
Pemerintah Tambah Utang Lagi Rp 28 T, Buat Apa?
Lidya Kembaren, CNBC Indonesia
08 August 2019 14:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah melakukan penarikan utang US$ 2 miliar, atau sekitar Rp 28 triliun (kurs Rp 14.000) hingga Juli 2019. Utang tersebut berasal dari Bank Dunia/World Bank (WB) dan Asian Development Bank (ADB).
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, saat peluncuran sukuk ritel syariah seri ST005 di Gedung DJPPR, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Pinjaman itu telah diterima semua pada Juli 2019. Dari Bank Dunia sebanyak US$ 1 miliarpada periode Januari-Juli 2019. Kemudian dari ADB US$ 1 miliar.
"Sampai Juli kurang lebih US$ 2 miliar. Tercatat masuk di Juli ADB (terakhir) kurang lebih US$ 500 juta," ujar Luky.
Menurutnya, penarikan utang Rp 28 triliun sampai Juli ini dilakukan untuk menutupi defisit APBN agar tidak semakin besar. Diketahui, pada semester I-2019 (Januari-Juni) defisit APBN membengkak mencapai 0,84% atau Rp 135,8 triliun.
"Dengan adanya pelebaran defisit kita masih fleksibel. Kalau market tertekan kita bisa mengambil lebih banyak pinjaman. Jadi salah satu strategi kita dalam mengelola sumber pembiayaan kita," jelasnya.
Selain itu, Luky menyebut posisi cadangan devisa (cadev) yang naik pada Juni 2019 karena pinjaman utang yang dilakukan pemerintah. Data Bank Indonesia, pada Juni 2019, cadangan devisa meningkat 2,91% menjadi US$ 123,8 miliar.
"Cadev naik karena penarikan pinjaman pemerintah," kata dia.
Sedangkan kebijakan utang tahun depan belum dijabarkan dengan detail. Tapi Luky memastikan akan tetap melihat kondisi perekonomian. Jika memang terjadi gejolak, maka pemerintah akan melakukan penarikan utang dari awal tahun. Dan jika kondisi perekonomian dan penerimaan membaik maka tidak akan dilakukan sejak awal tahun.
"Belum kita lihat (kebijakan tahun depan). Kalau pengalaman tahun ini, salah satu how to deal with uncertainty, salah satunya dengan front loading. Kalau misalnya tahun depan fluktuatif volatile mungkin kita engga ambil semester I. Frontloading kan situasional," tegasnya.
(wed/wed) Next Article Tambah Rp 346 T Setahun, Utang Pemerintah RI Kini Rp 4.603 T
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, saat peluncuran sukuk ritel syariah seri ST005 di Gedung DJPPR, Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Pinjaman itu telah diterima semua pada Juli 2019. Dari Bank Dunia sebanyak US$ 1 miliarpada periode Januari-Juli 2019. Kemudian dari ADB US$ 1 miliar.
Menurutnya, penarikan utang Rp 28 triliun sampai Juli ini dilakukan untuk menutupi defisit APBN agar tidak semakin besar. Diketahui, pada semester I-2019 (Januari-Juni) defisit APBN membengkak mencapai 0,84% atau Rp 135,8 triliun.
"Dengan adanya pelebaran defisit kita masih fleksibel. Kalau market tertekan kita bisa mengambil lebih banyak pinjaman. Jadi salah satu strategi kita dalam mengelola sumber pembiayaan kita," jelasnya.
Selain itu, Luky menyebut posisi cadangan devisa (cadev) yang naik pada Juni 2019 karena pinjaman utang yang dilakukan pemerintah. Data Bank Indonesia, pada Juni 2019, cadangan devisa meningkat 2,91% menjadi US$ 123,8 miliar.
"Cadev naik karena penarikan pinjaman pemerintah," kata dia.
Sedangkan kebijakan utang tahun depan belum dijabarkan dengan detail. Tapi Luky memastikan akan tetap melihat kondisi perekonomian. Jika memang terjadi gejolak, maka pemerintah akan melakukan penarikan utang dari awal tahun. Dan jika kondisi perekonomian dan penerimaan membaik maka tidak akan dilakukan sejak awal tahun.
"Belum kita lihat (kebijakan tahun depan). Kalau pengalaman tahun ini, salah satu how to deal with uncertainty, salah satunya dengan front loading. Kalau misalnya tahun depan fluktuatif volatile mungkin kita engga ambil semester I. Frontloading kan situasional," tegasnya.
(wed/wed) Next Article Tambah Rp 346 T Setahun, Utang Pemerintah RI Kini Rp 4.603 T
Most Popular