Rapor 5 Tahun Kabinet Jokowi
Rapor Menteri Enggar: Pasar Rakyat Oke, Ekspor Hancur Lebur
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 July 2019 15:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segara berakhir pada Oktober 2019 nanti. Salah satu janji kampanye yang sempat diusung Jokowi dulu adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 7%.
Namun, semenjak dilantik di tahun 2014, janji tersebut tak pernah tercapai. Ekonomi Indonesia tahun 2015 sampai 2018 hanya mampu tumbuh di kisaran 4,88-5,17%.
Pemerintah beralasan perlambatan ekonomi global dan situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian menyebabkan penurunan permintaan, dimana ini tercermin dari performa ekspor dan impor Tanah Air.
Laju pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia tahun dalam 5 tahun belakangan cukup berfluktuatif, terutama pada periode awal pemerintahan Jokowi.
Pada tahun 2015, ekspor Indonesia tercatat mengalami kontraksi hingga 14,6% year-on-year (YoY), sementara impor melemah lebih dalam dengan tumbuh negatif 19,9% YoY.
Pada masa jabatan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (Mendag) di tahun 2016 terlihat bahwa ekspor-impor Indonesia mulai tumbuh positif dua tahun belakangan ini. Namun ada kekhawatiran tahun ini akan kembali membukukan rapor merah. Belum lagi kecenderungan neraca perdagangan yang beralih dari surplus ke defisit.
Hingga akhir Mei 2019, total ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 68,46 miliar atau turun 8,61% secara tahunan dibandingkan periode yang sama sebelumnya. Sementara itu, total impor tercatat melemah 9,23% secara tahunan ke level US 70,6 miliar.
Walaupun impor Indonesia tumbuh lebih lambat dibandingkan ekspor, tapi neraca perdagangan Januari-Mei membukukan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 2,14 miliar. Tahun 2018, Indonesia mencatatkan defisit hingga US$ 8,7 miliar yang menjadikannya di posisi dua dari bawah dibandingkan negara tetangga.
Hal yang lebih disayangkan adalah sebagai negara dengan populasi dan jumlah wilayah terbesar di Asia Tenggara, kinerja ekspor Indonesia masih kalah dengan Vietnam, Malaysia, Thailand dan Singapura. Terkecuali Negeri Singa, ketiga negara lainnya bahkan mampu mencatatkan surplus neraca perdagangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Namun, semenjak dilantik di tahun 2014, janji tersebut tak pernah tercapai. Ekonomi Indonesia tahun 2015 sampai 2018 hanya mampu tumbuh di kisaran 4,88-5,17%.
Pemerintah beralasan perlambatan ekonomi global dan situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian menyebabkan penurunan permintaan, dimana ini tercermin dari performa ekspor dan impor Tanah Air.
Pada tahun 2015, ekspor Indonesia tercatat mengalami kontraksi hingga 14,6% year-on-year (YoY), sementara impor melemah lebih dalam dengan tumbuh negatif 19,9% YoY.
Pada masa jabatan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (Mendag) di tahun 2016 terlihat bahwa ekspor-impor Indonesia mulai tumbuh positif dua tahun belakangan ini. Namun ada kekhawatiran tahun ini akan kembali membukukan rapor merah. Belum lagi kecenderungan neraca perdagangan yang beralih dari surplus ke defisit.
Hingga akhir Mei 2019, total ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 68,46 miliar atau turun 8,61% secara tahunan dibandingkan periode yang sama sebelumnya. Sementara itu, total impor tercatat melemah 9,23% secara tahunan ke level US 70,6 miliar.
Walaupun impor Indonesia tumbuh lebih lambat dibandingkan ekspor, tapi neraca perdagangan Januari-Mei membukukan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 2,14 miliar. Tahun 2018, Indonesia mencatatkan defisit hingga US$ 8,7 miliar yang menjadikannya di posisi dua dari bawah dibandingkan negara tetangga.
Hal yang lebih disayangkan adalah sebagai negara dengan populasi dan jumlah wilayah terbesar di Asia Tenggara, kinerja ekspor Indonesia masih kalah dengan Vietnam, Malaysia, Thailand dan Singapura. Terkecuali Negeri Singa, ketiga negara lainnya bahkan mampu mencatatkan surplus neraca perdagangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular