau anggaran siluman.
Namun untuk mewujudkan sistem e-Budgetting yang efisien juga diperlukan beberapa hal yang lebih fundamental seperti tujuan yang jelas. Misalnya untuk kontrol dan transparansi anggaran maka harus diperhatikan data apa saja yang dapat diakses oleh siapa saja.
Kemudian butuh infrastruktur yang memadai juga. Infrastruktur digital yang membangun e-Budgetting juga membutuhkan anggaran tentunya.
Terakhir adalah SDM alias aparatur yang menggunakannya. Perlu diperhatikan literasi digital aparatur sehingga kesalahan input atau kesalahan teknis lain dapat diminimalkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/aji) Next Article Ketimbang Rp 82 M Beli Lem Aibon Mending Buat...
"Kan ditemukan juga di era-era sebelumnya, selalu seperti ini. Oleh karenanya, menurut saya, saya tidak akan meninggalkan ini ke gubernur sesudahnya," teas Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (30/10) kemarin.
Sementara Ahok menyebutkan sistem e-Budgetting berjalan baik jika tidak ada niat melakukan korupsi. "Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat mark up, apalagi maling. Untuk mencegah korupsi, hanya ada satu kata, transparansi sistem yang ada," ucap Ahok seperti dikutip dari detikcom, Kamis (31/10/2019).
Sistem e-budgetting digagas saat Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai gubernur DKI. Penerapan sistem e-Budgetting diharapkan dapat meningkatkan kontrol terhadap pelaksanaan anggaran. Sistem e-Budgetting DKI Jakarta diterapkan mulai dari perencanaan, penganggaran, hingga pengecekan harga.
Menurut studi yang dilakukan oleh Bank Dunia, langkah e-Government atau tata laksana pemerintahan dengan bantuan sistem digital ditempuh berbagai pemerintah di dunia untuk mencapai misinya. Mulai dari membuat tujuan administratif yang terukur sampai peningkatan pelayanan publik.
Dari pengambilan keputusan berbasis data hingga kebijakan yang berbasis bukti. Dari memastikan akuntabilitas dan transparansi hingga membangun kepercayaan publik.
Bank Dunia menyoroti tiga karakteristik layanan publik melalui e-Gov. Pertama dari segi konteks, dengan transformasi digital ini pelayanan publik dapat mengandalkan data yang diperoleh untuk mengidentifikasi kebutuhan layanan masyarakat. Sehingga diharapkan mampu memberikan layanan yang efektif.
Kedua, layanan kontekstual tidak mampu terwujud tanpa adanya keterbukaan data. Data yang terkoordinasi membuat layanan yang efektif dapat terwujud.
Poin yang terakhir adalah tentang kognisi. Artinya tugas-tugas yang sebelumnya dikerjakan oleh manusia dapat didelegasikan ke mesin-mesin melalui teknologi yang dinamakan kecerdasan buatan. Aspek kognisi ini diciptakan untuk meminimalkan bias maupun aspek human error.
Kalau dilihat-lihat sistem e-Budgetting yang sekarang diimplementasikan Pemda DKI rasanya tidak jauh berbeda dari karakteristik tersebut. Namun sistem yang sekarang bukan berarti sudah sempurna.
Jika memang kasus anggaran lem Aibon sebesar Rp 82 miliar tersebut murni kesalahan manual, maka menunjukkan aspek kelemahan sistem e-Budgetting ada di aspek kognisi. Ke depan Gubernur Anies berencana untuk memperbaiki sistem ini agar menjadi sistem yang "cerdas" sehingga jika ada anggaran yang janggal langsung kelihatan. Selain itu Anies juga harus memastikan bahwa perbaikan sistem juga tidak memberi celah untuk perilaku seperti mark up anggaran atau anggaran siluman.
Namun untuk mewujudkan sistem e-Budgetting yang efisien juga diperlukan beberapa hal yang lebih fundamental seperti tujuan yang jelas. Misalnya untuk kontrol dan transparansi anggaran maka harus diperhatikan data apa saja yang dapat diakses oleh siapa saja.
Kemudian butuh infrastruktur yang memadai juga. Infrastruktur digital yang membangun e-Budgetting juga membutuhkan anggaran tentunya.
Terakhir adalah SDM alias aparatur yang menggunakannya. Perlu diperhatikan literasi digital aparatur sehingga kesalahan input atau kesalahan teknis lain dapat diminimalkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/aji) Next Article Ketimbang Rp 82 M Beli Lem Aibon Mending Buat...
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular