Diburu Sepanjang Zaman, Ini Rahasia di Balik Kilau Emas

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 September 2019 13:25
Produksi Hanya Seperempat dari Konsumsi
Foto: Ist

Apa yang membuat emas cenderung menguat dalam jangka panjang dan mengukuhkan posisinya sebagai aset minim risiko (safe haven)? Jawabannya tentu saja terkait dengan nilainya yang tahan terhadap inflasi, sehingga investor memburunya ketika muncul ketidakpastian ekonomi seperti sekarang.

Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Investment Officer (CIO) US Global Investor Inc. Frank Holmes dalam ulasannya mengenai outlook harga emas 2018 menegaskan bahwa harga emas senantiasa menguat ketika ekonomi berada dalam situasi penuh tekanan.

Multiple Page #1
Image Cover *
Image Content *
Caption Foto
Judul *
Deskripsi *
" alt="Rahasia Kilau Emas: Diburu di Kala Makmur, Apalagi Resesi" />Sumber: US Global Investor

Sepanjang tahun ini, ketika eskalasi perang dagang antara AS dan China meninggi, harga emas dunia telah menguat US$223,97 per troy ons, atau setara dengan 17,5%, dari US$ 1.282,73 pada akhir tahun lalu menjadi US$ 1.506,7 per troy ons pada Jumat kemarin (6/9/2019).

Namun perlu anda ketahui, reli harga emas tak hanya terjadi ketika resesi membayang. Bahkan di masa penuh kemakmuran, investor ternyata juga masih memburu emas. Dalam risetnya, Frank menunjukkan bahwa China dan India sebagai konsumen utama emas dunia memburu logam mulia ini ketika perekonomian mereka bertumbuh.

Kilau emas tetap memikat ketika ekonomi aman-aman saja, meski dengan laju kenaikan yang tidak setinggi di kala resesi, di mana pemburu emas tak hanya mereka yang ingin mengoleksi aset fisik emas melainkan juga investor global yang ingin “cari aman dulu”.

World Gold Council (WGC) memprediksi permintaan emas untuk perhiasan akan meningkat dalam 30 tahun ke depan "di dunia yang saling terkait dengan penduduk kelas menengah yang bertambah dan lebih kaya."

Multiple Page #1
Image Cover *
Image Content *
Caption Foto
Judul *
Deskripsi *
" alt="Rahasia Kilau Emas: Diburu di Kala Makmur, Apalagi Resesi" />Foto: Sumber: US Global Investor

Hal ini menunjukkan bahwa posisi emas sebagai safe haven secara natural tidak bisa digantikan, meski sistem Bretton Wood sudah dihapuskan. Nilai emas terus meningkat karena secara natural terjadi disparitas permintaan dan suplai, alias kelangkaan emas. Sebagaimana hukum ekonomi dasar, ketika sebuah barang mengalami kelangkaan maka nilainya meningkat.

Mengutip Gold.org, produksi emas dunia setiap tahunnya bertambah “hanya” 2.500 ton. Angka ini dikumpulkan berdasarkan catatan produksi emas dunia paling awal yakni pada tahun 1950. Tren ini terus menurun, karena data WGC per 2017 mencatat rata-rata produksi emas per tahun hanya 1.130 ton (dari 2007-2017).

Di sisi lain, permintaan emas pada tahun 2017 saja sebanyak 4.100 ton. Secara sederhana, bisa dianalogikan bahwa setiap 4 orang pemesan emas di dunia, hanya 1 pemesan yang bisa mendapat emas fisik dari tambang, dan 3 lainnya harus gigit jari alias menunggu.

Kabar buruk lainnya, rerata tingkat deposit emas per tonnya terus menurun, menurut data Metals Focus, yakni dari 10 gram per ton di awal 1970-an menjadi hanya 1,4 gram per ton pada tahun 2015. Tingkat deposit adalah jumlah emas yang bisa didulang dari tiap ton tanah.

Ketika tingkat deposit menurun maka dari sisi penambang pun muncul dorongan untuk menjual produk emas per troy onsnya kian mahal, karena biaya untuk mendulang emas tersebut menjadi terhitung lebih besar ketika grade deposit menurun. 
Jadi, paham kan kenapa emas terus diburu, baik di kala sentosa maupun penuh marabahaya..

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular