Jokowi Pindahkan Ibu Kota ke Kalimantan, Waspada Efek Negatif
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
16 August 2019 16:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal memindahkan ibu kota ke Pulau Kalimantan. Kebijakan itu harusnya belum terlalu prioritas untuk diambil.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai, pemindahan ibu kota belum urgent dilakukan. Pasalnya, situasi eksternal sedang tidak mendukung kebijakan tersebut.
"Di tengah kondisi ekonomi global yang masih bergejolak seperti sekarang, tekanan eksternalnya juga meningkat, jadi kebutuhan untuk pemindahan anggaran juga tidak main-main gitu ya Rp 456 triliun," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (16/8/2019).
Sejalan dengan itu, dia bilang bahwa pertumbuhan penerimaan pajak dibandingkan 2018 menurun. Artinya, lanjut Bhima, proyek pindah ibu kota adalah program yang tidak feasible.
"Kalau dipaksakan nanti dampaknya justru negatif terhadap perekonomian karena resource yang harusnya masuk dalam belanja lain itu masuk untuk pembangunan ibu kota baru," dia mengingatkan.
Sebaliknya, Bhima menilai, alokasi ratusan triliun yang diproyeksikan untuk pindah ibu kota, lebih baik digunakan bagi alokasi lain. Dia menyontohkan, akan lebih baik anggaran tersebut dipakai untuk membangun kawasan industri dengan infrastruktur yang lebih lengkap.
"Kemudian kawasan industri yang justru multiplier efeknya bisa lebih besar dibandingkan hanya memindahkan kota administrasi begitu ya, atau kota pemerintahan," tandasnya.
Sejalan dengan itu, dengan kondisi saat ini, dia meragukan swasta akan berminat ikut berkontribusi. Apalagi, belakangan harga tanah di Kalimantan mulai jadi incaran spekulan.
"Nah ini kita sudah mencium adanya gelagat spekulan-spekulan tanah ini bermain dan menaikkan harga. Maka swasta juga akan keberatan untuk masuk ke Kalimantan karena harga tanahnya sudah kelewat mahal untuk investasi dan pembangunan infrastruktur," tandasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Live Now! Jokowi Umumkan Ibu Kota Baru RI
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai, pemindahan ibu kota belum urgent dilakukan. Pasalnya, situasi eksternal sedang tidak mendukung kebijakan tersebut.
"Di tengah kondisi ekonomi global yang masih bergejolak seperti sekarang, tekanan eksternalnya juga meningkat, jadi kebutuhan untuk pemindahan anggaran juga tidak main-main gitu ya Rp 456 triliun," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (16/8/2019).
"Kalau dipaksakan nanti dampaknya justru negatif terhadap perekonomian karena resource yang harusnya masuk dalam belanja lain itu masuk untuk pembangunan ibu kota baru," dia mengingatkan.
![]() |
Sebaliknya, Bhima menilai, alokasi ratusan triliun yang diproyeksikan untuk pindah ibu kota, lebih baik digunakan bagi alokasi lain. Dia menyontohkan, akan lebih baik anggaran tersebut dipakai untuk membangun kawasan industri dengan infrastruktur yang lebih lengkap.
"Kemudian kawasan industri yang justru multiplier efeknya bisa lebih besar dibandingkan hanya memindahkan kota administrasi begitu ya, atau kota pemerintahan," tandasnya.
Sejalan dengan itu, dengan kondisi saat ini, dia meragukan swasta akan berminat ikut berkontribusi. Apalagi, belakangan harga tanah di Kalimantan mulai jadi incaran spekulan.
"Nah ini kita sudah mencium adanya gelagat spekulan-spekulan tanah ini bermain dan menaikkan harga. Maka swasta juga akan keberatan untuk masuk ke Kalimantan karena harga tanahnya sudah kelewat mahal untuk investasi dan pembangunan infrastruktur," tandasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Live Now! Jokowi Umumkan Ibu Kota Baru RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular