
Astaga! Shell Hengkang dari Proyek Masela karena Tak Jelas?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
04 May 2019 09:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar tidak enak lagi-lagi datang dari proyek Lapangan Gas Abadi Blok Masela. Setelah peliknya urusan pengesahan rencana pengembangan (POD), kini proyek tersebut terancam ditinggalkan investornya.
Blok Masela terletak di Laut Arafura, sekitar 800 kilometer sebelah timur Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur (NTT), atau sekitar 400 km di utara kota Darwin, Australia.
Kabar tersebut muncul dari sumber Reuters yang mengatakan Royal Dutch Shell ingin melego 35% sahamnya dari proyek gas alam cair (LNG) Lapangan Abadi itu. Nilai saham itu setara dengan US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 14,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.200/US$).
Seperti dilansir dari Reuters, Jumat (3/5/2019), perusahaan migas asal Eropa ini akan menjual sahamnya untuk mendukung pembayaran atas akuisisi BG Group senilai US$ 54 miliar pada 2015.
Namun, bukan hanya itu. Alasan lain penjualan saham juga didasarkan pada sulitnya Indonesia menarik investasi energi ke dalam negeri. Adapun, saat ini, kolega Shell, Inpex Corp menjadi operator dengan kepemilikan saham 65% di Blok Masela.
Keputusan menjual saham dikatakan muncul tidak lama setelah perusahaan Inggris-Belanda ini memutuskan untuk keluar dari proyek LNG Baltik yang dipimpin oleh raksasa gas Rusia, Gazprom.
Ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jumat (3/5/2019) malam, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pun enggan berkomentar mengenai kabar Shell ini. Ia menutup mulutnya rapat-rapat.
Adapun, sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menuturkan kajian pembahasan soal penyamaan asumsi belanja modal (capex) sudah semakin mengerucut.
Akan tetapi, memang masih ada gap dan perbedaan persepsi antara keinginan pemerintah dan penawaran investor tidak dapat dipungkiri. Hal ini yang masih mengganjal dan sedang dicari titik temunya.
"Kalau sulit dicapai titik temunya, kami pikirkan apakah bisa kami jalankan dulu sambil melakukan peninjauan-peninjauan kembali. Ya tapi ini masih pola-pola alternatif, sekarang fokus mencari supaya perkecil gap tadi," kata Dwi saat dijumpai di Kantor SKK Migas, Selasa (30/4/2019).
"Bagaimanapun proyek ini harus segera jalan karena kepentingan negara. Kalau bisa jalan, investasi masuk, ada discovery cukup besar yang bisa dimonetisasi, dan multiplier effect yg besar," pungkasnya.
Terlepas dari itu, Shell memiliki komitmen untuk memperkuat bisnis LNG-nya. Chief Financial Officer Shell Jessica Uhl mengatakan pihaknya puas dengan portofolio bisnis LNG dan optimistis bertumbuh sejalan dengan perkembangan pasar.
Sebagai informasi, konstruksi untuk proyek Lapangan Abadi sejatinya akan dimulai pada 2018, namun pada 2016 dinyatakan ditunda hingga setidaknya 2020 setelah pemerintah Indonesia menginstruksikan peralihan dari fasilitas lepas pantai (offshore) ke fasilitas darat (onshore).
Sebab itu, Inpex dan Shell sedang mempersiapkan POD baru untuk diajukan tahun ini seiring dengan peralihan tersebut.
Proyek ini diperkirakan tidak akan beroperasi sampai setidaknya 2026, tetapi Inpex telah memulai desain awal rekayasa awal untuk pabrik LNG dengan kapasitas tahunan sebesar 9,5 juta ton.
(tas) Next Article Blok Masela Gak Kunjung Kelar, Bos SKK Migas: Namanya Proyek Abadi
Blok Masela terletak di Laut Arafura, sekitar 800 kilometer sebelah timur Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur (NTT), atau sekitar 400 km di utara kota Darwin, Australia.
Kabar tersebut muncul dari sumber Reuters yang mengatakan Royal Dutch Shell ingin melego 35% sahamnya dari proyek gas alam cair (LNG) Lapangan Abadi itu. Nilai saham itu setara dengan US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 14,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.200/US$).
Seperti dilansir dari Reuters, Jumat (3/5/2019), perusahaan migas asal Eropa ini akan menjual sahamnya untuk mendukung pembayaran atas akuisisi BG Group senilai US$ 54 miliar pada 2015.
Namun, bukan hanya itu. Alasan lain penjualan saham juga didasarkan pada sulitnya Indonesia menarik investasi energi ke dalam negeri. Adapun, saat ini, kolega Shell, Inpex Corp menjadi operator dengan kepemilikan saham 65% di Blok Masela.
Keputusan menjual saham dikatakan muncul tidak lama setelah perusahaan Inggris-Belanda ini memutuskan untuk keluar dari proyek LNG Baltik yang dipimpin oleh raksasa gas Rusia, Gazprom.
Ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jumat (3/5/2019) malam, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pun enggan berkomentar mengenai kabar Shell ini. Ia menutup mulutnya rapat-rapat.
Adapun, sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menuturkan kajian pembahasan soal penyamaan asumsi belanja modal (capex) sudah semakin mengerucut.
Akan tetapi, memang masih ada gap dan perbedaan persepsi antara keinginan pemerintah dan penawaran investor tidak dapat dipungkiri. Hal ini yang masih mengganjal dan sedang dicari titik temunya.
"Kalau sulit dicapai titik temunya, kami pikirkan apakah bisa kami jalankan dulu sambil melakukan peninjauan-peninjauan kembali. Ya tapi ini masih pola-pola alternatif, sekarang fokus mencari supaya perkecil gap tadi," kata Dwi saat dijumpai di Kantor SKK Migas, Selasa (30/4/2019).
"Bagaimanapun proyek ini harus segera jalan karena kepentingan negara. Kalau bisa jalan, investasi masuk, ada discovery cukup besar yang bisa dimonetisasi, dan multiplier effect yg besar," pungkasnya.
Terlepas dari itu, Shell memiliki komitmen untuk memperkuat bisnis LNG-nya. Chief Financial Officer Shell Jessica Uhl mengatakan pihaknya puas dengan portofolio bisnis LNG dan optimistis bertumbuh sejalan dengan perkembangan pasar.
Sebagai informasi, konstruksi untuk proyek Lapangan Abadi sejatinya akan dimulai pada 2018, namun pada 2016 dinyatakan ditunda hingga setidaknya 2020 setelah pemerintah Indonesia menginstruksikan peralihan dari fasilitas lepas pantai (offshore) ke fasilitas darat (onshore).
Proyek ini diperkirakan tidak akan beroperasi sampai setidaknya 2026, tetapi Inpex telah memulai desain awal rekayasa awal untuk pabrik LNG dengan kapasitas tahunan sebesar 9,5 juta ton.
(tas) Next Article Blok Masela Gak Kunjung Kelar, Bos SKK Migas: Namanya Proyek Abadi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular