Diburu Sepanjang Zaman, Ini Rahasia di Balik Kilau Emas

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 September 2019 13:25
Diburu Sepanjang Zaman, Ini Rahasia di Balik Kilau Emas

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak fungsi emas sebagai acuan moneter dunia dihapuskan pada tahun 1970-an, daya tarik emas tidak kunjung pudar dengan menjadi aset investasi yang diincar baik ketika dunia lagi resesi maupun makmur.

Seperti kita ketahui, selama berabad-abad emas tidak hanya menjadi instrumen investasi, melainkan juga alat tukar. Setelah munculnya era industrialisasi dan muncul mata uang kertas, emas tetap menjadi acuan nilai alat tukar. Sistem ini resmi diberlakukan secara internasional setelah perang dunia ke-2, lewat konferensi di hotel Bretton Woods pada tahun 1944.

Sebanyak 44 negara (mayoritas adalah pemenang perang atau blok sekutu) berkumpul di New Hampshire, Amerika Serikat (AS) dengan diwakili 730 delegasi. Di sinilah sistem keuangan Bretton Woods disepakati, di mana mata uang Amerika Serikat (AS) yakni dolar AS menjadi acuan utama uang dunia.

Untuk itu, AS menjaga nilai kursnya dengan memakai cadangan emas. Setiap 35 dolar AS di-backup dengan emas seberat 1 troy ons yang disimpan di Fort Knox. Namun pada 1971, Presiden AS Richard Nixon secara sepihak membatalkan sistem ini karena aksi jual dolar AS oleh Prancis dan Spanyol, untuk menukarnya dengan emas, yang menekan Negara Adidaya itu.

Setelah emas tak dipakai sebagai acuan dolar AS, harga emas tertekan? Ternyata tidak. Harga logam mulia justru melonjak dengan kenaikan rata-rata 34% per tahun, dari US$35 per troy ons (1970) menjadi US$500/troy ons (1980). Kenaikan ini natural untuk mengimbangi kenaikan inflasi yang ditekan puluhan tahun sejak sistem Bretton Woods dengan sistem pegged currency.

Sejak tahun 1969 sampai dengan sekarang, alias setengah abad, harga emas telah meroket 4.187% dari US$35/troy ons menjadi US$1.523/troy ons. Sepanjang tahun ini saja, emas sudah menguat US$241 atau 18,8%.

Aksi borong emas oleh bank-bank sentral dalam setahun terakhir kian mengukuhkan posisi penting emas. People's Bank of China (PBoC) menargetkan pembelian emas 15 ton per bulan sejak awal 2019, menjadi bagian dari bank-bank sentral negara lain yang juga memburu emas.

Dalam rilis yang dipublikasikan 1 Agustus itu, World Gold Council (WGC) menyebutkan permintaan emas oleh bank sentral dunia sepanjang kuartal II-2019 mencapai 224 ton. Selama 1 dekade terakhir, mereka memborong 4.300 ton emas, menjadikan total kepemilikan emas bank sentral menjadi 34.000 ton.

NEXT

Apa yang membuat emas cenderung menguat dalam jangka panjang dan mengukuhkan posisinya sebagai aset minim risiko (safe haven)? Jawabannya tentu saja terkait dengan nilainya yang tahan terhadap inflasi, sehingga investor memburunya ketika muncul ketidakpastian ekonomi seperti sekarang.

Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Investment Officer (CIO) US Global Investor Inc. Frank Holmes dalam ulasannya mengenai outlook harga emas 2018 menegaskan bahwa harga emas senantiasa menguat ketika ekonomi berada dalam situasi penuh tekanan.

Multiple Page #1
Image Cover *
Image Content *
Caption Foto
Judul *
Deskripsi *
" alt="Rahasia Kilau Emas: Diburu di Kala Makmur, Apalagi Resesi" />Sumber: US Global Investor

Sepanjang tahun ini, ketika eskalasi perang dagang antara AS dan China meninggi, harga emas dunia telah menguat US$223,97 per troy ons, atau setara dengan 17,5%, dari US$ 1.282,73 pada akhir tahun lalu menjadi US$ 1.506,7 per troy ons pada Jumat kemarin (6/9/2019).

Namun perlu anda ketahui, reli harga emas tak hanya terjadi ketika resesi membayang. Bahkan di masa penuh kemakmuran, investor ternyata juga masih memburu emas. Dalam risetnya, Frank menunjukkan bahwa China dan India sebagai konsumen utama emas dunia memburu logam mulia ini ketika perekonomian mereka bertumbuh.

Kilau emas tetap memikat ketika ekonomi aman-aman saja, meski dengan laju kenaikan yang tidak setinggi di kala resesi, di mana pemburu emas tak hanya mereka yang ingin mengoleksi aset fisik emas melainkan juga investor global yang ingin “cari aman dulu”.

World Gold Council (WGC) memprediksi permintaan emas untuk perhiasan akan meningkat dalam 30 tahun ke depan "di dunia yang saling terkait dengan penduduk kelas menengah yang bertambah dan lebih kaya."

Multiple Page #1
Image Cover *
Image Content *
Caption Foto
Judul *
Deskripsi *
" alt="Rahasia Kilau Emas: Diburu di Kala Makmur, Apalagi Resesi" />Foto: Sumber: US Global Investor

Hal ini menunjukkan bahwa posisi emas sebagai safe haven secara natural tidak bisa digantikan, meski sistem Bretton Wood sudah dihapuskan. Nilai emas terus meningkat karena secara natural terjadi disparitas permintaan dan suplai, alias kelangkaan emas. Sebagaimana hukum ekonomi dasar, ketika sebuah barang mengalami kelangkaan maka nilainya meningkat.

Mengutip Gold.org, produksi emas dunia setiap tahunnya bertambah “hanya” 2.500 ton. Angka ini dikumpulkan berdasarkan catatan produksi emas dunia paling awal yakni pada tahun 1950. Tren ini terus menurun, karena data WGC per 2017 mencatat rata-rata produksi emas per tahun hanya 1.130 ton (dari 2007-2017).

Di sisi lain, permintaan emas pada tahun 2017 saja sebanyak 4.100 ton. Secara sederhana, bisa dianalogikan bahwa setiap 4 orang pemesan emas di dunia, hanya 1 pemesan yang bisa mendapat emas fisik dari tambang, dan 3 lainnya harus gigit jari alias menunggu.

Kabar buruk lainnya, rerata tingkat deposit emas per tonnya terus menurun, menurut data Metals Focus, yakni dari 10 gram per ton di awal 1970-an menjadi hanya 1,4 gram per ton pada tahun 2015. Tingkat deposit adalah jumlah emas yang bisa didulang dari tiap ton tanah.

Ketika tingkat deposit menurun maka dari sisi penambang pun muncul dorongan untuk menjual produk emas per troy onsnya kian mahal, karena biaya untuk mendulang emas tersebut menjadi terhitung lebih besar ketika grade deposit menurun. 
Jadi, paham kan kenapa emas terus diburu, baik di kala sentosa maupun penuh marabahaya..

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular