Updated
Aturan Pajak PPh 25 Orang Pribadi Disederhanakan
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
23 July 2019 16:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah mencabut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Wajib pajak yang dimaksud adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang berprofesi sebagai pedagang eceran, yang menjual barang secara grosir maupun eceran.
Ketentuan mengenai pengenaan pajak untuk wajib pajak orang pribadi ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2010, yang dicabut oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2019.
"Dengan pencabutan ini, maka wajib pajak yang berprofesi sebagai pedagang eceran dengan tarif bersifat final sebesar 0,75% dari peredaran bruto per bulan makin jelas," kata Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto, Selasa (23/7/2019).
Untuk diketahui, pemerintah beralasan pencabutan ini untuk memberikan kepastian hukum kepada pedagang eceran. Alasan ini sepertinya terkait dengan keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018 dan regulasi turunannya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 99/PMK.03/2018.
Regulasi tersebut mengatur tentang ketentuan perpajakan bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar per tahun atau yang masuk kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan tarif pajak bersifat final sebesar 0,5%.
"Keberadaan aturan pajak UMKM itu berpotensi menimbulkan kebingungan kepada wajib pajak yang berprofesi sebagai pedagang eceran dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Apakah harus membayar PPh Pasal 25 sebesar 0,75% atau tarif PPh sebesar 0,5%," kata Wahyu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama menjelaskan Pencabutan Perdirjen 32/2010 itu hanya untuk kesederhanaan regulasi dan kepastian hukum saja, mengingat besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% perbulan untuk WP OP Pengusaha Tertentu (WP OP PT) telah diatur dalam Pasal 7 PMK Nomor 215/2018, sedangkan substansi pengaturan lainnya dalam Perdirjen 32/2010 tersebut bersifat umum dan sudah jelas.
"WP OP PT itu bisa UMKM (omzet sd Rp 4,8 miliar setahun) dan non UMKM," tutur Hestu.
"Untuk WP OP PT UMKM yang memilih membayar PPh Final sebesar 0,5% (PP No 23/2018), maka angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% ini tidak berlaku.
Untuk WP OP PT UMKM yang tidak memilih skema PPh final (melainkan memilih sesuai ketentuan umum), maka angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% ini tetap berlaku."
"Demikian juga WP OP PT non UMKM (omzet lebih dari Rp 4,8 miliar setahun), tetap berlaku angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% ini," imbuh Hestu.
Berikut perkembangan penerimaan PPh Pasal 25/29 dan PPh final dalam beberapa tahun terakhir :
(aji) Next Article Hmm.. Sudah 11 Tahun, RI Tak Mampu Capai Target Pajak
Wajib pajak yang dimaksud adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang berprofesi sebagai pedagang eceran, yang menjual barang secara grosir maupun eceran.
Ketentuan mengenai pengenaan pajak untuk wajib pajak orang pribadi ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2010, yang dicabut oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2019.
Untuk diketahui, pemerintah beralasan pencabutan ini untuk memberikan kepastian hukum kepada pedagang eceran. Alasan ini sepertinya terkait dengan keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018 dan regulasi turunannya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 99/PMK.03/2018.
Regulasi tersebut mengatur tentang ketentuan perpajakan bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar per tahun atau yang masuk kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan tarif pajak bersifat final sebesar 0,5%.
"Keberadaan aturan pajak UMKM itu berpotensi menimbulkan kebingungan kepada wajib pajak yang berprofesi sebagai pedagang eceran dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Apakah harus membayar PPh Pasal 25 sebesar 0,75% atau tarif PPh sebesar 0,5%," kata Wahyu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama menjelaskan Pencabutan Perdirjen 32/2010 itu hanya untuk kesederhanaan regulasi dan kepastian hukum saja, mengingat besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% perbulan untuk WP OP Pengusaha Tertentu (WP OP PT) telah diatur dalam Pasal 7 PMK Nomor 215/2018, sedangkan substansi pengaturan lainnya dalam Perdirjen 32/2010 tersebut bersifat umum dan sudah jelas.
"WP OP PT itu bisa UMKM (omzet sd Rp 4,8 miliar setahun) dan non UMKM," tutur Hestu.
"Untuk WP OP PT UMKM yang memilih membayar PPh Final sebesar 0,5% (PP No 23/2018), maka angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% ini tidak berlaku.
Untuk WP OP PT UMKM yang tidak memilih skema PPh final (melainkan memilih sesuai ketentuan umum), maka angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% ini tetap berlaku."
"Demikian juga WP OP PT non UMKM (omzet lebih dari Rp 4,8 miliar setahun), tetap berlaku angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75% ini," imbuh Hestu.
Berikut perkembangan penerimaan PPh Pasal 25/29 dan PPh final dalam beberapa tahun terakhir :
![]() |
(aji) Next Article Hmm.. Sudah 11 Tahun, RI Tak Mampu Capai Target Pajak
Most Popular