atau pegawai negeri sipil (ASN/PNS) sebaiknya tidak membuat gaduh dengan menyerang pemerintah jika tidak ingin menerima sanksi super berat.
Namun bukan berarti sebagai abdi negara tidak bisa memberikan saran. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin mengatakan saran boleh diberikan, tetapi tidak dilakukan di ruang publik.
Dia menilai saran yang diberikan di ruang publik seperti sosial bisa membuat gaduh. Hal ini juga sebagai pengingat agar ASN lebih bijaksana menggunakan media sosial
"UU-nya begitu. Di
-nya saja. Bukan bagian kritik. Memberikan masukan saran yang progresif ya oke-oke saja. Tapi bukan di ruang publik. Di ruang publik apalagi bikin gaduh, apalagi menyerang. Kan ada aturannya," kata Syafruddin belum lama ini.
Dia menambahkan bukan hanya ke pemerintah, ujaran kebencian atau hate speech juga dilarang kepada PNS.
Abdi negara perlu bijak dalam menggunakan media sosial jika tidak ingin merasakan sederet hukuman tegas jika dengan sengaja menyebar ujaran kebencian lewat media sosial pribadinya secara terang-terangan.
Lantas, apa saja sanksi yang menanti bagi para ASN yang melakukan ujaran kebencian?
"Ada hukuman disiplin ringan, sedang, berat, tergantung hasil pemeriksaan," kata Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia.
Terkait hukuman, Syarifudin juga meminta hukuman kepada ASN tidak dibandingkan dengan hukuman ke aparat lain. Dia mengatakan tiap abdi negara mempunyai aturan.
"ASN itu pidana umum. Jangan dibandingkan antara aparat Polri, TNI, dengan ASN. Beda. Domain hukumnya beda. Polri ada Pidum dan kode etik. TNI ada pidana militer dan disiplin militer. ASN pidana umum. Jadi jangan dibandingkan," kata Syarifudin dilansir dari detik.com.
Dia menegaskan warga negara harus patuh pada aturan yang mengikat. Hal itu agar pengelolaan negara makin baik.
"Ikuti aturannya saja, negara akan baik. Setiap anak bangsa mau ASN, aparat hukum, media, masyarakat ada aturan yang mengikat masing-masing," jelasnya.
Lantas, apa saja sanksi yang menanti bagi para ASN yang melakukan ujaran kebencian?
Hukuman disiplin bagi PNS diatur dengan jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, seperti dikutip CNBC Indonesia melalui laman Kemenkeu.
Sementara itu, larangan bagi PNS melakukan ujaran kebencian sesuai dengan Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) bernomor K.26-30/V.72/-2/99 yang diterbitkan pada 31 Mei 2018.
Adapun hukuman disiplin yang diberikan pun dibagi antara tingkat dan jenis hukuman. Tingkat hukuman terdiri dari hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, hingga hukuman disiplin berat.
Jenis hukuman disiplin ringan, seperti tertulis dalam beleid aturan tersebut, berbentuk teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
Sementara hukuman disiplin sedang, berbentuk penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, hingga penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Adapun bagi hukuman disiplin berat, berbentuk penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, hingga pembebasan jabatan.
Berikut daftarnya penyebab dan hukumannya bagi ASN yang terbukti melakukan ujaran kebencian:
Berlanjut ke halaman 3 >>>
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara, secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
Berlanjut ke halaman 4 >>>
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi;
6. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf a, huruf b, dan huruf c;
7. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 13 huruf b;
8. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan
9. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.
Berlanjut ke halaman 5 >>>
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 1;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 2;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 4;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 7;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8;
9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf d;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 13 huruf a; dan
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c.