
Ini Senjata-senjata Sri Mulyani Perangi Baja China
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
14 August 2019 16:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa bulan terakhir, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani genjar mengeluarkan beberapa peraturan menteri tentang pengenaan tarif tambahan impor dari negara lain terutama barang-barang asal China. Langkah ini tak dipungkiri dari upaya memproteksi industri dalam negeri seperti baja dan tekstil yang sedang mengalami tekanan impor.
Beberapa tarif yang dikenakan oleh produk impor antara lain tarif anti-dumping untuk produk-produk yang dianggap kena ekses negatif dari serbuan barang impor.
Pada awal Agustus, Sri Mulyani mengenakan bea masuk anti dumping atas impor benang jenis spin drawn yarn (SDY) asal China. Besaran bea masuk anti dumping tersebut berkisar 5,4 persen hingga 15 persen, bergantung perusahaan yang mengekspor produknya ke Indonesia.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.010/2019 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping terhadap SDY dari Negara Republik Rakyat Tiongkok yang diteken Sri Mulyani dan diundangkan pada 6 Agustus 2019 lalu.
Ia juga mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk Hot Rolled Plate (HRP) atau Pelat Baja asal China, dan dua negara lainnya yaitu Singapura dan Ukraina. China dikenakan BMAD 10,47% kemudian Singapura 12,5% dan Ukraina 12,33%.
Ketentuan anti-dumping itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 111/PMK.010/2019. Aturan ini memperpanjang aturan sebelumnya yang telah habis masa berlaku. PMK ini adalah turunan dari PMK 50/2016 dan efektif pada 14 Agustus 2019.
Sebelumnya China lebih dahulu memberlakukan bea masuk anti-dumping (BMAD) pada beberapa produk stainless steel asal Indonesia. Tarif anti-dumping yang akan diterapkan China beragam, dari rentang terendah 18,1% hingga 103,1% dan akan dikenakan pada billet stainless steel dan plat baja hot-rolled stainless.
Kementerian Perdagangan China menyatakan, tarif anti-dumping akan efektif pada 23 Juli 2019. Selain itu, China juga menerapkan anti-dumping yang sama terhadap Uni Eropa (UE), Jepang, dan Korea Selatan.
(hoi/hoi) Next Article Serapan APBD Rendah, Hingga China 'Gertak' Perusahaan Taiwan
Beberapa tarif yang dikenakan oleh produk impor antara lain tarif anti-dumping untuk produk-produk yang dianggap kena ekses negatif dari serbuan barang impor.
Pada awal Agustus, Sri Mulyani mengenakan bea masuk anti dumping atas impor benang jenis spin drawn yarn (SDY) asal China. Besaran bea masuk anti dumping tersebut berkisar 5,4 persen hingga 15 persen, bergantung perusahaan yang mengekspor produknya ke Indonesia.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.010/2019 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping terhadap SDY dari Negara Republik Rakyat Tiongkok yang diteken Sri Mulyani dan diundangkan pada 6 Agustus 2019 lalu.
Ia juga mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk Hot Rolled Plate (HRP) atau Pelat Baja asal China, dan dua negara lainnya yaitu Singapura dan Ukraina. China dikenakan BMAD 10,47% kemudian Singapura 12,5% dan Ukraina 12,33%.
Ketentuan anti-dumping itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 111/PMK.010/2019. Aturan ini memperpanjang aturan sebelumnya yang telah habis masa berlaku. PMK ini adalah turunan dari PMK 50/2016 dan efektif pada 14 Agustus 2019.
Sebelumnya China lebih dahulu memberlakukan bea masuk anti-dumping (BMAD) pada beberapa produk stainless steel asal Indonesia. Tarif anti-dumping yang akan diterapkan China beragam, dari rentang terendah 18,1% hingga 103,1% dan akan dikenakan pada billet stainless steel dan plat baja hot-rolled stainless.
Kementerian Perdagangan China menyatakan, tarif anti-dumping akan efektif pada 23 Juli 2019. Selain itu, China juga menerapkan anti-dumping yang sama terhadap Uni Eropa (UE), Jepang, dan Korea Selatan.
(hoi/hoi) Next Article Serapan APBD Rendah, Hingga China 'Gertak' Perusahaan Taiwan
Most Popular