Ini 9 Hal yang Sebabkan Kecelakaan Lion Air JT-610 Terjadi

Muhammad Choirul, CNBC Indonesia
25 October 2019 15:34
KNKT akhirnya menuntaskan investigasi dan penelitian kecelakaan Lion Air JT-610. Ada 9 penyebab kecelakaan.
Foto: CNBC Indonesia/Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya menuntaskan investigasi dan penelitian kecelakaan Lion Air JT-610 yang jatuh di Tanjung Pakis, Karawang, 20 Oktober 2018 lalu.

Dari penyelidikan yang dilakukan, KNTK mengatakan setidaknya ada 9 hal yang menyebabkan kecelakaan ini terjadi pada pesawat buatan Boeing jenis Jet 737 MAX tersebut.


"Definisi penyebab kecelakaan ini kita ambil sesuai ketentutan internasional," kata Kepala Subkomite Kecelakaan Penerbangan Nurcahyo Utomo, Jumat (25/10/2019).

"Ke-9 hal yang terjadi ini menyebabkan kecelakaan... Ini terkait satu sama lain yang mengarah pada kecelakaan,".


Secara rinci, berikut 9 hal yang dikatakan KNKT sebagai penyebab kecelakaan pesawat Lion JT-610. Yaitu:

1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX) di pabrik Boeing. Meskipun dikatakan sesuai dengan referensi yang ada namun ternyata tidak tepat.
2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk Maneuvering Characteristics Augmentation Systemdianggap (MCAS/fitur otomatisasi dalam pesawat) cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.
3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor saja sangat rentan terhadap kesalahan.
4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS karena tidak adanya petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan
5. Indikator Angle of Attack (AOA) Disagree (sensor pesawat dalam bahaya) tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX). Ini berakibat ada informasi ini tidak muncul pada penerbangan, terkait sudut AOA yang berbeda antara kiri kanan pesawat, sehingga tidak dicatat oleh pilot. Yang akhirnya menyebabkan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan sensor AOA.
6. Sensor AOA pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.
7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian sensor AOA setelah terpasang di pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar. Sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi
8. Informasi mengenai stick shaker (indikator pesawat mengalami kehilangan daya angkat) dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat. Ini mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak mengambil tindakan yang tepat.
9. Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS, dan padatnya komunikasi ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi kondisi yang sulit. Termasuk kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidak-efektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini juga telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.

JT-610 terbang dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Pesawat itu membawa 181 penumpang, 2 kokpit kru dan 6 awak kabin.

[Gambas:Video CNBC]






(sef/sef) Next Article Hasil Investigasi Lion JT-610 Mau Dirilis, Bocorannya Apa Ya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular