Halo Pak Airlangga, Tugas Berat Menanti Sebagai Menko Ekonomi
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 October 2019 09:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), Airlangga Hartarto menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Ia menggantikan Darmin Nasution.
"Bapak Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian," kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (23/10/2019).
"Kita ingin agar terobosan dan sinergi antar Kementerian sehingga peluang kerja meningkat. Kita juga ingin menurunkan defisit transaksi berjalan atau CAD, neraca perdagangan dan industrialisasi," kata Jokowi menambahkan.
Jokowi memang punya mimpi besar untuk membawa ekonomi Indonesia meroket 7% per tahun. Namun dalam lima tahun terakhir ekonomi Indonesia seolah susah untuk lepas landas dan hanya mentok tumbuh di angka 5%.
Kalau ngomongin hilirisasi industri dan defisit neraca dagang, Indonesia masih punya PR besar. Mari ulas satu per satu masalah ini.
Pertama masalah hilirisasi Industri. Kalau dilihat secara struktural maka sektor industri berkontribusi paling besar terhadap perekonomian Indonesia. Besarnya mencapai hampir 20% pada 2018. Namun sektor ini tumbuh moderat hanya 4,25% di kuartal IV-2019 secara year on year.
Industri dengan pertumbuhan yang paling pesat pada kuartal terakhir 2018 adalah industri logam dasar dan industri mesin perlengkapan dengan catatan pertumbuhan masing-masing mencapai 15,52% dan 14,55%.
Tak dapat dipungkiri bahwa seperlima ekonomi Indonesia disokong oleh industri manufaktur. Tentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, sektor industri harus diperhatikan. Pasalnya sektor industri merupakan sektor sekunder yang padat karya. Artinya industri ini menyerap lapangan kerja yang banyak.
Hilirisasi industri merupakan isu yang seksi. Saat ini Indonesia sudah punya rencana untuk mengembangkan industri 4.0 dengan adanya perkembangan teknologi terutama teknologi digital. Dalam roadmap tersebut Indonesia mencanangkan untuk menjadi salah satu pemain global mobil listrik, memang sah-sah saja.
BERLANJUT KE HALAMAN 2>>
Namun jangan lupa juga bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini dapat jadi modal untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyat.
Ketika harga komoditas naik maka akan membuat perekonomian Indonesia juga turut terangkat seperti pada tahun 2010-2011. Namun jika harga komoditas anjlok seperti sekarang ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia jadi agak seret.
Oleh karena itu, menurut Bank Dunia Indonesia perlu mengembangkan industri manufaktur yang mengolah hasil-hasil sumber daya alam untuk menjadi nilai tambah. Sejauh ini bahan baku sudah ada tinggal membangun industrinya saja.
Nah untuk membangun industri (hilirisasi industri) ini butuh yang namanya investasi. Sejauh ini investasi terutama penanaman modal asing (PMA) di Indonesia sudah mulai bergeser ke sektor yang padat modal ketimbang ke padat karya. Masalah investasi, sejauh ini PMA masih jadi penopangnya karena dari segi jumlah lebih besar.
Namun ada kecenderungan bahwa uang investor asing ini mengalir ke sektor jasa perdagangan serta keuangan. Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal, hingga saat ini lebih dari 50% PMA digelontorkan untuk sektor jasa. Sejak tahun 2016, realisasi investasi baik PMA maupun PMDN ke sektor manufaktur semakin mengecil proporsinya.
Nah inilah yang harus disikapi ke depannya. Menarik investor untuk menggelontorkan uang ke sektor padat karya seperti manufaktur terutama pengolahan hasil sumber daya alam supaya punya nilai tambah.
Untuk bisa menarik investor terutama investor asing maka perlu racikan kebijakan yang ampuh mulai dari stimulus fiskal, reformasi birokrasi dan kerangka kebijakan yang jelas. Inilah tugas besar pak Airlangga sebagai menko perekonomian.
BERLANJUT KE HALAMAN 3 >> Masalah lain yang juga ditanyakan oleh Jokowi kepada Airlangga adalah soal neraca dagang Indonesia yang defisit. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam periode Januari-September tahun ini, defisit neraca dagang mencapai US$ 1,95 miliar. Lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai US$ 3,82 miliar.
Kalau dilihat-lihat penyebab defisit neraca dagang RI dalam dua tahun terakhir adalah impor hasil minyak yang sangat tinggi. Bahkan impor hasil minyak Indonesia mencatatkan defisit yang lebih dalam dari impor minyak mentah.
Sejak Januari-September 2019, defisit neraca dagang untuk pos minyak mentah Indonesia tercatat mencapai US$ 2,73 miliar sedangkan defisit untuk pos hasil minyak mencapai US$ 8,59 miliar.
Defisit neraca dagang juga terjadi di tahun 2014 yang mencapai US$ 2,2 miliar. Namun saat itu Menteri Keuangan yang menjabat Bambang Brodjonegoro mengambil kebijakan fiskal yang mendorong ekspor dan mengurangi impor yang tertuang dalam empat langkah kebijakan.
Empat langkah kebijakan tersebut meliputi penerapan Bea Masuk Anti-Dumping Sementara dan Bea Masuk Tindak Pengamanan Sementara untuk mengurangi derasnya arus impor komoditas dari negara luar.
Kedua memberikan tax allowance untuk eksportir yang mengekspor 30% produksinya. Ketiga memberikan stimulus fiskal berupa pembebasan Pajak Petambahan Nilai industri galangan kapal hingga mendorong kebijakan biodiesel untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM yang selama ini membuat defisit neraca dagang membengkak.
BBM merupakan bahan baku dari aktivitas ekonomi RI sehari-hari. Ketergantungan kita terhadap bahan bakar ini serta status Indonesia yang berubah menjadi net importir minyak sejak kurang lebih tujuh tahun lalu membuat neraca dagang seolah dihantui defisit.
Mendongkrak ekspor serta mengurangi ketergantungan impor BBM tentu jadi agenda utama untuk menekan defisit neraca dagang yang terjadi dalam dua tahun ini.
Dari dua pertanyaan Jokowi ke Airlangga, dapat kita ketahui ternyata PR perekonomian Indonesia ke depannya bukan hal yang gampang ya. Ini baru dua, masih ada lagi PR-PR lain tentunya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Omnibus Law Jokowi: Pekerja akan Diupah Berbasis Jam & Harian
"Bapak Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian," kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (23/10/2019).
"Kita ingin agar terobosan dan sinergi antar Kementerian sehingga peluang kerja meningkat. Kita juga ingin menurunkan defisit transaksi berjalan atau CAD, neraca perdagangan dan industrialisasi," kata Jokowi menambahkan.
Kalau ngomongin hilirisasi industri dan defisit neraca dagang, Indonesia masih punya PR besar. Mari ulas satu per satu masalah ini.
Pertama masalah hilirisasi Industri. Kalau dilihat secara struktural maka sektor industri berkontribusi paling besar terhadap perekonomian Indonesia. Besarnya mencapai hampir 20% pada 2018. Namun sektor ini tumbuh moderat hanya 4,25% di kuartal IV-2019 secara year on year.
Industri dengan pertumbuhan yang paling pesat pada kuartal terakhir 2018 adalah industri logam dasar dan industri mesin perlengkapan dengan catatan pertumbuhan masing-masing mencapai 15,52% dan 14,55%.
![]() |
Hilirisasi industri merupakan isu yang seksi. Saat ini Indonesia sudah punya rencana untuk mengembangkan industri 4.0 dengan adanya perkembangan teknologi terutama teknologi digital. Dalam roadmap tersebut Indonesia mencanangkan untuk menjadi salah satu pemain global mobil listrik, memang sah-sah saja.
BERLANJUT KE HALAMAN 2>>
Namun jangan lupa juga bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini dapat jadi modal untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyat.
Ketika harga komoditas naik maka akan membuat perekonomian Indonesia juga turut terangkat seperti pada tahun 2010-2011. Namun jika harga komoditas anjlok seperti sekarang ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia jadi agak seret.
Oleh karena itu, menurut Bank Dunia Indonesia perlu mengembangkan industri manufaktur yang mengolah hasil-hasil sumber daya alam untuk menjadi nilai tambah. Sejauh ini bahan baku sudah ada tinggal membangun industrinya saja.
Nah untuk membangun industri (hilirisasi industri) ini butuh yang namanya investasi. Sejauh ini investasi terutama penanaman modal asing (PMA) di Indonesia sudah mulai bergeser ke sektor yang padat modal ketimbang ke padat karya. Masalah investasi, sejauh ini PMA masih jadi penopangnya karena dari segi jumlah lebih besar.
Namun ada kecenderungan bahwa uang investor asing ini mengalir ke sektor jasa perdagangan serta keuangan. Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal, hingga saat ini lebih dari 50% PMA digelontorkan untuk sektor jasa. Sejak tahun 2016, realisasi investasi baik PMA maupun PMDN ke sektor manufaktur semakin mengecil proporsinya.
![]() |
Nah inilah yang harus disikapi ke depannya. Menarik investor untuk menggelontorkan uang ke sektor padat karya seperti manufaktur terutama pengolahan hasil sumber daya alam supaya punya nilai tambah.
Untuk bisa menarik investor terutama investor asing maka perlu racikan kebijakan yang ampuh mulai dari stimulus fiskal, reformasi birokrasi dan kerangka kebijakan yang jelas. Inilah tugas besar pak Airlangga sebagai menko perekonomian.
BERLANJUT KE HALAMAN 3 >> Masalah lain yang juga ditanyakan oleh Jokowi kepada Airlangga adalah soal neraca dagang Indonesia yang defisit. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam periode Januari-September tahun ini, defisit neraca dagang mencapai US$ 1,95 miliar. Lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai US$ 3,82 miliar.
![]() |
Sejak Januari-September 2019, defisit neraca dagang untuk pos minyak mentah Indonesia tercatat mencapai US$ 2,73 miliar sedangkan defisit untuk pos hasil minyak mencapai US$ 8,59 miliar.
![]() |
Empat langkah kebijakan tersebut meliputi penerapan Bea Masuk Anti-Dumping Sementara dan Bea Masuk Tindak Pengamanan Sementara untuk mengurangi derasnya arus impor komoditas dari negara luar.
Kedua memberikan tax allowance untuk eksportir yang mengekspor 30% produksinya. Ketiga memberikan stimulus fiskal berupa pembebasan Pajak Petambahan Nilai industri galangan kapal hingga mendorong kebijakan biodiesel untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM yang selama ini membuat defisit neraca dagang membengkak.
BBM merupakan bahan baku dari aktivitas ekonomi RI sehari-hari. Ketergantungan kita terhadap bahan bakar ini serta status Indonesia yang berubah menjadi net importir minyak sejak kurang lebih tujuh tahun lalu membuat neraca dagang seolah dihantui defisit.
Mendongkrak ekspor serta mengurangi ketergantungan impor BBM tentu jadi agenda utama untuk menekan defisit neraca dagang yang terjadi dalam dua tahun ini.
Dari dua pertanyaan Jokowi ke Airlangga, dapat kita ketahui ternyata PR perekonomian Indonesia ke depannya bukan hal yang gampang ya. Ini baru dua, masih ada lagi PR-PR lain tentunya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Omnibus Law Jokowi: Pekerja akan Diupah Berbasis Jam & Harian
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular