Doing Business 2020

Ini Penyebab Peringkat Doing Business Indonesia Mentok di 73

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
25 October 2019 07:25
Ini Penyebab Peringkat Doing Business Indonesia Mentok di 73

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia baru saja merilis laporan kemudahan berbisnis (ease of doing business) di mana peringkat Indonesia stagnan di 73. Mampu melibas lima negara, sayangnya Indonesia dikacangi oleh empat negara lain. Berikut ini ulasannya.

Dalam laporan berjudul "Doing Business 2020", Bank Dunia mencatat Indonesia sudah melakukan perbaikan pada lima aspek tahun ini, sehingga skor kemudahan bisnisnya naik 1,64 poin menjadi 67,96. Namun peringkatnya flat di urutan ke-73.


Perlu dicatat, kenaikan ini lebih tinggi dari yang dibukukan Vietnam pada periode sama yang hanya naik 1,24 poin (menjadi 69,8). Namun, itu saja masih belum cukup untuk menggeser posisi mereka, meski peringkat Negeri Paman Ho itu turun 1 level ke 70.

Namun, perbaikan itu kalah cemerlang dibanding beberapa negara lain, yang sukses melompati Indonesia, misalnya India (dari peringkat 63 ke 77), Jamaika (dari 75 ke 71), Uzbekistan (dari 76 ke 69), dan Oman (dari 78 ke 68).

Yang menyakitkan, jumlah perbaikan (reformasi) yang mereka melakukan justru lebih sedikit dibandingkan yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia sebagaimana terlibat dalam data Bank Dunia. Namun nyatanya, peringkat mereka melompati Indonesia.



Lalu apa yang terjadi sebenarnya? Bank Dunia menggarisbawahi bahwa persoalan terbesar Indonesia-yang relatif sudah diatasi oleh keempat negara itu-terletak pada aspek yang tak terdaftar di rangkuman daftar 10 aspek tersebut tetapi menetap dalam perhitungan skor indeks kemudahan bisnis oleh Bank Dunia, yakni ketenagakerjaan.

"Di antara ekonomi dengan penghasilan menengah-rendah di Asia Timur dan Pasifik, Indonesia menjadi salah satu yang memiliki regulasi ketenagakerjaan paling rigid, terutama terkait dengan pengangkatan kerja," tulis Bank Dunia dalam laporan riset tersebut.

Kebijakan upah minimum yang wajib diikuti pengusaha, lanjut lembaga yang dipimpin Jim Yong Kim ini tujuannya memang positif yakni menjamin kompensasi yang adil untuk pekerja. Namun dalam praktiknya, kebijakan ini dijalankan dengan mengorbankan kepentingan pemodal.

Riset Bank Dunia menyebutkan bahwa perusahaan yang beroperasi di negara berkembang kesulitan membayar upah minimum karena rasionya terlalu tinggi jika dibandingkan dengan median laba yang dibukukannya. Hal serupa tidak terjadi di negara maju.

Sebagai contoh, tiap kenaikan upah minimum sebesar 10 persen-poin di sebuah provinsi di Indonesia akan berujung pada penurunan pembukaan lapangan kerja secara rata-rata sebesar 0,8 persen-poin di provinsi yang sama.

[Gambas:Video CNBC]

 

BERLANJUT KE HAL 2>>

Lalu bagaimana posisi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara? Apakah kita masih tercecer jauh di belakang untuk peringkat kemudahan bisnis pada tahun 2020? Mari kita ulas!

Indonesia saat ini berada di posisi tengah-tengah di antara negara ASEAN, tidak terlalu unggul juga tidak terlalu kalah. Namun jika ruang lingkup kita kerucutkan pada tujuh negara utama ASEAN, Indonesia terhitung kalah dan hanya unggul terhadap Filipina.

Yang paling unggul tentu saja adalah Negeri Merlion yang bertahan di posisi kedua dunia, mengekor Selandia Baru. Malaysia dan Thailand sama-sama naik peringkat sebanyak 3 poin dan 6 poin, membawa mereka ke rangking 12 dan 21.

Peringkat kemudahan bisnis ketiga negara tersebut lebih baik dibandingkan negara-negara maju. Thailand yang di peringkat 21, misalnya, mengalahkan Jerman (22), Kanada (23), Jepang (29), China (31), Prancis (32), Swiss (36), Belanda (42), Belgia (46) hingga Italia (58).

Brunei Darussalam yang peringkatnya anjlok 11 poin berpeluang dilewati Indonesia karena kini berada di peringkat 66, setelah tahun lalu di peringkat 55. Turunnya peringkat negara monarki tersebut terjadi karena skornya melemah 1,93 poin.

Vietnam juga berpeluang terlewati oleh Indonesia, karena peringkatnya turun 1 posisi menjadi 70. Skornya hanya mengalami perbaikan sebesar 1,44 poin (ke 69,8) atau lebih lambat dari skor Indonesia yang membaik 1,64 poin (ke 73).

Yang layak diwaspadai adalah Filipina karena sukses menikung 29 negara, sehingga kini berada di posisi 95, setelah pada laporan Doing Business tahun lalu bercokol di 124. Jika konsistensi ini dijaga hingga membukukan lompatan serupa, bisa jadi Indonesia dilibas pada 2021.

Secara global, perbaikan Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan lima negara ini yang merosot di bawah peringkat Indonesia: Kostarika (turun dari 67 menjadi 74), Peru (dari 68 ke 76). Yunani (dari 72 menjadi 79), Kirgistan (dari 70 menjadi 80), dan Albania (dari 63 ke 82).

Apakah unggul dari negara-negara dengan produk domestik bruto kecil tersebut adalah capaian? Jelas tidak! Pemerintah harus kerja keras jika ingin mencapai rangking ease of doing business di angka 40 pada tahun 2020, sebagaimana ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ags/ags) Next Article Top 20 Improvers Doing Business 2020, RI Mana Pak Jokowi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular