
PR Jokowi 2019-2024: RI Jangan Masuk Jebakan Kelas Menengah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 June 2019 16:23

Agar Indonesia terhindar dari jebakan kelas menengah, tambah Iwantono, kuncinya adalah menggenjot pertumbuhan ekonomi. Angka pertumbuhan di kisaran 5% tidak lagi memadai, Indonesia harus tumbuh di atas 6-7%.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, Iwantono menyarankan beberapa kebijakan. Pertama adalah meningkatkan kinerja ekspor. Termasuk kualitasnya, jangan lagi terlena dengan ekspor komoditas.
"Saat ini ekspor terbesar kita adalah komoditas, terutama bahan bakar mineral yang mencapai 15,49%. Sementara ekspor manufaktur justru turun drastis, pada 2010 pernah mencapai 27% tetapi sekarang tinggal sekitar 19%. Ekspor seharusnya menitikberatkan kepada sektor manufaktur yang bernilai tinggi dan mampu menciptakan lapangan kerja. Kita menghadapi masalah defisit transaksi berjalan yang sangat besar dan terus-menerus akibat problem ini," jelasnya.
Kedua adalah mendorong investasi. Caranya adalah dengan mempermudah perizinan, kepastian hukum, sistem perpajakan, dukungan infrastruktur, sumber daya manusia, tingkat upah, birokrasi, pungli dan korupsi, volatilitas nilai tukar, serta kemudahan bahan baku.
Ketiga, Indonesia harus membangun sektor-sektor yang bermuatan inovasi dan ide-ide kreatif. Kegiatan research and developement (R&D) merupakan kunci membangun ekonomi berdasar kreativitas dan inovasi.
"Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan Apindo minggu lalu menyebutkan dana R&D dalam APBN kita sangat besar, mencapai Rp 26 triliun, yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga. Kita mendukung gagasan Pak Jokowi untuk merevitalisasi dana R&D agar bisa disatukan dan di okuskan untuk kegiatan yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi," ucap Iwantono.
Keempat, Indonesia harus menjaga dan meningkatkan permintaan domestik yang masih dominan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada kuartal I-2019, konsumsi rumah tangga menyumbang 56,28%.
"Kelas menengah yang semakin banyak dapat menggunakan daya belinya untuk membeli produk-produk inovatif dengan kualitas tinggi dan membantu mendorong pertumbuhan," ujar Iwantono.
Kelima, demikian Iwantono, adalah peningkatan kualitas kebijakan dan birokrasi. Pembenahan ini mencakup koordinasi, kepastian hukum, dan pelayanan cepat berkualitas.
Iwantono menilai koordinasi antar lembaga belum optimal selama lima tahun ke belakang. Masih terasa egosentris antar menteri.
"Ke depan, egosentris ini harus dihilangkan. Kementerian-kementerian penting seperti Perdagangan dan Pertanian perlu direformasi dan dipimpin oleh orang yang mengerti pekerjaannya," tegas Iwantono.
Kemudian untuk mampu lolos dari jeratan negara berpendapatan menengah, Iwantono menilai ada tiga sektor yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan. Pertama adalah manufaktur padat karya yang menghasilkan nilai tambah dan berorientasi ekspor. Contohnya adalah pariwisata, tekstil, serta makanan-minuman.
Sektor kedua adalah usaha rintisan (startup) yang bergerak di industri 4.0 seperti informasi dan telekomunikasi. Sektor ketiga adalah yang terkait dengan swasembada pangan yaitu tanaman pangan, peternakan, dan perikanan.
(aji/wed)
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, Iwantono menyarankan beberapa kebijakan. Pertama adalah meningkatkan kinerja ekspor. Termasuk kualitasnya, jangan lagi terlena dengan ekspor komoditas.
"Saat ini ekspor terbesar kita adalah komoditas, terutama bahan bakar mineral yang mencapai 15,49%. Sementara ekspor manufaktur justru turun drastis, pada 2010 pernah mencapai 27% tetapi sekarang tinggal sekitar 19%. Ekspor seharusnya menitikberatkan kepada sektor manufaktur yang bernilai tinggi dan mampu menciptakan lapangan kerja. Kita menghadapi masalah defisit transaksi berjalan yang sangat besar dan terus-menerus akibat problem ini," jelasnya.
Ketiga, Indonesia harus membangun sektor-sektor yang bermuatan inovasi dan ide-ide kreatif. Kegiatan research and developement (R&D) merupakan kunci membangun ekonomi berdasar kreativitas dan inovasi.
"Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan Apindo minggu lalu menyebutkan dana R&D dalam APBN kita sangat besar, mencapai Rp 26 triliun, yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga. Kita mendukung gagasan Pak Jokowi untuk merevitalisasi dana R&D agar bisa disatukan dan di okuskan untuk kegiatan yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi," ucap Iwantono.
Keempat, Indonesia harus menjaga dan meningkatkan permintaan domestik yang masih dominan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada kuartal I-2019, konsumsi rumah tangga menyumbang 56,28%.
"Kelas menengah yang semakin banyak dapat menggunakan daya belinya untuk membeli produk-produk inovatif dengan kualitas tinggi dan membantu mendorong pertumbuhan," ujar Iwantono.
Kelima, demikian Iwantono, adalah peningkatan kualitas kebijakan dan birokrasi. Pembenahan ini mencakup koordinasi, kepastian hukum, dan pelayanan cepat berkualitas.
Iwantono menilai koordinasi antar lembaga belum optimal selama lima tahun ke belakang. Masih terasa egosentris antar menteri.
"Ke depan, egosentris ini harus dihilangkan. Kementerian-kementerian penting seperti Perdagangan dan Pertanian perlu direformasi dan dipimpin oleh orang yang mengerti pekerjaannya," tegas Iwantono.
Kemudian untuk mampu lolos dari jeratan negara berpendapatan menengah, Iwantono menilai ada tiga sektor yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan. Pertama adalah manufaktur padat karya yang menghasilkan nilai tambah dan berorientasi ekspor. Contohnya adalah pariwisata, tekstil, serta makanan-minuman.
Sektor kedua adalah usaha rintisan (startup) yang bergerak di industri 4.0 seperti informasi dan telekomunikasi. Sektor ketiga adalah yang terkait dengan swasembada pangan yaitu tanaman pangan, peternakan, dan perikanan.
(aji/wed)
Pages
Most Popular