
Ekonomi Dunia Dihantui Resesi, BI: RI Masih Kredibel
Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
04 September 2019 16:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi dunia saat ini serba tidak pasti, penyebab utamanya adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, yang tidak jelas kapan berakhirnya. Perang dagang ini membuat perekonomian dunia melambat, bahkan sudah ada negara yang terjangkit resesi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, mengakui dampak perang dagang sangat dahsyat bagi ekonomi dunia. Apalagi perang ini dilakukan oleh dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
"India saja sudah turun cukup tajam pertumbuhan ekonominya menjadi 5%, dari biasanya 6-7%. Konsumsi masyarakatnya rendah sekali," kata Destry di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Kondisi ekonomi India yang menurun, dan juga perang dagang mempengaruhi ekonomi Indonesia. Ekspor Indonesia ke India, ujar Destry, melemah kondisinya.
"Perang dagang menimbulkan ketidakpastian yang tinggi sekali. Ke Indonesia pengaruhnya lewat perdagangan, karena AS dan China partner utama perdagangan Indonesia," kata Destry.
Tapi tak hanya Indonesia, sejumlah negara tetangga seperti Singapura dan Thailand juga terpengaruh oleh kondisi perang dagang. Singapura ekonominya sudah hampir terjangkit resesi.
Terakhir muncul juga kabar krisis di Argentina, dan resesi di Turki. Menurut Destry, apa yang terjadi di Argentina dan Turki tidak akan mempengaruhi Indonesia atau negara lain, karena masalah ekonomi di Argentina dan Turki akibat masalah pada struktur ekonomi domestiknya.
Bersambung ke Halaman Berikutnya >> Indonesia Masih Kredibel (NEXT)
Destry mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia masih kredibel dan bisa dikatakan lebih baik. Meski di tengah perlambatan, namun ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh dengan bagus.
Imbal hasil investasi di Indonesia masih bagus, sehingga masih menarik untuk investasi.
"Dari sisi makro ekonomi kita juga masih bagus, moneter dan fiskal kita luar biasa bagus dan kredibel," ujar Destry.
Meski begitu, Destry mengatakan kebijakan struktural masih harus terus dibenahi, agar daya tahan ekonomi Indonesia makin kuat. Contohnya adalah memperkuat industri manufaktur di dalam negeri.
"Apa kita punya daya tahan? Saya lihatnya masih punya. Ekonomi domestik kita kuat," jelas Destry.
Bersambung ke Halaman Berikutnya >> Dolar dan Emas Jadi Idola (NEXT)
Pada kesempatan itu Destry mengatakan, perang dagang menghantam ekonomi Indonesia lewat dua jalur. Pertama adalah jalur komoditas. Perang dagang membuat perekonomian dunia melambat, permintaan komoditas menurun, dan harga akan jatuh. Sementara ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada komoditas.
Kedua, perang dagang akan menghantam lewat pasar keuangan. Meskipun perang dagang dilakukan oleh AS dan mengancam perekonomian negara tersebut, namun dolar AS masih tetap menjadi pilihan dan dianggap instrumen aman di tengah ancaman resesi.
"Orang masih lihat dolar sebagai safe haven. Ketidakpastian makin tinggi tapi orang masih lari ke dolar," kata Destry.
Selain dolar, emas juga menjadi pilihan saat 'hantu' resesi bergentayangan. Destry menjelaskan, harga emas naik tinggi sekali, dari sekitar US$ 1.200/troy ounce tahun lalu, menjadi sekitar US$ 1.500/troy ounce di tahun ini.
(wed/dru) Next Article Bos BI Pede Resesi Pergi di Kuartal IV-2020, Kenapa?
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, mengakui dampak perang dagang sangat dahsyat bagi ekonomi dunia. Apalagi perang ini dilakukan oleh dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
"India saja sudah turun cukup tajam pertumbuhan ekonominya menjadi 5%, dari biasanya 6-7%. Konsumsi masyarakatnya rendah sekali," kata Destry di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
"Perang dagang menimbulkan ketidakpastian yang tinggi sekali. Ke Indonesia pengaruhnya lewat perdagangan, karena AS dan China partner utama perdagangan Indonesia," kata Destry.
Tapi tak hanya Indonesia, sejumlah negara tetangga seperti Singapura dan Thailand juga terpengaruh oleh kondisi perang dagang. Singapura ekonominya sudah hampir terjangkit resesi.
Terakhir muncul juga kabar krisis di Argentina, dan resesi di Turki. Menurut Destry, apa yang terjadi di Argentina dan Turki tidak akan mempengaruhi Indonesia atau negara lain, karena masalah ekonomi di Argentina dan Turki akibat masalah pada struktur ekonomi domestiknya.
Bersambung ke Halaman Berikutnya >> Indonesia Masih Kredibel (NEXT)
Destry mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia masih kredibel dan bisa dikatakan lebih baik. Meski di tengah perlambatan, namun ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh dengan bagus.
Imbal hasil investasi di Indonesia masih bagus, sehingga masih menarik untuk investasi.
"Dari sisi makro ekonomi kita juga masih bagus, moneter dan fiskal kita luar biasa bagus dan kredibel," ujar Destry.
"Apa kita punya daya tahan? Saya lihatnya masih punya. Ekonomi domestik kita kuat," jelas Destry.
Bersambung ke Halaman Berikutnya >> Dolar dan Emas Jadi Idola (NEXT)
Pada kesempatan itu Destry mengatakan, perang dagang menghantam ekonomi Indonesia lewat dua jalur. Pertama adalah jalur komoditas. Perang dagang membuat perekonomian dunia melambat, permintaan komoditas menurun, dan harga akan jatuh. Sementara ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada komoditas.
Kedua, perang dagang akan menghantam lewat pasar keuangan. Meskipun perang dagang dilakukan oleh AS dan mengancam perekonomian negara tersebut, namun dolar AS masih tetap menjadi pilihan dan dianggap instrumen aman di tengah ancaman resesi.
"Orang masih lihat dolar sebagai safe haven. Ketidakpastian makin tinggi tapi orang masih lari ke dolar," kata Destry.
Selain dolar, emas juga menjadi pilihan saat 'hantu' resesi bergentayangan. Destry menjelaskan, harga emas naik tinggi sekali, dari sekitar US$ 1.200/troy ounce tahun lalu, menjadi sekitar US$ 1.500/troy ounce di tahun ini.
(wed/dru) Next Article Bos BI Pede Resesi Pergi di Kuartal IV-2020, Kenapa?
Most Popular