
APBN Jokowi Jilid I: PNS Dimanjakan, Pemberi Utang Juga?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 August 2019 13:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Jumat pekan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Ini akan menjadi APBN perdana Jokowi untuk pemerintahan periode keduanya.
Ya, Jokowi memang sudah sah terpilih menjadi pemimpin Indonesia periode 2019-2024. Eks Wali Kota Solo itu akan menjalani periode kedua setelah menyelesaikan masa jabatan pertama 2014-2019.
Kala menjabat sebagai presiden pada 2014, Jokowi menjanjikan APBN lebih produktif. Caranya adalah memangkas belanja konsumtif seperti subsidi dan dialihkan ke belanja modal, misalnya pembangunan infrastruktur.
Apakah kenyataannya seperti itu? Apakah APBN di era pemerintahan Jokowi jilid I bisa dibilang produktif?
Kalau ukuran belanja produktif adalah belanja modal, maka produktivitas APBN 2015-2018 bisa dibilang rendah. Rata-rata pertumbuhannya hanya 9,06%.
Pada 2015, memang terlihat bahwa belanja modal tumbuh signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Ini adalah wujud nyata peralihan subsidi ke belanja modal.
Setelah itu, belanja modal naik turun. Fluktuasi ini membuat rata-rata pertumbuhan belanja modal tidak sampai 10%.
Bagaimana dengan subsidi? Apakah pemerintahan Jokowi benar-benar bisa menekan pos ini?
Dalam hal subsidi, Jokowi menepati janji. Anggaran subsidi berhasil dipangkas, dengan rata-rata pertumbuhan -8,26%.
Paling mencolok terlihat pada 2015. Kala itu, anggaran subsidi turun sampai 52,55%. Bukti bahwa subsidi dipindahkan ke kamar sebelah, belanja modal.
Namun pada 2018, terlihat ada lonjakan anggaran subsidi sampai 30,34% dari tahun sebelumnya. Well, mungkin ini karena tahun politik jelang Pemilu.
Subsidi adalah anggaran perangkul suara (vote gather), bisa menjadi sarana kampanye penarik simpati masyarakat. Mungkin (sekali lagi, mungkin) pemerintahan Jokowi memanfaatkan pos ini untuk meraih suara sehingga nilainya naik signifikan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Ya, Jokowi memang sudah sah terpilih menjadi pemimpin Indonesia periode 2019-2024. Eks Wali Kota Solo itu akan menjalani periode kedua setelah menyelesaikan masa jabatan pertama 2014-2019.
Kala menjabat sebagai presiden pada 2014, Jokowi menjanjikan APBN lebih produktif. Caranya adalah memangkas belanja konsumtif seperti subsidi dan dialihkan ke belanja modal, misalnya pembangunan infrastruktur.
Kalau ukuran belanja produktif adalah belanja modal, maka produktivitas APBN 2015-2018 bisa dibilang rendah. Rata-rata pertumbuhannya hanya 9,06%.
Pada 2015, memang terlihat bahwa belanja modal tumbuh signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Ini adalah wujud nyata peralihan subsidi ke belanja modal.
Setelah itu, belanja modal naik turun. Fluktuasi ini membuat rata-rata pertumbuhan belanja modal tidak sampai 10%.
Bagaimana dengan subsidi? Apakah pemerintahan Jokowi benar-benar bisa menekan pos ini?
Dalam hal subsidi, Jokowi menepati janji. Anggaran subsidi berhasil dipangkas, dengan rata-rata pertumbuhan -8,26%.
Paling mencolok terlihat pada 2015. Kala itu, anggaran subsidi turun sampai 52,55%. Bukti bahwa subsidi dipindahkan ke kamar sebelah, belanja modal.
Namun pada 2018, terlihat ada lonjakan anggaran subsidi sampai 30,34% dari tahun sebelumnya. Well, mungkin ini karena tahun politik jelang Pemilu.
Subsidi adalah anggaran perangkul suara (vote gather), bisa menjadi sarana kampanye penarik simpati masyarakat. Mungkin (sekali lagi, mungkin) pemerintahan Jokowi memanfaatkan pos ini untuk meraih suara sehingga nilainya naik signifikan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Most Popular