
BI Dovish, Akankah LPS Turunkan Bunga Penjaminan?
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
21 July 2019 14:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% dari sebelumnya di level 6%.
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang melambat. Kebijakan ini juga sejalan dengan arah kebijakan moneter bank sentral di Asia maupun global cenderung dovish dengan pelonggaran moneter.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menyatakan, meskipun suku bunga acuan telah dilonggarkan, hal ini justru berdampak positif bagi likuiditas.
LPS menilai investor global akan melirik negara-negara emerging market, lantaran adanya ekspektasi suku bunga global yang lebih rendah. Sebabnya, investor global akan melirik negara dengan suku bunga tinggi dari negara-negara maju lainnya. Hal ini, kata dia, berdampak pada membaiknya likuditas yang diindikasikan dari turunnya imbal hasil (yield) obligasi.
"Kita sudah menyaksikan dana investor global ke emerging market, termasuk Indonesia, likuiditas membaik, itu diindikasikan turunnya imbal hasil obligasi," kata Fauzi, dalam acara dialog Closing Bell, CNBC Indonesia, Jumat (19/7/2019).
Namun harus diakui, ketika suku bunga acuan diturunkan, ada risiko persaingan likuiditas. Menjawab hal tersebut, Fauzi menuturkan, kebijakan LPS dalam menurunkan bunga penjaminan berbeda dengan penentuan kebijakan suku bunga Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRRR).
Target sank sentral, kata dia, memastikan inflasi dan nilai tukar Rupiah tetap terjaga, sehingga arah kebijakannya adalah fordward looking. LPS, sebaliknya. "Menentukan LPS rate sifatnya backward looking. Dampak penurunan suku bunga bank sentral akan memberi dasar LPS menurunkan LPS ratenya," kata dia.
Ditegaskannya lagi, LPS biasanya merevisi tingkat bunga penjaminan tiga kali dalam setahun. Namun, setiap bulannya terus dilakukan evaluasi dan pemantauan.
Mengacu data di laman LPS, saat ini tingkat bunga penjaminan LPS periode 15 Mei - 25 September 2019 untuk bank umum pada level 7%, bank umum dalam valas sebesar 2,25% dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar 9,50%.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Konsisten Jalankan Program TJSL, Waskita Raih 2 Penghargaan Ini
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang melambat. Kebijakan ini juga sejalan dengan arah kebijakan moneter bank sentral di Asia maupun global cenderung dovish dengan pelonggaran moneter.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menyatakan, meskipun suku bunga acuan telah dilonggarkan, hal ini justru berdampak positif bagi likuiditas.
"Kita sudah menyaksikan dana investor global ke emerging market, termasuk Indonesia, likuiditas membaik, itu diindikasikan turunnya imbal hasil obligasi," kata Fauzi, dalam acara dialog Closing Bell, CNBC Indonesia, Jumat (19/7/2019).
Namun harus diakui, ketika suku bunga acuan diturunkan, ada risiko persaingan likuiditas. Menjawab hal tersebut, Fauzi menuturkan, kebijakan LPS dalam menurunkan bunga penjaminan berbeda dengan penentuan kebijakan suku bunga Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRRR).
Target sank sentral, kata dia, memastikan inflasi dan nilai tukar Rupiah tetap terjaga, sehingga arah kebijakannya adalah fordward looking. LPS, sebaliknya. "Menentukan LPS rate sifatnya backward looking. Dampak penurunan suku bunga bank sentral akan memberi dasar LPS menurunkan LPS ratenya," kata dia.
Ditegaskannya lagi, LPS biasanya merevisi tingkat bunga penjaminan tiga kali dalam setahun. Namun, setiap bulannya terus dilakukan evaluasi dan pemantauan.
Mengacu data di laman LPS, saat ini tingkat bunga penjaminan LPS periode 15 Mei - 25 September 2019 untuk bank umum pada level 7%, bank umum dalam valas sebesar 2,25% dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar 9,50%.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Konsisten Jalankan Program TJSL, Waskita Raih 2 Penghargaan Ini
Most Popular