Pak Jokowi, Ini Sederet Cara Agar Investasi Tak Lagi Loyo

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 July 2019 10:48
Pak Jokowi, Ini Sederet Cara Agar Investasi Tak Lagi Loyo
Foto: Infografis/ ini dia Jawara Investasi di 5 Tahun Pertama Jokowi (Aristya rahadian Krisabella)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden terpilih periode 2019-2014 Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini memaparkan visinya bagi Indonesia. Dalam pidato bertajuk Visi Indonesia, berbagai hal disinggung oleh mantan Wali Kota Solo tersebut, di mana salah satunya adalah investasi.

"Kita harus mengundang investasi yang seluas-luasnya dalam rangka membuka lapangan pekerjaan. Jangan ada yang alergi terhadap investasi. Dengan cara inilah lapangan pekerjaan akan terbuka sebesar-besarnya," ujar Jokowi dalam pidato yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Minggu (14/7/2019).

Jokowi mengatakan bahwa segala hal yang menghambat investasi harus dibereskan. Kalau tidak, akan ada 'hukuman' dari kepala negara.

"Oleh sebab itu, yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas, baik perizinan yang lambat, berbelit-belit, apalagi ada punglinya! Hati-hati, ke depan saya pastikan akan saya kejar, saya kontrol, saya cek, dan saya hajar kalau diperlukan. Tidak ada lagi hambatan-hambatan investasi karena ini adalah kunci pembuka lapangan pekerjaan," tegas Jokowi.

Jokowi sadar betul bahwa iklim investasi di tanah air sedang lesu, kurang bergairah. Kala Jokowi mengambil alih takhta kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2014, penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau domestic direct investment (DDI) tercatat melesat hingga 21,76% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013. Pada tahun 2015, pertumbuhannya sempat melambat signifikan menjadi 14,93%.

Namun dalam tiga tahun berikutnya (2016-2018), pertumbuhan PMDN selalu bisa dipacu di atas 20%. Bahkan pada tahun 2018, pertumbuhannya tercatat mencapai 25,28%. Pada kuartal I-2019, PMDN tercatat tumbuh sebesar 14,14% secara tahunan (year-on-year/YoY), cukup jauh di atas pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal I-2018) yang sebesar 11,05%.


Namun bagi Indonesia, yang terpenting itu bukanlah PMDN namun penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI). Pasalnya, dari total penanaman modal di tanah air, lebih dari 50% disumbang oleh PMA. Karena nilainya lebih besar, tentu pertumbuhan PMA yang signifikan akan lebih terasa bagi perekonomian ketimbang pertumbuhan PMDN.

Celakanya, pertumbuhan PMA di era Jokowi sangatlah mengecewakan. Pada tahun 2014, PMA tercatat tumbuh 13,54% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013. Pada tahun 2015, pertumbuhannya sempat naik menjadi 19,22%.

Dalam dua tahun berikutnya (2016-2017), PMA hanya tumbuh di kisaran satu digit. Pada tahun 2018, PMA bahkan tercatat ambruk hingga 8,8%. Untuk periode kuartal I-2019, PMA kembali jatuh yakni sebesar 0,92% secara tahunan, jauh memburuk dibandingkan capaian periode kuartal I-2018 yakni pertumbuhan sebesar 12,27%.


Lantas, bisa dimaklumi jika pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan. Tak usahlah menyebut level 7% seperti yang dikampanyekan Jokowi pada saat pemilihan presiden (Pilpres) 2014. Kenyataannya, keluar dari batas bawah 5% saja Indonesia tak bisa.

HALAMAN SELANJUTNYA >>>


Lantas, apa yang salah dengan Indonesia? Jika berbicara mengenai penanaman modal, terutama yang berasal dari kantong investor asing (PMA), ada banyak hal yang menjadi pertimbangan mereka dalam pengambilan keputusan.

Bank Dunia (World Bank) melakukan survei kepada 754 perusahaan internasional dan hasilnya dituangkan dalam publikasi berjudul Foreign Investor Perspectives and Policy Implications 2017/2018.

Ternyata, kestabilan politik dan keamanan merupakan faktor utama bagi investor dalam menentukan lokasi penanaman modal. Sebanyak 50% responden menyebut bahwa kestabilan politik dan keamanan sangatlah penting bagi mereka, sementara 37% menilainya sebagai faktor yang penting.
Pak Jokowi, Begini Loh Caranya Supaya Investasi Tak LoyoFoto: Faktor-faktor yang dianggap penting dalam menentukan lokasi penanaman modal (Foreign Investor Perspectives and Policy Implications 2017/2018, Bank Dunia)
Sejatinya, Jokowi sudah mengambil langkah yang tepat jika berbicara mengenai kestabilan politik, yakni dengan menggelar pertemuan dengan rivalnya dalam Pilpres tahun ini, Prabowo Subianto.

Sebelumnya, gelaran Pilpres edisi 2019 telah membuat Indonesia memanas. Tak hanya elit politiknya, masyarakat pun banyak yang ikut terpecah seiring dengan gelaran pesta politik tersebut.

Jokowi dan Prabowo bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus pada hari Sabtu (13/7/2019), sebelum kemudian bertolak ke Senayan menggunakan MRT. Keduanya lalu melanjutkan silaturahmi di salah satu restoran di sebuah mall yang terletak di kawasan Senayan.

Adem. Itulah kata yang pas untuk menggambarkan pertemuan keduanya. Tak ada lagi saling serang seperti pada saat masa kampanye, yang ada hanya perbincangan hangat yang seringkali diselingi oleh tawa dari keduanya.

Ini menjadi modal penting bagi Indonesia guna membangkitkan minat investor asing untuk menanamkan dananya di tanah air. Situasi politik sudah jauh lebih stabil.

Namun, apakah cukup sampai di situ? Sejatinya, ada opsi yang bisa ditempuh lebih lanjut oleh Jokowi guna memastikan bahwa tensi politik akan tetap dingin hingga lima tahun ke depan, yakni dengan menggandeng Partai Gerindra yang merupakan oposisi terbesar ke dalam koalisinya.

Kalau oposisi terbesar bisa digandeng masuk ke koalisi, besar kemungkinan bahwa gesekan-gesekan politik dalam periode kedua Jokowi sebagai presiden bisa diminimalisir.

Memang, menambah peserta koalisi berarti bagi-bagi kursi semakin kencang. Namun, kalau posisi menteri ekonomi bisa dialokasikan ke tangan-tangan yang memang mumpuni, rasanya koalisi yang semakin gemuk tak menjadi masalah.

Saat ini, arah Partai Gerindra untuk masuk ke koalisi Jokowi belum terlihat. Namun kalau Jokowi mau memulai manuver, semua bisa terjadi bukan? Di posisi dua dari deretan faktor yang mempengaruhi keputusan investor dalam menentukan lokasi penanaman modal, ada poin kepastian hukum dan perundangan. Sebanyak 40% responden mengganggap bahwa kepastian hukum merupakan faktor yang sangat penting bagi mereka, sementara 46% menilanya sebagai faktor penting.

Poin ini sangat bisa dibenahi oleh Jokowi. Nyaris lima tahun dirinya memerintah, banyak kebijakan maju-mundur yang membuat geleng-geleng kepala.

Pada tahun 2015, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa pengguna jalan tol akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif sebesar 10%. Kebijakan ini rencananya akan mulai berlaku pada 1 April 2015.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER/10/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Jalan Tol.

Namun, satu hari pasca kebijakan tersebut dikemukakan ke publik, pemerintah justru membatalkan kebijakan tersebut pasca menggelar rapat koordinasi.

Kemudian pada November 2016, pemerintah secara resmi meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid 16 yang diarahkan untuk mengatasi permasalahan defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD). Salah satu poin dari paket kebijakan tersebut adalah revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).

Kala itu, aturan turunan dari kebijakan tersebut belum diterbitkan. Namun, paket kebijakan tersebut menuai protes dari para politisi, pelaku usaha, hingga masyarakat umum. Pasalnya, investor asing rencananya diberi keleluasaan untuk mengakusisi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) hingga 100%.

“Saya minta diganti. UMKM kan penyangga ekonomi kita jadi harus dilindungi. Masa sih urusan membersihkan umbi-umbian, warnet, mesti asing? Gak usahlah, itu UMKM aja,” tegas Maruarar Sirait yang merupakan Anggota Komisi XI DPR kala itu.

Pada akhirnya, pemerintah pun meralat kebijakan relaksasi DNI, terutama di sektor UMKM.

Kebijakan maju-mundur Jokowi lainnya terjadi juga pada Oktober 2018. Bahkan, ini bisa dibilang yang paling absurd. Kala itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga bensin jenis premium. Kacaunya, kebijakan sepenting ini seolah-olah menjadi ‘mainan’ bagi pemerintah.

Selang satu jam dari pengumuman kenaikan harga, Kementerian ESDM mengumumkan bahwa rencana kenaikan harga bensin jenis premium tersebut batal dieksekusi.

"Sesuai arahan bapak Presiden rencana kenaikan harga premium di Jamali menjadi Rp 7.000 dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900, secepatnya pukul 18.00 hari ini, agar ditunda dan dibahas ulang sambil menunggu kesiapan PT Pertamina," ujar Jonan dalam keterangan tertulisnya.

Di tahun ini, kebijakan maju-mundur era Jokowi dieksekusi oleh Menteri Keuangan terbaik dunia, Sri Mulyani Indrawati. Sebelumnya, Sri Mulyani sempat mengarahkan supaya pelaku usaha digital dipajaki dengan meneken PMK-210/PMK.010/2018 mengenai Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-Commerce) yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2018 lalu.

Namun kacaunya, kebijakan itu ditarik hanya beberapa hari menjelang penerapan.

"Saya ingin sampaikan pengumuman pada media, pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK 210 seolah-olah pemerintah buat pajak baru," kata Sri Mulyani di Kantor Pajak Tebet, Jumat (29/3/2019).

"Begitu banyak simpang siur. Kami sudah koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan banyak yang collect info dari perusahaan marketplace. Dengan simpang siur kami anggap perlu sosialisasi lebih lagi pada seluruh stakeholder, masyarakat, perusahaan, memahami seluruhnya."

"Saya memutuskan menarik PMK 210/2018. Itu kita tarik dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak e-commerce itu nggak benar, kami putuskan tarik PMK-nya," kata Sri Mulyani.

Apapun alasannya, intinya sama saja: pemerintah maju-mundur. Menjelang eksekusi, pemerintah gamang dengan menarik lagi kebijakan yang sebelumnya sudah diteken dan disosialisasikan.

Bagi investor, tentu sikap maju-mundur yang kerap kali ditunjukkan oleh pemerintah membawa sebuah ketidakpastian yang besar. Bagaimana kalau nantinya kegamangan pemerintah dalam mengeksekusi sebuah kebijakan berdampak langsung bagi bisnis mereka?

Kebijakan maju-mundur Jokowi perlu segera diminimalisir, idealnya justru harus disetop. Kalau dibiarkan terus terjadi, kepercayaan investor terhadap Indonesia bisa memudar dan akan menjadi sangat sulit untuk mengembalikannya. Hal lain yang perlu dilakukan Jokowi untuk menggenjot penanaman modal di tanah air adalah memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi. Pasalnya, merujuk kepada hasil survei Bank Dunia, tarif pajak yang rendah menjadi salah satu faktor penting yang dipertimbangkan investor dalam pengambilan keputusan.

Dari 754 perusahaan yang disurvei Bank Dunia, sebanyak 19% menganggap bahwa tarif pajak yang rendah sangatlah penting dalam menentukan lokasi penanaman modal, sementara 39% menyebutnya penting.

Sejatinya, wacana pemangkasan tarif PPh korporasi sudah begitu lama dilontarkan sendiri oleh pemerintah, bahkan sejak awal-awal pemerintahan Jokowi. Rencananya, tarif PPh korporasi Indonesia yang berada di level 25% akan dipangkas menjadi 18% supaya kompetitif dengan Singapura. Namun, kebijakan ini selama bertahun-tahun lamanya hanya menjadi sebuah wacana, tak pernah ada eksekusinya.

Kini, pemerintah kembali mengaungkan wacana pemangkasan tarif PPh korporasi. Bahkan, rancangan undang-undang (RUU) untuk hal tersebut sudah disiapkan.

"Untuk bidang perpajakan kami sudah membuat RUU dalam rangka menangkap aspirasi yang disampaikan Presiden Jokowi kepada masyarakat," kata Sri Mulyani di kawasan Bintaro, Tangerang, Minggu (14/7/2019).

Sri Mulyani menambahkan, aturan tersebut akan diformulasikan bersama Jokowi sebelum di bawa ke dewan parlemen untuk dibahas.

Memang, jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia, ada yang tarif PPh korporasinya lebih rendah.


Jika disandingkan dengan arus investasi, terutama investasi asing yang saat ini sedang lesu, tentu Jokowi perlu segera memangkas tarif PPh korporasi. Kalau bisa, jangan hanya ke 20% tapi pangkaslah tarif PPh korporasi sebanyak mungkin supaya Indonesia dipadang ‘seksi’ oleh investor.

Jadi, itulah berbagai hal yang bisa diperbaiki oleh Jokowi guna mendongkrak laju investasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular