
Kompensasi Terancam Disetop, Tarif Listrik Bisa Naik
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
26 June 2019 14:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana untuk mengurangi atau bahkan menyetop pemberian kompensasi tarif listrik kepada PLN. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa dua tahun lalu, terdapat kebijakan pemerintah untuk tidak ada kenaikan tarif listrik sampai saat ini.
"Karena tidak dilakukan ada selisih antara harga keekonomian dengan tarif yang ditetapkan," ujarnya di gedung DPR/MPR/DPD, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Selisih tarif dan harga keekonomian ini kemudian ditanggung oleh pemerintah lewat kompensasi tarif listrik yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Namun, kami (Kemenkeu) tidak ingin berlarut-larut, karena itu salah satu arah kebijakan ke depan adalah kurangi kompensasi ini," kata Suahasil.
Lalu, apakah ini berarti tarif listrik akan naik?
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, jika pemerintah memang tidak lagi memberikan kompensasi, maka perlu dilakukan penyesuaian tarif untuk menutupi biaya pokok penyediaan tenaga listrik.
"Jadi untuk 2020 harus disepakati dulu tarif tenaga listrik yang menjadi dasar, serta penetapan tariff adjustment," kata Fabby saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2019).
Lebih lanjut, dia menjelaskan, kompensasi tarif listrik tersebut memang baru diberikan untuk tahun anggaran 2018. Hal itu terjadi karena pemerintah membatalkan pemberlakuan tariff adjustment untuk 12 golongan tarif yang tidak disubsidi.
Dengan begitu, kalau mengacu pada Kepmen ESDM No. 55K/20/MEM/2019, Biaya Pokok Pembangkitan naik 9% dari periode sebelumnya. Sehingga, kata Fabby, idealnya jika menimbang pada faktor ini saja, biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP TL) seharusnya naik minimal 6%.
"Dengan demikian idealnya tarif listrik di 2019 lebih tinggi (perlu dinaikkan) 8-10% dari tingkat tarif 2017/2018," pungkas Fabby.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Alasan Kementerian ESDM Pangkas Tarif Listrik Pelanggan TR
"Karena tidak dilakukan ada selisih antara harga keekonomian dengan tarif yang ditetapkan," ujarnya di gedung DPR/MPR/DPD, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Selisih tarif dan harga keekonomian ini kemudian ditanggung oleh pemerintah lewat kompensasi tarif listrik yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lalu, apakah ini berarti tarif listrik akan naik?
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, jika pemerintah memang tidak lagi memberikan kompensasi, maka perlu dilakukan penyesuaian tarif untuk menutupi biaya pokok penyediaan tenaga listrik.
"Jadi untuk 2020 harus disepakati dulu tarif tenaga listrik yang menjadi dasar, serta penetapan tariff adjustment," kata Fabby saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2019).
![]() |
Lebih lanjut, dia menjelaskan, kompensasi tarif listrik tersebut memang baru diberikan untuk tahun anggaran 2018. Hal itu terjadi karena pemerintah membatalkan pemberlakuan tariff adjustment untuk 12 golongan tarif yang tidak disubsidi.
Dengan begitu, kalau mengacu pada Kepmen ESDM No. 55K/20/MEM/2019, Biaya Pokok Pembangkitan naik 9% dari periode sebelumnya. Sehingga, kata Fabby, idealnya jika menimbang pada faktor ini saja, biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP TL) seharusnya naik minimal 6%.
"Dengan demikian idealnya tarif listrik di 2019 lebih tinggi (perlu dinaikkan) 8-10% dari tingkat tarif 2017/2018," pungkas Fabby.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Alasan Kementerian ESDM Pangkas Tarif Listrik Pelanggan TR
Most Popular