
Kubu Prabowo Masuk Koalisi Jokowi, Berkah atau Musibah?

Lantas, apa hubungannya investasi dengan keputusan Prabowo untuk berada di dalam atau di luar koalisi Jokowi? Ternyata, kedua hal ini berkaitan erat.
Bank Dunia (World Bank) melakukan survei kepada 754 perusahaan internasional dan hasilnya dituangkan dalam publikasi berjudul Foreign Investor Perspectives and Policy Implications 2017/2018.
Ternyata, kestabilan politik dan keamanan merupakan faktor utama bagi investor dalam menentukan lokasi penanaman modal. Sebanyak 50% responden menyebut bahwa kestabilan politik dan keamanan sangatlah penting bagi mereka, sementara 37% menilainya sebagai faktor yang penting.
![]() |
Nah, ketika Gerindra yang merupakan partai dengan kursi terbanyak ketiga di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bergabung ke pemerintah, hampir bisa dipastikan setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dilempar oleh pemerintah ke parlemen akan bisa digolkan tanpa adanya gesekan politik yang berarti.
Hal ini tentu menjadi penting, mengingat di periode dua Jokowi banyak kebijakan baru yang krusial bagi perekonomian Indonesia dan memerlukan restu dari parlemen, salah satunya adalah terkait pemangkasan pajak korporasi.
Jika kebijakan-kebijakan krusial yang penting bagi perekonomian bisa digolkan dengan cepat, minat investor asing untuk menanamkan dananya di Indonesia bisa dipacu yang pada akhirnya akan membuat roda perekonomian berputar lebih kencang.
Memang, menambah peserta koalisi berarti bagi-bagi kursi di kabinet semakin kencang. Sebelum Partai Gerindra Bergabung saja, koalisi Jokowi untuk periode dua sudah lebih gemuk ketimbang periode satu.
Namun, kalau posisi menteri ekonomi bisa dialokasikan ke tangan-tangan yang memang mumpuni, rasanya koalisi yang semakin gemuk tak menjadi masalah.
Sumber dari CNBC Indonesia menyebut bahwa Sri Mulyani Indrawati masih akan dipercaya untuk menempati posisi Menteri Keuangan di periode kedua pemerintahan Jokowi. Kalau ini benar yang terjadi, tentu menjadi kabar yang sangat positif bagi perekonomian Indonesia.
Pasalnya, ditengah menantangnya kondisi perekonomian global di periode satu pemerintahan Jokowi, Sri Mulyani berhasil menjaga realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan pada tahun 2018, realisasi penerimaan negara bisa mencapai lebih dari 100% dari yang ditargetkan, menandai kali pertama hal tersebut terjadi sejak tahun 2008 silam. Di tangan Sri Mulyani, defisit fiskal juga selalu bisa diredam di level yang relatif rendah.
Pelaku pasar pun sejauh ini menanggapi dengan gembira peluang terpilihnya kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Pelaku pasar yang merupakan CEO sebuah lembaga pemeringkat internasional mengatakan bahwa Sri Mulyani sudah pas ditempatnya dan ada baiknya dipertahankan sebagai Menteri Keuangan.
"Dua jempol untuk Sri Mulyani bisa menjaga stabilitas fiskal dan makro secara baik di tengah gempuran ketidakstabilan kondisi ekonomi global," tuturnya.
Sementara itu, kalangan bankir berpendapat sama.
"Sri Mulyani mengetahui dengan pasti kondisi keuangan negara dan tak ada lagi yang bisa menggantikannya untuk saat ini," terang salah seorang bankir senior.
Pada akhirnya, walaupun sempat membuat satu Indonesia panas dingin, saat ini memang opsi terbaik bagi bangsa ini adalah Partai Gerindra merapat ke koalisi Jokowi. Seperti yang sudah disebutkan di atas, merapatnya Partai Gerindra merapat ke koalisi Jokowi akan membuat setiap RUU yang dilempar oleh pemerintah ke parlemen hampir bisa dipastikan akan digolkan dengan cepat.
Namun, walau nantinya Partai Gerindra merapat ke pemerintah, Jokowi tetap harus bijak dalam mengalokasikan kursi menteri ekonomi untuk orang-orang yang memang sangat kredibel seperti Sri Mulyani.
TIM RISET CNBC INDONESIA