
Maaf Energi Baru, RI Masih Andalkan Energi Fosil Sampai 2050
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
02 August 2019 12:13

Jakarta, CNBC Indonesia- Banyak yang bertanya-tanya soal nasib industri minyak, gas, dan bahan bakar fosil lainnya di tengah kehadiran alternatif energi baru. Untuk Indonesia, setidaknya bisa dipastikan tiga bahan bakar tersebut masih jadi andalan sampai 2050.
Berdasar data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), bauran energi di Indonesia masih disokong oleh migas hingga 44% sampai 2050. Disusul batu bara 25%, dan akhirnya energi baru sebesar 31%.
Kebutuhan migas sendiri hingga 2050 masih mencapai 641 juta ton setara minyak. Sementara untuk tahun 2018, berdasar BP Statictical Report 2019, migas masih memiliki peranan 63,1% dalam bauran energi dengan kebutuhan mencapai 185,5 juta ton setara minyak.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat menyinggung soal ketergantungan terhadap energi fosil yang perlu dikurangi, menurutnya mengembangkan energi baru terbarukan sangat penting agar tidak ketergantungan dengan impor mengingat produksi minyak yang terus merosot. "Supaya menjadi energi security, supaya tidak tergantung lagi bahan bakar impor. Dia berdiri sendiri, seperti panas bumi, matahari, angin, arus laut," kata JK, Rabu (31/7/2019).
Ia mengatakan, investasi di bidang listrik berbahan bakar fosil memang murah tapi operasional mahal. Sementara kebalikannya dengan energi baru, di mana investasi pembangunan mahal tapi operasionalnya murah. Sehingga sebanding.
Memang, lanjutnya, pembangunan pembangkit EBT cirinya sangat khas karena harus dikembangkan di lokasi yang terdapat potensinya. Sementara untuk fosil, selama ada pantai bisa dibangun pembangkit batu bara. Begitu juga dengan minyak atau diesel, yang bisa diangkut kemana-mana.
Dari sisi harga, ia juga menjelaskan bahwa harga energi fosil memang lebih murah untuk kelistrikan. "PLTU 5,5 cent per kwh, geothermal 8-9 cent, matahari 10 cent. Renewable lebih mahal tapi biaya lingkungan nol."
(gus/gus) Next Article Cari Cadangan Migas, Eksplorasi Dilakukan di Kalimantan
Berdasar data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), bauran energi di Indonesia masih disokong oleh migas hingga 44% sampai 2050. Disusul batu bara 25%, dan akhirnya energi baru sebesar 31%.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat menyinggung soal ketergantungan terhadap energi fosil yang perlu dikurangi, menurutnya mengembangkan energi baru terbarukan sangat penting agar tidak ketergantungan dengan impor mengingat produksi minyak yang terus merosot. "Supaya menjadi energi security, supaya tidak tergantung lagi bahan bakar impor. Dia berdiri sendiri, seperti panas bumi, matahari, angin, arus laut," kata JK, Rabu (31/7/2019).
Ia mengatakan, investasi di bidang listrik berbahan bakar fosil memang murah tapi operasional mahal. Sementara kebalikannya dengan energi baru, di mana investasi pembangunan mahal tapi operasionalnya murah. Sehingga sebanding.
Memang, lanjutnya, pembangunan pembangkit EBT cirinya sangat khas karena harus dikembangkan di lokasi yang terdapat potensinya. Sementara untuk fosil, selama ada pantai bisa dibangun pembangkit batu bara. Begitu juga dengan minyak atau diesel, yang bisa diangkut kemana-mana.
Dari sisi harga, ia juga menjelaskan bahwa harga energi fosil memang lebih murah untuk kelistrikan. "PLTU 5,5 cent per kwh, geothermal 8-9 cent, matahari 10 cent. Renewable lebih mahal tapi biaya lingkungan nol."
![]() |
(gus/gus) Next Article Cari Cadangan Migas, Eksplorasi Dilakukan di Kalimantan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular