BPJS Kesehatan Gagal Bayar Rp 9,1 T dan Jawaban Sri Mulyani

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
28 May 2019 16:08
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan ada beberapa 'PR' alias 'Pekerjaan Rumah' yang harus dituntaskan
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ardan Adiperdana menyampaikan berdasarkan hasil auditĀ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS kesehatan sepanjang 2018. Defisit BPJS tercatat defisit hingga Rp 9,1 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan ada beberapa 'PR' alias 'Pekerjaan Rumah' yang harus dituntaskan. Hal ini perlu dilakukan demi menjaga keberlangsungan dan keberadaan BPJS Kesehatan.

"Menjadi PR kita bersama memperbaiki program BPJS Kesehatan dan jaminan kesehatan nasional supaya bisa sustainable dan lebih akuntabel." kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Rabu (28/5/2017).

Menurutnya, beberapa temuan dari BPKP yang sangat penting yakni jumlah kepesertaan. Ada yang belum mempunyai NIK atau Nomor Induk KTP bahkan sampai memiliki Nomor Induk Ganda.



"Sehingga kredibilitas dari program BPJS akan semakin meningkat. Juga ada mengenai masalah tagihan kemarin dari BPJS bahwa di dalam pembukuannya, mereka hanya mempertimbangkan tagihannya yang bersifat sebulan yang disebut current sedangkan di atas sebulan dia dianggap tidak charge," terangnya.

Ia mengaku keberatan jika beban defisit langsung dibebankan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

BPJS Kesehatan Gagal Bayar Rp 9,1 T dan Jawaban Sri MulyaniFoto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto


"Sekarang memang kayaknya mudah, minta saja [ke Kemenkeu] tapi issue-nya tidak di-address. Kami keberatan jadi pembayar pertama. Kami akan jadi pembayar terakhir kalau sudah dibayar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pihak lainnya," kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani kewajiban menalangi defisit BPJS Kesehatan tidak ada pada Kemenkeu. Hal tersebut seharusnya diselesaikan oleh institusi yang bertanggung jawab. Tiap kali dibayar, kata Sri Mulyani, defisit yang harus dibayar 'berlari-larian' alias terus bertambah.



Ia menyatakan tahun ini saja sudah muncul outstanding klaim Rp 7,5 triliun dengan nilai klaim jatuh tempo Rp 5 triliun. Sementara, yang belum jatuh tempo senilai Rp 1,2 triliun.

"Jadi kalau tidak diselesaikan segera apakah bisa manfaat, target, kita akan terus lari-larian," ucapnya.

Untuk itu, pihaknya meminta BPKP untuk melakukan audit lagi untuk kondisi keuangan tahun ini.






(dru/dru) Next Article Sri Mulyani Tak Mau Cuma Jadi 'Kasir' BPJS Kesehatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular