Adagium yang kerap dilontarkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara bahwa Indonesia belum merdeka dari internet benar adanya. Pengalaman ini juga dialami CNBC Indonesia saat meliput di Desa Long Bawan, Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat hingga Sabtu (30-31/8/2019). (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Desa Long Bawan, Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara ini berada di wilayah perbatasn, hanya berjarak 20 menit dari pos perbatasan Indonesia - Malaysia. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Namun, akses internet di Krayan sangat sulit dan mahal karena masih mengandalkan teknologi satelit, berbeda dengan Jakarta yang sudah menggunakan serat optik. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Krayan sendiri masih berada di wilayah yang terisolir, tidak dapat diakses selain melalui jalur udara melalui bandara perintis Yuvai Semaring. Ada dua menara BTS di di Krayan, namun belum bisa menjangkau kebutuhan warga. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Gevin Rody, guru di SMAN 1 Krayan, menuturkan, saking sulitnya akses internet, dia harus bolak balik ke sekolah untuk bisa mengakses internet. "Karena internet baru ada di sekolah, penginapan atau warung internet," kata dia, Jumat lalu (30/8/2019) (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Menjajal internet di penginapan milik rumah warga, hal yang mengagetkan adalah harganya tinggi. Untuk tarif paling murah, paket WiFi 120 megabit senilai Rp 20 ribu, 250 megabit Rp 30 ribu, 500 megabit Rp 60 ribu, dan paket 1 gigabit seharga Rp 120 ribu. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Untuk bisa menikmati Wifi, pengunjung akan diberikan voucher yang berisi sandi untuk mengakses internet sesuai dengan paket yang dibeli. Saat CNBC Indonesia mencoba langsung, sinyal timbul-tenggelam seringkali muncul. Belum lagi jika hujan datang, sinyal internet akan hilang seketika. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Meski berharga cukup mahal, minat masyarakat mengakses internet cukup tinggi, terbukti dari omzet perhari yang rata-rata cukup tinggi yakni Rp 500.000 per harinya. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Sebab, banyak pelajar yang harus mengakses internet sebagai bahan belajar karena masih terbatasnya akses buku di perpusatakaan sekolah di wiliayah perbatasan. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Sulit sinyal, kuota internet di perbatasan tembus Rp 120.000 per gigabit. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Krayan sendiri masih berada di wilayah yang terisolir, tidak dapat diakses selain melalui jalur udara melalui bandara perintis Yuvai Semaring. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Pelajar di SMAN 1 Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Seorang prajurit TNI yang mengawasi kunjungan Menkominfo Rudiantara di SMAN I Krayan. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)
Sulit Sinyal, Kuota Internet di Perbatasan Tembus Rp 120.000 per gigabit. Kalau ibu kota pindah ke Kalimantan, kami ingin tidak susah sinyal lagi," harap Gevin, guru SMAN I Krayan, Nunukan. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia).
Sulit sinyal, kuota internet di perbatasan tembus Rp 120.000 per gigabit. Tampak Menkomfinfo Rudiantara saat berkunjung ke SMAN 1 Krayan, Nunukan. (Syahrizal Sidik/CNBC Indonesia)