Arus Kas PT Pos Indonesia Negatif, Apa Mungkin Bangkrut?

Taufan Adharsyah & Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
24 July 2019 13:09
Arus Kas PT Pos Indonesia Negatif, Apa Mungkin Bangkrut?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersejarah Indonesia kembali menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Indonesia.

Adalah PT Pos Indonesia, yang pada awal tahun 2019 sudah menunda pembayaran gaji karyawan.

Penundaan itu merupakan buntut dari aksi unjuk rasa karyawan pada akhir Januari 2019. Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) diketahui menggelar aksi unjuk rasa di Bandung pada hari Senin (28/1/2019) silam. Aksi tersebut dilakukan karena SPPI mengaku belum menerima gaji selama satu bulan.

Kasus tersebut telah selesai. 4 Februari 2019, PT Pos Indonesia membayarkan gaji yang tertunda.

Namun masalah tidak berhenti sampai di situ.

Belum lama ini beredar desas-desus ancaman kebangkrutan PT Pos Indonesia. Kabar tersebut beredar setelah Anggota Komisi DPR RI, Rieke Diah Pitaloka menyuarakan kekhawatirannya pada perusahaan 'Pak Pos' dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian BUMN, PT Pertamina, PT PLN, dan PT Telkom.

"Saya pribadi akan mempertahankan untuk tidak pailit, tanpa PT Pos Indonesia tidak akan pernah merdeka," tulis Rieke dalam keterangan tertulis, Kamis (18/7/2019).

Menanggapi kabar tersebut, Direktur Utama PT Pos Indonesia, Gilarsi Setijono angkat bicara. Dalam siaran pers tertulis, Gilarsi mengatakan bahwa PT Pos masih sehat.

Benarkah?

BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>>

Merujuk pada laporan keuangan tahunan PT Pos Indonesia, laba bersih memang selalu dicatat. Setidaknya sejak tahun 2012, laba demi laba terus menghiasi halaman laporan keuangan.

Teranyar, pada tahun 2018 Pos mencatat laba bersih sebesar Rp 127 miliar atau turun dari posisi 2017 yang sebesar

Tapi tunggu dulu. Dalam catatan arus kas, sejatinya kinerja PT Pos tidak bagus-bagus amat.

Tengok saja arus kas perusahaan kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, perusahaan pos nasional tersebut hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali. Sisanya berwarna merah alias negatif.

Teranyar pada tahun 2018, arus kas tercatat minus Rp 293 miliar.



Sebagai informasi, arus kas merupakan catatan uang riil yang keluar-masuk perusahaan selama menjalankan aktivitas bisnis selama satu tahun pencatatan. Saat nilainya negatif, artinya lebih banyak uang keluar daripada yang masuk.

Untuk sebagian industri, arus kas negatif tidak selalu menggambarkan kegiatan bisnis yang tidak sehat. Contohnya pada sektor konstruksi, dimana pembayaran memang biasanya dilakukan belakangan dan seringkali berbeda tahun pencatatan.

Namun untuk industri jasa pengiriman yang biasanya pembayaran dilakukan di depan, arus kas negatif menandakan model bisnis yang tidak efisien.

Dampaknya, posisi kas PT Pos Indonesia cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018, posisi kas hanya sebesar Rp 2,64 triliun atau terendah sejak tahun 2012.

Andaikan tidak ada subsidi pemerintah atas Public Services Obligation (PSO) sejatinya PT Pos Indonesia seringkali mengalami kerugian.

Sebagai informasi PSO merupakan mandat dari pemerintah untuk mengenakan biaya kepada konsumen di bawah harga keekonomian.

Besarnya tak main-main. Pada tahun 2018, besar subsidi PSO untuk PT Pos mencapai Rp 345 miliar. Pun sejak tahun 2015 besar subsidi tersebut berada di kisaran Rp 350 miliar-an.

Bayangkan saja, laba bersih Rp 127 miliar, sementara ada subsidi Rp 345 miliar. Selisihnya mencapai Rp 218 miliar.

Laba bersih komprehensif perseroan yang tercatat dalam laporan keuangan tersebut juga masih mengandalkan revaluasi aset, yang contohnya masih tercatat di 2018 sebesar Rp 643,95 miliar dan pada 2017 senilai Rp 1,38 triliun.  Naiknya laba komprehensif tersebut tentu dapat menjadi faktor pendorong moral PT Pos seakan-akan tidak membukukan rugi bersih, tetapi riilnya tentu berbeda.

Uniknya lagi, PT Pos Indonesia tidak pernah absen dalam membagi 'deviden' kepada pemerintah Indonesia.

Tahun 2018, deviden yang diterima pemerintah dari Pak Pos mencapai Rp 18,1 miliar. Sementara pada tahun 2017 dan 2016 masing-masing jumlahnya Rp 28.5 miliar dan Rp 2,9 miliar.

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tampaknya tidak ingin melihat pos deviden dari PT Pos Indonesia absen di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Sembari memberi subsidi jumbo, pemerintah juga mengharap deviden.

Fakta-fakta tersebut mengindikasikan bahwa PT Pos Indonesia tidak akan bisa bertahan apabila tidak ada subsidi dari pemerintah.

Bila kondisi bisnis ini terus berlanjut, maka selamanya anggaran pemerintah akan terbebani dengan keberadaan PT Pos Indonesia.

Dalam kondisi yang sedemikian rupa, PT Pos Indonesia bisa dibilang cukup dermawan kepada jajaran direksi.

Tahun 2018, gaji pokok Direktur Utama mencapai Rp 120 juta/bulan, sementara Direktur lain Rp 108 juta/bulan.

Jika dihitung beserta seluruh tunjangan, pendapatan tahunan Direktur Utama PT Pos Indonesia sebesar Rp 1,74 miliar. Sedangkan untuk jajaran Direktur lain mendapat Rp 1,59 miliar/tahun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular