Buka-bukaan Sri Mulyani Soal AS Vs China, Siapa Menang?
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
16 July 2019 15:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bercerita soal latar belakang dimulainya perang dagang antara AS-China dan apakah kondisi ini akan terus berlanjut dalam jangka panjang.
Menkeu mengungkapkan, pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump memiliki persepsi yang berbeda mengenai hubungan antar negara, di mana Trump meyakini perdagangan adalah soal menang atau kalah.
"Padahal perdagangan itu sifatnya saling menguntungkan. Anda butuh, kita butuh maka terjadilah transaksi itu," ujar Menkeu dalam diskusi tengah tahun INDEF, Selasa (16/7/2019).
Pada kuartal I-2018 muncullah daftar 20 negara yang menikmati surplus perdagangan terbesar dengan AS dan masuk daftar negara-negara yang diawasi (watch list), termasuk di dalamnya China, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia.
"Dari retorika itu mengarah ke eskalasi dengan pengenaan tarif bea masuk terhadap China. AS memiliki perjanjian bilateral dengan Meksiko, Kanada, Jepang dan Eropa sehingga disetujui berbagai measures yang bisa dikoreksi. Namun dengan China karena jumlahnya besar eskalasinya jadi mendunia," jelas Sri Mulyani.
Menurutnya, kondisi ini akan berdampak pada kontraksi pertumbuhan ekonomi global dengan estimasi pelemahan hingga 0,5%.
Selain itu, sejak perang dagang dimulai di awal tahun lalu, pertumbuhan perdagangan global saat ini hanya bergerak di kisaran 3%, melemah sejak krisis finansial 2008-2009. Kondisi ini akan mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global.
"Kalau permintaan melemah, maka rantai itu akan terpengaruh, ada yang langsung kena ada yang tidak," imbuhnya.
Di sisi moneter, perang dagang telah melemahkan kurs mata uang di hampir seluruh negara. Depresiasi mata uang ini dampaknya berbeda tergantung seberapa erat hubungan negara tersebut terhadap perdagangan dunia maupun ketergantungan terhadap investasi asing (foreign direct investment/FDI).
"Kebetulan The Fed juga naikkan suku bunga jadi ada double hit. Ini yang menyebabkan capital outflow secara umum dan kita lihat juga dari sisi suku bunga yang meningkat," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Selain isu perdagangan, Sri Mulyani meyakini adanya aspek geopolitik dalam perang dagang kali ini, yang berpusat pada perebutan dominasi teknologi dunia melalui teknologi 5G.
"Tiga hal ini tentu akan mempengaruhi sentimen perekonomian global. Kisruh Huawei yang dimulai dengan pendirinya ditangkap di Kanada hanyalah satu simbol dari kepentingan yang lebih besar, yakni dominasi teknologi di era revolusi digital," pungkasnya.
(dru) Next Article Momen Sri Mulyani Pimpin Serah Terima Jenazah JB Sumarlin
Menkeu mengungkapkan, pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump memiliki persepsi yang berbeda mengenai hubungan antar negara, di mana Trump meyakini perdagangan adalah soal menang atau kalah.
"Padahal perdagangan itu sifatnya saling menguntungkan. Anda butuh, kita butuh maka terjadilah transaksi itu," ujar Menkeu dalam diskusi tengah tahun INDEF, Selasa (16/7/2019).
"Dari retorika itu mengarah ke eskalasi dengan pengenaan tarif bea masuk terhadap China. AS memiliki perjanjian bilateral dengan Meksiko, Kanada, Jepang dan Eropa sehingga disetujui berbagai measures yang bisa dikoreksi. Namun dengan China karena jumlahnya besar eskalasinya jadi mendunia," jelas Sri Mulyani.
Menurutnya, kondisi ini akan berdampak pada kontraksi pertumbuhan ekonomi global dengan estimasi pelemahan hingga 0,5%.
Selain itu, sejak perang dagang dimulai di awal tahun lalu, pertumbuhan perdagangan global saat ini hanya bergerak di kisaran 3%, melemah sejak krisis finansial 2008-2009. Kondisi ini akan mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global.
"Kalau permintaan melemah, maka rantai itu akan terpengaruh, ada yang langsung kena ada yang tidak," imbuhnya.
Di sisi moneter, perang dagang telah melemahkan kurs mata uang di hampir seluruh negara. Depresiasi mata uang ini dampaknya berbeda tergantung seberapa erat hubungan negara tersebut terhadap perdagangan dunia maupun ketergantungan terhadap investasi asing (foreign direct investment/FDI).
"Kebetulan The Fed juga naikkan suku bunga jadi ada double hit. Ini yang menyebabkan capital outflow secara umum dan kita lihat juga dari sisi suku bunga yang meningkat," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Selain isu perdagangan, Sri Mulyani meyakini adanya aspek geopolitik dalam perang dagang kali ini, yang berpusat pada perebutan dominasi teknologi dunia melalui teknologi 5G.
"Tiga hal ini tentu akan mempengaruhi sentimen perekonomian global. Kisruh Huawei yang dimulai dengan pendirinya ditangkap di Kanada hanyalah satu simbol dari kepentingan yang lebih besar, yakni dominasi teknologi di era revolusi digital," pungkasnya.
(dru) Next Article Momen Sri Mulyani Pimpin Serah Terima Jenazah JB Sumarlin
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular