Ini Biang Kerok yang Bikin Industri Tekstil Kritis

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
04 September 2019 15:54
Pemerintah mengakui ada impor TPT untuk kepentingan ekspor.
Foto: Seorang wanita bekerja di bengkel produsen tekstil di Binzhou, provinsi Shandong, China 11 Februari 2019. (China Daily via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) memang sedang adalah masalah, tapi tak semuanya lini sedang bermasalah. Di sektor hulu memang sedang menghadapi persoalan penetrasi produk kain impor memukul pelaku industri khususnya di hulu dan menengah.

Direktur Industri Tekstil, Kulit Alas kaki, dan Aneka Kemenperin Mudhori mengatakan aktivitas impor TPT saat ini dilakukan untuk kepentingan produksi di dalam negeri untuk tujuan ekspor.

"Nggak usah ada keraguan ketika ada impor besar kemudian menjadikan kita itu jelek, nggak. Karena impor yang khusus di tekstil itu adalah impor bahan baku untuk kepentingan pasar ekspor," katanya di Seminar Nasional bertajuk Peningkatan Interlinkage Antar Sektor untuk Pengembangan Industri Otomotif, TPT dan Alas Kaki, Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Namun, di sisi lain, aktivitas impor oleh industri hilir seperti kain dan sejenisnya untuk kepentingan ekspor, secara langsung memukul industri lainnya terutama hulu, yang mengandalkan pasar domestik. Namun, bagi industri hilir justru akan memberikan keuntungan dari proses pengolahan bahan baku impor di dalam negeri.

 

"Jadi marginnya antara 7-10%. Impor kain diporduksi menjadi pakaian jadi dan tekstil produk lainnya mendapat keuntungan, pertama penyerapan tenaga kerja, kemudian devisa luar negeri," kata Mudhori.

Ia mengklaim, di atas kertas industri TPT pada triwulan III-2019 pertumbuhan mencapai 17,31 persen dan diharapkan di akhir tahun 2019 ekspor industri TPT sudah bisa sesuai target tumbuh 15%.

"Target 15% ini bisa diperoleh dengan optimis karena hulunya dari Chandra Asri mendukung untuk kebutuhan bahan bakunya, terutama sebagai produk hilir untuk benang filamen atau tekstil berbasis polyester," katanya.

Sebelumnya Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, saat ini industri hulu yang memproduksi serat dan benang tengah digempur impor kain akibat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

 

Kondisi ini menyebabkan produk dari industri hulu, khususnya di sektor pembuatan kain kalah bersaing dengan kain impor karena tak banyak diserap oleh industri garmen di hilir. Redma menyebut saat ini utilisasi produksi di sektor pertenunan, perajutan dan pencelupan kain hanya berada di kisaran 40%.

"Subsektor industri antara ini memang tidak sehat dalam 5 tahun terakhir karena banjirnya serbuan barang impor. Kehadiran Permendag 64/2017 yang memberikan izin impor tanpa pengendalian kepada importir pedagang (API-U) membuat kondisi semakin kritis," kata Redma dalam paparan kinerja di Hotel Sahid, Rabu (10/7/2019).

Kini, pelaku hulu dan hilir sepakat untuk mencari solusi, antara lain dengan mengajukan safeguard ke Kemendag, agar produk impor bisa diredam.


(hoi/hoi) Next Article Wah! Diserbu Impor, Pabrik Tekstil Bisa Beralih Jadi Pedagang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular