Mengais Pundi-Pundi Kas Negara Lewat Materai Rp 10.000

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
05 July 2019 13:59
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan UU penyederhanaan tarif bea materai.
Foto: Materai 6000 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melaluiĀ Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan UU penyederhanaan tarif bea materai. Di mana nantinya materai jadi satu harga yakni Rp 10.000 dari sebelumnya yang lumrah digunakan Rp 6.000.

Menurut Sri Mulyani, sudah tiga dekade materai tak berubah di minimal Rp 3.000 dan paling besar Rp 6.000.

Alasan Sri Mulyani, pendapatan masyarakat terus meningkat, bahkan dalam kurun waktu 19 tahun lalu sudah mencapai 8 kali lipat peningkatannya.

"Demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam upaya mewujudkan hal tersebut diperlukan sumber penerimaan negara yang memadai dan berkesinambungan yang salah satunya berasal dari penerimaan perpajakan khususnya bea materai," ujar Sri Mulyani di RR Komisi XI, Jakarta, (3/7/2019).



Menurut Sri Mulyani, UU Bea Materai saat ini sudah tidak bisa lagi menjadi patokan karena kondisi perekonomian yang telah berubah. Oleh karenanya revisi ini perlu untuk dilakukan agar mengikuti kondisi perekonomian saat ini.

"Kondisi yang ada dan terjadi dalam masyarakat dan perekonomian telah banyak mengalami perubahan dalam tiga dekade terakhir, baik itu di bidang ekonomi, di bidang hukum sosial dan di bidang teknologi informasi," jelasnya.

Sri Mulyani menjelaskan akan ada beberapa poin-poin yang akan diganti dari UU Bea Materai lama. Mulai dari tarif bea materai yang saat ini Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi satu tarif yakni Rp10.000 hingga penegasan pihak terutang.

Mengais Pundi-Pundi Kas Negara Lewat Materai Rp 10.000Foto: Materai 6000 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)


Demi Penerimaan Rp 3,8 T

Sri Mulyani menjelaskan, dengan kenaikan bea materai ini, maka akan ada potensi penerimaan hingga Rp 3 triliun. Potensi penerimaan ini dihitung oleh Direktorat Jenderal Pajak dari jumlah materai yang digunakan saat ini.

Ia menjelaskan, saat ini materai yang digunakan dan disediakan untuk 2019 ini yang bernilai Rp3.000 ada sebanyak 79,9 juta materai dan yang bernilai Rp6.000 sebanyak 803,2 juta materai.

"Apabila itu dikonversikan menjadi 1 nilai Rp10.000 saja, maka penerimaan akan naik menjadi Rp8,83 triliun dan sekarang Rp5,06 triliun, ini hanya materai tempel, ada potensi tambahan Rp3,8 triliun," ujar Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi XI, Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Saat ini, pihaknya juga tengah menyiapkan materai digital yang akan digunakan untuk dokumen digital yang saat ini sudah banyak digunakan masyarakat. Ini tentunya akan menambah potensi penerimaan, tapi karena masih dalam tahap persiapan sehingga tidak bisa dihitung potensinya.

Pada aturan sebelumnya, pengenaan bea meterai untuk nilai Rp 3.000 dikenakan untuk dokumen yang mencantumkan penerimaan uang di atas Rp 250.000 hingga Rp 1 juta.

Sementara itu, pengenaan bea meterai untuk nilai Rp 6.000 dikenakan untuk dokumen yang mencantumkan penerimaan uang maksimal di atas Rp 1 juta.

Mengais Pundi-Pundi Kas Negara Lewat Materai Rp 10.000Foto: Tabel/ Fungsi meterai


Seberapa Besar Efeknya?

Rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 patut diapresiasi. Langkah ini diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi dunia usaha dan masyarakat pada umumnya.

Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute, Wahyu Nuryanto.

"Selain itu, pemerintah juga akan diuntungkan dari sisi fiskal, karena akan mendapatkan tambahan penerimaan negara," kata Wahyu kepada CNBC Indonesia.

Bagi masyarakat, sambungnya, perubahan ini tentu bisa menjadi stimulus dalam mendorong kegiatan ekonomi karena adanya relaksasi dari sisi kenaikan threshold dokumen yang dikenai bea materai, dari sebelumnya Rp 250.000 dan Rp1.000.000 menjadi Rp 5.000.000. Artinya, untuk transaksi yang ada di bawah Rp 5 juta tidak perlu lagi mengunakan bea materai.

"Hal ini tidak hanya menguntungkan masyarakat kecil, tetapi juga pelaku bisnis lainnya. Karena mereka tidak perlu direpotkan lagi dengan kewajiban membayar bea materai untuk transaksi-transaksi yang nilainya sebetulnya tidak material jika dibandingkan dengan skala usaha yang besar," katanya.

Sementara bagi pemerintah, rencana kenaikan tarif bea materai dari Rp 3.000 dan Rp 6.000 menjadi Rp 10.000 akan mendongkrak penerimaan negara dari bea materai. Kebijakan ini juga nampaknya cukup adil bagi pemerintah sebagai upaya untuk mengompensasi berkurangnya basis bea materai karena kenaikan threshold.

Yang menarik dari rencana pemerintah adalah, terkait akan dikenakannya kewajiban membayar bea materai untuk dokumen yang berbentuk digital. Kebijakan ini akan sejalan dengan prinsip keadilan atau perlakuan yang sama antara transaksi digital dengan konvensional. Hal ini penting seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi.

"Meskipun kebijakan ini masih akan memunculkan diskursus Panjang, terutama terkait bagaimana mekanisme pengenaan bea materai untuk transaksi digital. Apakah pemerintah secara teknologi sudah siap untuk menerapkannya? Bagaimana sistem pajak didisain guna memastikan tidak ada transaksi digital yang luput dari kewajiban bea materai?"

"Terakhir, yang perlu diperhatikan adalah langkah pemerintah dalam memastikan tidak ada lagi pemalsuan bea materai. Karena dengan perkembangan IT seperti sekarang, bukan tidak mungkin bea materai digital dipalsukan seperti halnya materai fisik," sambung Wahyu.

"Sistem pengawasan ini bukan hanya sekedar memastikan tidak adanya kebocoran penerimaan negara, tetapi lebih pada menghadirkan kepastian hukum."






(dru) Next Article Wah! Sri Mulyani Usulkan Materai Satu Harga, Jadi Rp 10.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular